Cerita Warga Sangiran, Berharap Kesejahteraan Ditengah Lautan Fosil Purba

Cerita Warga Sangiran, Berharap Kesejahteraan Ditengah Lautan Fosil Purba
info gambar utama

Wilayah Sangiran berada di antara Gunung Merapi Purba dan Gunung Lawu. Selama lebih dari 75 tahun, Sangiran menarik perhatian dunia. Di situs manusia purba yang terhampar di areal seluas 56 kilometer persegi itu ditemukan 120 individu fosil Homo erectus.

Disebutkan jumlah ini lebih dari separuh populasi Homo erectus yang ditemukan di dunia. Sangiran telah memulai kisahnya 2,4 juta tahun lalu saat kawasan ini masih berupa lautan yang dihuni antara lain ikan hiu dan moluska.

Sangiran yang jutaan tahun lalu masih berupa lembah cekungan yang disebut depresi Solo. Lantas tertimpa material vulkanik letusan kedua gunung itu sehingga lama kelamaan laut dalam yang ada berubah menjadi laut dangkal, rawa, lalu daratan.

Menyusuri Jejak Manusia Purba di Desa Sangiran yang Diakui UNESCO

Proses ini terjadi selama dua juta tahun, dengan dorongan gerakan eksogen dan endogen 100.000 tahun yang lalu, Sangiran yang berbentuk kubah lantas tersingkaplah temuan jejak makhluk hidup, flora, fauna bahkan manusia pertama.

Begitulah kisah hebat sejarah Sangiran yang sejak tahun 1996 ditetapkan UNESCO sebagai situs warisan dunia. Tetapi tanahnya tidak dapat diandalkan untuk bidang pertanian dan kondisi infrastrukturnya terbatas.

“Kondisi jalan, jembatan, dan drainase sangat rendah. Warga kami 80 persen merantau untuk meningkatkan ekonominya, sisanya membuat kerajinan bambu dan mebel. Namun masih sangat sederhana,” kata Triyanto.

Andalkan kerajinan

Karena kondisi ini, warga di sekitar lokasi Museum Sangiran mengandalkan kerajinan pembuatan souvenir yang berbahan baku serpihan fosil. Mereka berargumen, serpihan kecil fosil biasanya tidak diterima Museum Sangiran.

“Kami ingin seperti warga Prambanan yang bisa hidup dari membuat souvenir arca. Di Sangiran, souvenir yang diminati tentu saja yang ada kaitannya dengan fosil. Sosialisasi seperti ini terus untuk apa, hanya buang uang,” kata Abdul Kholif warga Pablengan, Krikilan, Kalijambe.

Sekilas tentang Pithecanthropus Soloensis: Ciri-Ciri dan Sejarahnya

Mereka menilai keberadaan Undang-Undang No 5/1992 tentang Benda Cagar Budaya tidak memberi manfaat ekonomis bagi warga, justru membatasi kehidupan ekonomi warga. Tidak heran, pencurian fosil menjadi hal yang sulit dicegah.

Kebutuhan perut dan godaan materi setiap saat mengintai warga pemilik tanah Sangiran yang didalamnya bisa sewaktu-waktu ditemukan kembali fosil, terutama pada musim hujan tiba di tempat itu.

Tempat yang kompleks

Harry Widianto mengakui kondisi Situs Sangiran sangat kompleks karena menjadi satu-satunya situs purba di dunia yang dihuni penduduk. Hal ini berbeda dengan situs purba di negara lain yang tanpa penduduk.

Karena itu, agar menekan pencurian fosil, pihaknya mempercepat imbal jasa bagi warga yang menyerahkan temuan fosil kepada museum. Baginya kebijakan ini diakuinya cukup berdampak kepada warga.

Mengulik Museum Purbakala Indonesia yang Disebut Sebagai Salah Satu yang Terlengkap di Asia

“Agaknya masih harus terus diformulasikan model pengelolaan bersama yang ideal bagi kedua pihak agar kepentingan kedua pihak terakomodasi,” pungkasnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini