Perahu Phinisi Budaya Sulsel Yang Mendunia

Perahu Phinisi Budaya Sulsel Yang Mendunia
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbunguntuk Melambung

Kapal Phinisi merupakan alat transportasi laut yang digunakan oleh masyarakat Bugis, Makassar dan Mandar, pada zaman dahulu ketika mengarungi lautan hingga ke penjuru dunia.

Pada zaman itu, Phinisi yang terbuat dari kayu digunakan oleh masyarakat untuk berdagang, dan mengangkut barang dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Kapal ini memiliki keunikan pada dua tiangnya yang sangat kuat dan terlihat istimewa.

Kemegahan lain yang dimiliki oleh Phinisi, berbeda dengan perahu lainnya. Terdapat tujuh layar besar, tiga terletak di bagian depan, dua di bagian belakang dan duanya berada di tengah.

Dilansir dari berbagai sumber tujuh tiang pada kapal tradisional ini, memiliki makna bahwa orang tua dahulu khususnya dari suku Bugis di Sulawesi-Selatan mampu berlayar di tujuh samudera.

Selain terlihat megah, alat transportasi laut yang menjadi ikon teknik kapal Nusantara ini, memiliki makna yang syarat dengan agama Islam. Pada tujuh layarnya, sama dengan jumlah ayat pada surah Alfatihah.

Pada zaman dulu, kapal tradisional ini, digunakan para pedagang untuk mengangkut barang jualannya. Tidak hanya antar daerah tetapi, kapal keren ini pun sampai ke mancanegara. Seiring perkembangan zaman, Phinisi sudah menjadi alat transportasi moderen yang keren. Biasanya digunakan untuk pariwisata.

Sejarah Phinisi

Jika mendemgar sejarah pembuatan Phinisi. Konon kabarnya perahu ini dibuat pertama kali oleh seorang anak raja asal kabupaten Luwu Sulawesi-Selatan, bernama Sawerigading.Kapal tersebut dia gunakan untuk ke negeri Tiongkok melamar We Cudai. Seorang putri raja Tiongkok yang merupakan saudara sepupunya sendiri.

Putra mahkota kerajaan Luwu itu, pun takkehabisan akal. Untuk mengarungi lautan luas. Dia mengarahkan seluruh anggotanya mengumpulkan kayu Walenreng. Sayang sekali, kayu yang dianggap sangat keramat tersebut tidak bisa ditebang oleh siapapun karena dipohon tersebut dipercayai ada penunggunya.

Sehingga diadakanlah upacara ritual untuk memindahkan sang penunggu pohon. Nenek Sawerigading yang pada waktu itu, dikenal sebagai maha guru memimpin langsung ritual tersebut. Sehingga pohon Walenreng bisa di tebang.

Setelah perahu berhasil dibuat maka digunakanlah oleh Sawerigading ke negeri Tiongkok mencari We Cudai. Setelah menikah, bertahun-tahun dia tinggal di Tiongkok. Kemudian karena kerinduan dengan keluarganya di tanah Luwu,nakhirnya dia pulang menggunakan perahu tersebut.

Di tengah perjalanan Phinisi yang dia buat dan gunakan untuk pulang, dihantam ombak di tengah lautan. Perahu terdampar di tanah Ara Tanjung Bira, kabupaten Bulukumba. Masyarakat Bulukumba menyusun kembali kepingan-kepingan perahu tersebut sampai menjadi utuh.

Ritual pembuatan perahu Phinisi

Membuat perahu Phinisi tidak hanya asal membuat. Banyak ritual yang dilakukan dan para pembuat perahu meyakini hal itu. Sebelum menebang pohon Walenreng, sebelumnya ada ritual memotong ayam agar roh halus yang ada dalam pohon tidak membawa dampak buruk.

Setelah kayu yang akan digunakan untuk membuat Phinisi dikeringkan, digelar serangkaian doa agar perahu yang perahu bisa digunakan dengan baik sesuai fungsinya. Pemotongan kayu pun harus dimulai dari bagian ujungnya. Setelah ritual pembuatan juga ada ritual mendorong perahu ke laut.

Mendorong Perahu

Setelah pembuatan perahu biasanya para pengrajin kembali melakukan ritual sebagai rangkaian festival Phinisi. Sebuah tradisi yang dilakukan setelah perahu dibuat dan digelar oleh pemerintah kabupaten Bulukumba, sebagai kabupaten yang terkenal dengan daerah pembuatan phinisi.

Pada tradisi ini, perahu yang sudah selesai di dorong ke laut untuk digunakan berlayar. Tradisi mendorong perahu ini, tidak pernah luntur dari tahun ke tahun. Bahkan pemerintah dan masyarakat terus melestarikannya.Tradisi mendorong perahu ke laut setelah dibuat sebagai simbol etos kerja masyarakat.

Sumber:

makassarexplore

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini