Mengenal Ragam Kesenian Kota Tangerang dan Tangerang Selatan

Mengenal Ragam Kesenian Kota Tangerang dan Tangerang Selatan
info gambar utama

Tangerang dan Tangerang Selatan masuk ke dalam bagian dari aglomerasi wilayah Jabodetabekjur. Tidak hanya berupa kota metropolitan belaka yang memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi, Kota Tangerang dan Tangerang Selatan juga memiliki ragam kesenian yang beraneka ragam.

Kesenian tersebut tidak hanya berasal dari Betawi saja, melainkan juga merupakan perpaduan antara berbagai suku seperti Sunda, Tionghoa, Jawa, dan lain sebagainya. Maka, tidak heran jika kesenian yang ada di kota ini memiliki kesamaan dengan daerah lain sebab terjadi akulturasi budaya yang terus terjadi dari waktu ke waktu dan dari satu wilayah ke wilayah lainnya.

Mengenal Ragam Kesenian Khas Kota Tangerang dan Tangerang Selatan

Tari Lenggang Cisadane

Tari lenggang cisadane merupakan salah satu kesenian lokal yang memadukan ragam unsur kebudayaan dari berbagai daerah seperti Sunda, Jawa, Betawi, Arab, China, dan lain sebagainya.

Tari yang ada di Kota Tangerang ini tidak hanya menampilkan tarian yang indah semata, melainkan terdapat harmonisasi dari musik, tata busana, dan gerakan yang luwes yang berhasil dipadupadankan sehingga membentuk sebuah kesenian tradisional khas dari Kota Tangerang.

Adapun untuk menggiringi tari lenggang cisadane, digunakan alat musik gamelan dan musik marawis untuk menambah keindahan tari lenggang cisadane.

Perpaduan Budaya di Tangerang Melalui Tari Lenggang Cisadane

Gambang Kromong

Gambang kromong dikenal sebagai jenis musik orkes yang dipadukan dengan gamelan dan alat musik Tionghoa yang mulanya terdiri yang khim, hosiang, thehian, kongahian, sambian, suling, pan sejenis kecrek, dan sukong.

Namun, seiring dengan berjalannya waktu, beberapa alat musik seperti yang kim, sambian, dan hosiang tidak lagi dipergunakan untuk kemudian diganti dengan gambang. Tidak hanya itu, instrumen alat musik lain juga ikut ditambahkan seperti kromong, gendang, kempul, dan gendang.

Kesenian yang ini biasa dimainkan dalam seni pertunjukan khas Betawi bernama lenong. Gambang kromong digunakan sebagai pengisi suara dan pengiring pertunjukan.

Lenong

Lenong merupakan seni pertunjukan khas Betawi. Pertunjukan lenong berkembang sebagai bagian dari teaterisasi dari musik gambang kromong. seni pertunjukan lenong secara umum diisi oleh lelucon atau humor yang kerap kali dilakukan secara spontan tanpa plot yang tertulis di dalam naskah.

Kesenian lenong sendiri memiliki tujuan untuk menggambarkan realitas-realitas kehidupan yang ada di dalam masyarakat. Lenong juga memiliki fungsi sebagai seni dan hiburan.

Seni pertunjukan yang satu ini memuat akulturasi antara kebudayaan Cina dan Betawi. Lenong tidak hanya dijadikan sebagai hiburan semata, melainkan juga dijadikan sebagai media kritik sosial yang dilakonkan secara tidak sembarang, melainkan banyak diambil dari cerita masyarakat lokal.

Mengenal Lenong, Seni Teater Betawi

Wayang Kulit Betawi

Wayang kulit Betawi dan wayang kulit Jawa memiliki banyak kesamaan sebab merupakan akulturasi antara budaya Betawin dan Jawa. Seni pertunjukan yang biasa dipentaskan dengan gamelan sunda ini menggunakan bahasa Betawi, Sunda, dan Jawa sepanjang pementasan.

Bahasa yang dipakai ditentukan dari cerita yang akan dimainkan, semisal membawakan cerita Gareng dan Petruk sebagai orang menggunakan bahasa Betawi, sementara jika yang dibawakan adalah cerita dari orang-orang terhormat maka menggunakan bahasa Jawa atau Sunda.

Wayang kulit Betawi biasa diiringi oleh gamelan ajeng yang terdiri dari terompet, dua buah saron, gedemung, kromong, kecrek, gendang, kempul, dan gong.

Lakon yang biasa dimainkan dalam wayang kulit Betawi adalah Mahabarata dan Ramayana yang dipadukan dengan cerita khas betawi seperti "Bambang Sinar Matahari", "Barong Buta Sapujagat", "Cepot Jadi Raja" "Banteng Ulung Jiwa Loro", "Perabu Takalima Danawi", "Kunpayakun", dan "Sadariah Kodariah". Seiring dengan berjalannya waktu, wayang kulit Betawi juga mulai membawakan lakon dari wayang golek Sunda seperti "Sang Hiyang Rancasan", "Kresna Malang Dewa Sukma" serta tidak hanya berpatok pada lakon Mahabarata dan Ramayana.

Silat Beksi

Siat beksi atau maen pukul muncul sejak pertengahan abad 19. Silat beksi pada mulanya muncul di kawasan Batavia sebelum kemudian berkembang di kawasan lain seperti Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Depok yang di masa pemerintahan kolonial Belanda. Silat beksi lahir sebagai perwujudan sekaligus bentuk pelawanan masyarakat terhadap centeng dari tuan tanah yang kerap memungut pajak dengan semena-mena.

Adapun beberapa jurus yang ada di dalam silat beksi, di antaranya:

  • Jurus Beksi.
  • Jurus Gedig.
  • Jurus Tancep.
  • Jurus Ganden.
  • Jurus Bandut.
  • Jurus Broneng.
  • Jurus Tingkes.
  • Jurus Rusia Pecah Tiga.
  • Jurus Bolang-Baling.
  • Jurus Gebal.
  • Jurus Kebut.
  • Jurus Petir/tunjang.

Referensi:

  • Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya. (2015). Silat Beksi. Diakses dari https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=225
  • Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya. (2018). Wayang Kulit Betawi. Diakses dari https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=677
  • Sagiyanto, Asriyani. Lenong Sebagai Salah Satu Media Komunikasi Dalam Dakwah dan Pembinaan Pemuda Kemang Jakarta Selatan (Studi Kasus Manggar Kelape, Kemang Jakarta Selatan). Diakses dari https://media.neliti.com/media/publications/476249-none-570764d3.pdf
  • Suci, Karunia et al. (2021). Film Dokumenter: "Lestari Lenggang Cisadane" Sebagai Pelestarian Budaya Kota Tangerang
  • Sukotjo. (2021) Dinamika Perkembangan Musik Gambang Kromong Betawi. Yogyakarta: Jurnal Etnomusikologi. Vol. 17, No. 1.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

PZ
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini