Rumah Koran dan Kampung Sayur: Terobosan Melek Literasi Lingkungan Desa Kanreapia

Rumah Koran dan Kampung Sayur: Terobosan Melek Literasi Lingkungan Desa Kanreapia
info gambar utama

Satu dekade terakhir, julukan “Amazon of the Ocean” yang disematkan untuk Indonesia sedang disorot oleh banyak pihak pasca sejumlah masalah yang menyerang ekosistem perairan Indonesia, seperti menurunnya kualitas air, polusi, kebocoran sampah yang parah dan juga ancaman penggundulan hutan pesisir. Tidak hanya masalah ekosistem laut saja yang dikeluhkan oleh masyarakat pesisir pantai, namun keluhan juga hadir dari masyarakat di sepanjang aliran sungai yang tercemar di mana hal ini menimbulkan bau tak sedap hingga penyumbatan. Munculnya Indonesia pada daftar pencarian teratas negara dengan sungai paling tercemar di dunia telah menjadi perbincangan di berbagai media internasional seiring dengan pesatnya pertumbuhan populasi dan urbanisasi yang tidak diiringi dengan implementasi regulasi serta edukasi yang baik terkait pengelolaan sampah dan limbah sehingga pada tahun 2021, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sebanyak 66.636 desa atau kelurahan di Indonesia memiliki sungai. Namun, dari jumlah tersebut terdapat 16.487 desa atau kelurahan memiliki sungai yang tercemar oleh limbah. Alih-alih telah mengetahui akar dari permasalahan yang terjadi dan berusaha untuk mengurangi penyebab terjadinya pencemaran, menurut jurnal yang berjudul Built Environment and Climate Changeyang ditulis oleh Andrei-Laurentio Pupescu dan Oana Luca menyatakan bahwa banyak pihak justru skeptis dan dengan gigih berusaha menyangkal sinyal, peringatan, serta bukti kerusakan lingkungan yang sudah terlihat. Maka dari itu, alur pemikiran yang demikian telah menimbulkan perdebatan politik yang tidak produktif dan terus menunda tindakan yang seharusnya sudah ada.

Begitupula dengan sektor pertanian, sebagai negara agraris, Indonesia memiliki cukup banyak penduduk yang bekerja di sektor tersebut sehingga terdapat isu-isu strategis yang dihadapi di mana dua di antaranya adalah minimnya infrastruktur, sarana prasarana, lahan dan air serta tingginya penggunaan pestisida dan obat-obatan kimia ditingkat petani. Terdeteksinya bahan makanan yang mengandung pestisida berlebih serta kurangnya keselamatan kerja telah mendorong sektor informal untuk melakukan langkah-langkah konkret demi membantu mengatasi masalah ini, salah satunya aksi yang dilakukan oleh Jamaluddin. Ia berusaha membangun kesadaran masyarakat sekaligus mencerdaskan anak-anak petani di Desa Kanreapia, Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan dengan mendirikan rumah baca bagi mereka sebagai tempat untuk mengedukasi, berdiskusi dan memupuk budaya literasi lingkungan yang dikenal dengan nama Rumah Koran di mana menurut penuturannya dalam sesi webinar Good Movement oleh GNFI dan Astra yang dilaksanakan pada 21 Agustus 2023, tempat tersebut pada mulanya merupakan kandang bebek.

Langkah Awal Jamaluddin Membangun Budaya Literasi melalui Rumah Koran

(Situasi Rumah Koran | Foto: @rumah.koran)

Jamaluddin menceritakan bahwa aksinya dimulai dengan mengumpulkan pemuda desa pada hari Minggu untuk mencari berita tentang lingkungan, motivasi dan inspirasi dari koran yang sudah dibaca lalu ditempel pada Rumah Koran dengan tujuan untuk mengurangi limbah koran sekali baca. Setelah itu, Jamaluddin mengajak pemuda pergi ke sungai dengan menggunakan mobil pick up untuk melibatkan mereka dalam aksi bersih-bersih sungai, membaca buku dengan pemandangan sungai yang telah dibersihkan, memperkenalkan jenis rumput di sekitarnya agar lebih mengenal alam, atau menginstruksikan pemuda untuk menghitung batu di sekitar sungai dengan tujuan untuk membangun rasa dipercaya. Dengan demikian, pada akhirnya para orang tua memiliki kesadaran bahwa sungai yang sebelumnya sering dijadikan tempat pembuangan sampah, kini mulai dijaga karena anak-anak mereka telah membersihkan dan menikmati keadaan sungai yang bersih.

(Diskusi Petani Muda | Foto: @rumah.koran)

Selain melibatkan pemuda desa, mengutip dari Tempo.co, Jamaluddin juga melibatkan petani dalam berbagai diskusi pertanian sehingga yang pada mulanya para petani di desa tersebut tidak bisa membaca dan kurang fasih berbahasa Indonesia, melalui forum diskusi di Rumah Koran ini para petani memiliki wadah untuk berani berbicara dan belajar. Sejak saat itu, para petani mulai berani untuk menerima kehadiran wisatawan atau orang-orang yang ingin melakukan penelitian. Tindakan yang demikian merupakan aktualisasi dari konsep sistem ketahanan manusia-lingkungan (human-environment system) yang menggabungkan beberapa prinsip sosial-ekologis kontemporer untuk memecahkan masalah yang ada dengan meningkatkan rasa saling ketergantungan dan timbal balik.

Kampung Sayur: Ekspansi Aksi Jamaluddin Setelah Budaya Literasi Terbangun

(Hasil Panen Sayur | Foto: @patanikanreapia)

(Embung Pertanian Hadapi Musim Kemarau Tahun 2023 | Foto: RumahKoran)

(100 Cangkul untuk Petani | Foto: @rumah.koran)

Seiring dengan keadaan sungai yang telah bersih dan budaya literasi yang sudah terbangun, Jamaluddin juga memperluas idenya untuk memaksimalkan potensi sumber daya alam yang ada di Desa Kanreapia yang juga dijuluki sebagai ‘Kampung Sayur’ terbesar di Sulawesi Selatan di mana desa tersebut telah menghasilkan puluhan ton sayur per hari, seperti daun bawang, kol, kentang, wortel, tomat, ubi jalar, sawi, terong, seledri dan labu. Tantangan menjaga kesadaran masyarakat terkait pentingnya melestarikan dan mengoptimalkan potensi lingkungan juga membuat Jamaluddin untuk terus belajar mengedukasi petani dengan menyiapkan lahan percontohan area penghijauan, penjagaan mata air dan pembuatan 100 embung pertanian yang membuat petani tidak kesulitan untuk mengairi sawah saat musim kemarau di mana dengan demikian rasa ketergantungan terhadap sungai semakin besar.

(Sedekah Sayur Lahirkan Gairah Bertani Bagi Pemuda | Foto: RumahKoran)

Jamaluddin juga telah memikirkan keselamatan kerja bagi petani, kesehatan tanah dan sayuran, serta kesehatan konsumen di mana dengan latar belakang tersebut akhirnya ia bekerjasama dengan Brigade Mobil (Brimob) setempat untuk melakukan gerakan berbagi yang terdiri atas berbagi 100 cangkul ke petani, berbagi 1000 pupuk organik untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia, berbagi 100 caping, dan juga sedekah sayur ke-100 panti asuhan. Kemudian pada tahun 2021, Jamaluddin juga telah mewadahi hasil panen petani untuk dijual langsung kepada masyarakat di mana yang sebelumnya hanya melakukan transaksi offline kini juga dapat dibeli secara online melalui Pasar Tani (Patani) yang hadir di Instagram @patanikanreapia, Whatsapp maupun Facebook.

(Penghargaan dari FAO dan Astra | Foto: @rumah.koran)

(Apresiasi Astra Local Champion KBA Kanreapia Menjadi Terbaik Tahun 2022 | Foto: @rumah.koran)

Maka dari itu, tindakan yang dilakukan Jamaluddin sekaligus menjawab isu-isu strategis yang telah disebutkan di atas serta tanpa disadari telah berhasil membuat perubahan yang sesuai dengan konsep sistem ketahanan manusia-lingkungan. Pencapaian inilah yang pada akhirnya membuat Desa Kanreapia menerima berbagai penghargaan, di antaranya adalah Kampung Iklim Utama dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kampung Berseri Astra, dan penghargaan lainnya. Ke depannya, Jamaluddin ingin terus mengembangkan langkah baik ini dengan mendirikan sepuluh kelompok binaan dari desa tetangga untuk memaksimalkan potensi yang sama di bidang pendidikan dan lingkungan sehingga impiannya untuk menjadikan desa-desa di Sulawesi Selatan menarik bagi wisatawan kota yang ingin melakukan jelajah desa petani terwujudkan.

Sumber referensi:

  • https://www.jstor.org/stable/pdf/26269281.pdf?refreqid=fastly-default%3A05a879c9ecae92328f81a420ee73fdea&ab_segments=0%2Fbasic_search_gsv2%2Fcontrol&origin=&initiator=search-results&acceptTC=1
  • https://travel.tempo.co/read/1767277/fenomena-belanja-online-gerai-mal-di-yogyakarta-sediakan-ruang-live-streaming?tracking_page_direct
  • https://distphbun.sulselprov.go.id/uploads/info/LKJ_DKPTPH_TAHUN_2019.pdf
  • https://www.jstor.org/stable/pdf/26234014.pdf?refreqid=fastly-default%3A528a45d45b648e8116b601e710f4c1a4&ab_segments=0%2Fbasic_search_gsv2%2Fcontrol&origin=&initiator=search-results&acceptTC=1
  • https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/03/29/banyak-desa-yang-sungainya-tercemar-dari-mana-sumber-limbahnya
  • https://www.jstor.org/stable/pdf/resrep21872.10.pdf?refreqid=fastly-default%3Af6cb4a0927a7c3abf86710f3fc2f7a12&ab_segments=0%2Fbasic_search_gsv2%2Fcontrol&origin=&initiator=search-results&acceptTC=1

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

EM
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini