Ruang Budaya Melalui Jurnalisme, Merawat dengan Informasi

Ruang Budaya Melalui Jurnalisme, Merawat dengan Informasi
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023#PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbunguntukMelambung

Budaya dan tradisi nenek moyang selalu mengikat akan nilai historis atas eksistensinya, seperti kebudayaan Indonesia yang diperkirakan hadir sejak orang-orang dahulu hidup berkelompok di hulu sungai daerah Yunan, Asia Tenggara. Meski banyak diskursus tentang asal muasal bangsa Indonesia yang membentuk budaya-budaya lokal, dewasa kini pemuda lebih banyak mendiskusikan budaya luar mengikuti arus globalisasi di media sosial dan jejaring internet.

Data dari GoodStats Juni 2023, menunjukkan pengguna media sosial mencapai 167 juta orang, di mana 153 juta adalah pengguna dewasa. Platform media sosial menjadi kebutuhan primer penduduk Indonesia mencerna informasi, baik itu hanya sekadar humor netizen, curhatan anak muda yang kandas atau gosip artis belaka. Media sosial tentu menjadi ruang bebas bicara, teknologi ini dimainkan oleh media massa digital memberitakan sesuai kode etiknya.

Transformasi pemberitaan konvensional ke digital jauh lebih diterima anak muda sebab terbiasa menjajaki dunia maya. Perihal budaya asing di mata anak muda sebenarnya mereka memiliki keinginan untuk mendalami, merawat dan mengajarkan kebudayaan lokal, namun harapan demikian sulit untuk diaminkan karena asupan informasi massif di media sosial selalu menyodorkan kepada trend asing.

Salah satu studi dari Universitas Negeri Surabaya (UNS), menjelaskan kecenderungan anak muda ketika menyikapi budaya asing, dua diantaranya adalah menyesuaikan dan selektif. Sikap kritis yang berpacu pada norma sudah menjadi hal dasar meresponsnya juga memilah menjadi jalan alternatif menentukan sikap. Oleh sebab itu, cita-cita melestarikan budaya bisa dilakukan dengan memperbanyak konten budaya lokal dengan pemberitaan serta riset-riset yang menarik.

Bukan hal yang baru mengenai jurnalisme budaya, media umumnya memiliki rubrik khusus tentang budaya. Tidak hanya media massa berskala internasional dan nasional semata, media lokal dan pers mahasiswa menjadi alternatif informasi kebudayaan sampai kepada masyarakat setempat. Penyelenggara kegiatan budaya juga perlu memaksimalkan peran media, tidak cukup hanya pelaksanaannya tetapi lebih dari itu, mengedukasi masyarakat lewat peliputan.

Apalagi kini, budaya tidak terbatas pada masalah tarian, pakaian adat, ritual dan alat musik daerah, jurnalisme budaya juga perlu mengarah pada pop culture, sub culture, counter culture, culture policy, culture heritage, multiculturalism, culture studies dan cancel culture. Upaya penulis dalam memahami persoalan ini dilakukan dengan peliputan yang output-nya bisa dipublikasikan di website dan media sosial.

Semisalnya, mengutip suakaonline.com, peliputan mengenai budaya Damar Kurung yang dipopulerkan Novan Effendy dari Jawa Timur di Bandung, khususnya dalam lingkup ruang pertukaran budaya dengan institusi kebudayaan Jerman, Goethe-Institut. Ini adalah bentuk culture studies dan culture heritage yang masih diperkenalkan kepada masyarakat lokal maupun internasional.

Meksi pun kurang massif melakukan peliputan budaya demikian, penulis tetap mendorong di kalangan media anak muda di kampus, yakni Pers Mahasiswa (Persma) untuk tetap konsisten menyediakan ruang bagi isu-isu kebudayaan. Hal ini bisa dipantau bagaimana Suara Mahasiswa UI di rubrik Senbud, LPM Suaka dengan Pendidikan dan Kebudayaan dan Persma lainnya. Mahasiswa menjadi bagian anak muda yang berpengaruh, menggerakan intelektualitas dengan perannya.

Maka, jurnalisme budaya tidak boleh mati, arus budaya di platform TikTok, Instagram dan X sangat dicampuradukkan oleh budaya luar, penabrakan batas norma, misinformasi dan propaganda. Kiranya, peradaban Indonesia agar lebih harmonis dan damai adalah dengan menekan kegiata-kegiatan budaya supaya lebih mendapat atensi. Tidak lupa, keterlibatan media tidak boleh dipisahkan agar ruang komunikasi budaya di tataran masyarakat bisa dilakukan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini