Menjaga Urat Nadi Budaya Nusantara

Menjaga Urat Nadi Budaya Nusantara
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Sekitar 15 Tahun yang lalu saat ayah mengajaku menonton wayang kulit di depan balai desa. Ya, wayang kulit, yang biasa diadakan setiap perayaan sedekah bumi di desa Gombang, Kabupaten Cirebon.

Masih teringat dalam ingatan ketika sang dalang menceritakan "Semar Mungga Haji" sebuah kisah klasik, yang penuh inspirasi dan pitutur luhur.

Menjaga urat nadi budaya Nusantara, Kolase foto ilustrasi/canva.com
info gambar

Pulang sampai jam 2 malam, itupun aku sudah tertidur dan digendong sampai kerumah. Sungguh masa-masa indah dengan dihiasi ragam budaya.

Tak ada gadget semakin menambah kekentalan saat menonton pagelaran wayang kulit tersebut. Alunan gamelan, dan riuhnya suara sinden, serta tak lupa dentuman suara gong, menjadi pelengkap keseruannya.

Hasil bumi yang ada didesa sebagian digantung diatas langit-langit tenda penabuh iringan wayang kulit. Bukan cuma dijadikan hiasan, makanan yang semula digantung tersebut untuk santapan para pemain, dan kru pentas wayang kulit.

Tidak bisa dipungkiri, kiriuhan satu dasawarsa memang sangat kental, meskipun tanpa teknologi gadget, tradisi semacam itu menjadi terasa dan khitmat.

Namun, setelah tumbuh dewasa ini, pementasan wayang kulit, kian jarang dilakukan, alasanya, karena mahalnya dana yang harus dikeluarkan perangkat desa, dan semakin sedikitnya penikmat wayang kulit.

Generasi milenial dan Gen-Z apakah masih tertarik dengan pementasan wayang kulit?, menimbang dari fenomena ini, maka perlunya kolaborasi dan pembaharuan terhadap warisan budaya yang sudah diakui dunia ini.

Pagelaran budaya, yang tidak hanya sebatas ritwal sedekah bumi, namun lebih dari itu sebagai sebuah pengingat akan kekayaan yang ada di negeri pertiwi Indonesia.

Lebih lanjut, pitutur yang dibawakan dalam wayang kulit adalah bentuk representasi dari nilai budi pekerti bangsa Indonesia, yang mana sebagai pembelajaran untuk generasi muda.

Sebagai generasi yang akan melanjutkan estafet pemberdayaan budaya, seyogyanya mulai sedini mungkin anak-anak harus diperkenalkan dengan budaya Nusantara.

Langka yang paling relevan untuk saat ini adalah dengan membentuk pagar budaya tiap desa, dan membuat even tahunan, seperti sedekah bumi dan lainnya, untuk mementaskan kearifan lokal yang daerah tersebut miliki dengan bantuan pihak ketiga, misalnya sponsor.

Dengan dukungan sponsor tersebut, maka dipastikan tidak menggunakan dana desa, terlebih ini akan menjadi integritas dan kolaborasi antara perusahaan, atau pengusaha bersama masyarakat lokal untuk mengabadikan kebudayaan dan kearifan lokal secara nyata.

Selain itu, tema yang dibawakan dalam pementasan tersebut harus di update sesuai jaman sekarang, cerita-cerita dalam pewayangan diubah dengan refleksi yang terjadi saat ini.

Dengan catatan tidak menghilangkan keotentikan dari pementasan budaya tersebut, hal ini untuk menggaet para generasi sekarang, yang umumnya sudah enggan untuk melihat pementasan budaya.

Budaya sudaya menjadi urat nadi yang tak bisa dipisahkan, dengan begitu jika budaya telah hilang maka, separuh dari jatidiri bangsa pun hilang.

Terlebih budaya-budaya Nusantara tidak sedikit juga yang diklaim oleh negara lain, tentunya ini akan merugikan kekayaan dan keragaman, dan juga menghilangkan integritas bangsa.

Oleh karena itu, patutlah sebagai generasi muda untuk tidak melepaskan budaya yang ada sebagai bukti bangsa yang akan abadi dengan budaya.

Apalagi jika budaya bangsa telah dikenal oleh dunia, ini yang akan menambah pengenalan dunia untuk mengenal Indonesia lebih jauh.

Sebagai bangsa yang kaya, dan sebagai bangsa yang tersusun dari ratusan budaya adat, istiadat dan keragaman, yang tak dimiliki oleh negara manapun didunia, termasuk tradisi nenek moyang, yang telah lama ada.

Untuk menjaga urat nadi budaya Nusantara.

Sumber referensi: https://jendela.kemdikbud.go.id/v2/kebudayaan/detail/wayang-aset-budaya-nasional-sebagai-refleksi-kehidupan-dengan-kandungan-nilai-nilai-falsafah-timur

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

IM
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini