mBatik Space: Ketika Membatik Menjadi Sarana Ekspresi Diri dan Sarana Healing Anak Muda

mBatik Space: Ketika Membatik Menjadi Sarana Ekspresi Diri dan Sarana Healing Anak Muda
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023
#PekanKebudayaanNasional2023
#IndonesiaMelumbunguntukMelambung

Tren berkain bersama yang sejak tahun 2021 digaungkan di berbagai media sosial oleh para influencer telah berhasil mengembalikan budaya mengenakan batik dan wastra lainnya dalam kegiatan sehari-hari. Dilansir dari LPM Balans, di tahun 2021 saja, video-video bertagar #BerkainBersama di kanal TikTok telah menggaet 208,2 juta penonton. Tingginya ketertarikan publik akan tren ini membuat aktivis-aktivis batik semakin gencar mengadakan pagelaran busana bertajuk batik Indonesia. Tentu saja, seluruh upaya ini sangat membantu meningkatkan kesadaran anak muda untuk ikut melestarikan kebudayaan Indonesia.

Namun, kekurangan terbesar dari upaya pelestarian batik di Indonesia adalah terlalu memposisikan batik sebagai objek, atau suatu barang yang dibeli dan dikenakan saja, alih-alih memposisikannya sebagai produk dari suatu proses panjang yang perlu diwariskan secara turun-temurun. Akibatnya, meski ketertarikan anak muda terhadap batik semakin tinggi, nyatanya regenerasi pembatik di berbagai daerah tetap sulit. Contohnya, Dewan Kerajinan Nasional menyebutkan bahwa 4.200 pembatik di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) rata-rata berusia 50 tahun ke atas. Begitupun di Cirebon, dimana lebih dari 4.600 pembatiknya rata-rata berusia 45 tahun ke atas, berdasarkan laporan dari bandung.bisnis.com. Pemerintah maupun pengusaha dari daerah-daerah lainnya, seperti Pekalongan, Bantul, dan Malang, juga semakin menyerukan pentingnya upaya regenerasi pembatik. Karena tanpa adanya regenerasi, tidak akan ada tokoh-tokoh pembatik di masa mendatang yang bisa melanjutkan kebudayaan ini. Oleh karena itu, melestarikan batik tidak bisa hanya dengan sekedar mengajak anak muda untuk memakai batik. Anak muda harus terlibat aktif dalam menjadi pembatik. Caranya dimulai dengan memperkenalkan mereka pada proses membatik itu sendiri.

Hal ini menjadi tantangan di dunia modern dimana semua hal harus serba cepat. Proses membatik yang lama serta membutuhkan banyak ketelatenan dan kesabaran dianggap membuang-buang waktu belaka karena tidak bisa membawa keuntungan dan kepuasan instan. Maka, upaya pelestarian proses membatik harus mempertimbangkan sudut padang generasi muda yang tumbuh di dunia serba cepat, sekaligus mengembalikan proses membatik pada hakikatnya: Sebuah kesenian untuk alat ekspresi diri dan relaksasi.

Murid-murid Sekolah Cikal Surabaya mendaftarkan diri di acara mBatik Space | Foto: Rionando Suwarto
info gambar

'mBatik Space' yang diadakan pada 30 Oktober 2023 menggunakan prinsip tersebut dalam memperkenalkan proses membatik kepada murid dan guru Sekolah Cikal Surabaya. Acara yang saya inisiasi bersama OSIS SMA Cikal Surabaya ini menekankan dua hal, yaitu membatik untuk sarana ekspresi diri dan membatik untuk healing. Dalam implementasinya, pengunjung 'mBatik Space' diajak untuk mengekspresikan diri dengan menggambar sesuka hati menggunakan canting pada selembar kain polos. Kemudian, pengunjung bisa membeli paket nyolet, atau mewarnai batik menggunakan kuas. Selain untuk memperkenalkan pengunjung dengan salah satu teknik pewarnaan batik, diharapkan paket ini bisa menjadi sarana healing atau relaksasi penggunanya, layaknya sedang melukis. Hasil penjualan paket nyolet ini juga akan didonasikan untuk membantu upaya pelestarian batik lainnya. Terakhir, pengunjung dapat menguji pengetahuan mereka tentang batik dengan mengikuti kuis berhadiah produk kerajinan batik.

Menggunakan perspektif anak muda dalam pelestarian proses membatik terbukti berhasil. Puluhan murid dan guru Sekolah Cikal Surabaya dari jenjang SD hingga SMA turut meramaikan acara ini. Pada awalnya, kebanyakan murid-murid yang terlibat masih terlihat ragu dalam belajar mencanting tanpa menggunakan bantuan pola. Alasannya karena mereka ragu akan apa yang ingin digambar dan takut bila hasil mencanting mereka tidak rapi. Namun setelah melihat beberapa panitia dengan asyik menggambar menggunakan canting tanpa terlalu mengkhawatirkan kualitas hasilnya, satu per satu murid mulai ingin mencoba. Saat puncak acara berlangsung, seluruh murid dan guru yang terlibat telah menemukan kesenangan dalam mencanting dengan menggambar bunga, hewan, makanan, hingga karakter fiksi favorit tanpa ada rasa ragu atau takut.

Acara 'mBatik Space' menjadi bukti bahwa regenerasi pembatik bisa terus diupayakan dengan beberapa kunci sebagai berikut. Pertama, pahami perspektif atau sudut pandang anak muda. Tunjukkan bahwa proses membatik yang berdurasi lama bisa menjadi kesempatan untuk beristirahat atau healing dari dunia yang serba cepat, sekaligus menjadi kesempatan untuk mereka mengekspresikan diri. Kedua, hargai proses belajar. Kesalahan-kesalahan seperti goresan malam yang tidak rata atau tetesan malam sangat wajar dilakukan pembatik pemula. Berikan kepercayaan bahwa mereka bisa menjadi semakin mahir dan memperbaiki kesalahan-kesalahan tersebut, asalkan tetap berkomitmen untuk belajar. Pada akhirnya, hal yang paling utama dalam upaya pelestarian batik adalah memiliki prinsip untuk memprioritaskan proses membatik, bukan hanya hasilnya. Anak muda pun harus menjadi pelaku dalam proses ini, bukan lagi pengguna batik semata.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AF
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini