Simbol Perahu yang Mengantar Roh para Leluhur kepada Keabadian

Simbol Perahu yang Mengantar Roh para Leluhur kepada Keabadian
info gambar utama

Pada masa prasejarah, perahu tidak hanya berfungsi sebagai alat transportasi, Tetapi berfungsi pula dalam kegiatan keagamaan, motif pada nekara dan tekstil, serta terlihat dalam motif atap rumah.

Bentuk perahu dalam upacara keagamaan masyarakat Indonesia digunakan sebagai peti mati, sebagai sarkofagus, motif pada nekara maupun kain, dan sebagai tempat melakukan kegiatan upacara.

Fenomena Hustle Culture di Mata Generasi Muda, Masih Ada?

Penggunaan bentuk perahu dalam peti mati dan sarkofagus didasari oleh pendapat tentang adanya kehidupan setelah kematian. Bentuk tradisi ini masih bisa ditemukan di beberapa tempat hingga abad ke 19.

“Perahu dianggap sebagai kendaraan arwah nenek moyang menuju keabadian,” tulis Ira Adriati dalam Perahu Sunda - Kajian Hiasan pada Perahu Nelayan di Pantai Utara dan Pantai Selatan Jawa Barat.

Bentuk budaya

Disebutkan oleh Ira, bentuk perahu arwah bisa dilihat dalam bentuk sarkofagus di masyarakat Batak Toba, Sumatra Utara yang disebut parholian. Sarkofagus ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan tulang belulang dari golongan ningrat.

Bentuk perahu terefleksi pada bagian atas atau tutup parholian yang berbentuk lunas perahu maupun pada bagian bawah parholian yang berbentuk trapesium yang menyerupai badan perahu.

Limasan, Rumah Adat Masyarakat D.I.Yogyakarta di Pulau Jawa: Ini Ceritaku Menginap Disana!

Pada bagian depan ditutup atau disebut haluan, diletakkan patung berbentuk kepala monster yang disebut singa. Singa melambangkan kesuburan dan penjaga manusia dari marabahaya.

Sementara itu pada bagian bawah singa terdapat patung laki-laki yang sedang jongkok. Sedangkan pada bagian buritan dari tutup parholian terdapat patung wanita yang juga sedang duduk.

“Dinding parholian dipenuhi oleh hiasan berupa komposisi pilin berganda, stilasi tumbuhan, dan ikan,” jelasnya.

Peti mati berbentuk perahu

Selain di Suku Bataka, Suku Ngaju dan Ot Danum di Kalimantan Barat memiliki kebiasaan membuat peti mati berbentuk perahu. Peti mati antara pria dan wanita dalam tradisi mereka pun dibedakan.

Peti mati bagi pria disebut banama rohong yang menggunakan hiasan ular air, sedangkan bagi wanita disebut banama tingang, yang menggunakan hiasan burung enggang. Dalam ornamen itu juga digambarkan sosok yang memimpin upacara kematian.

“Selama perjalanan, sosok itu menjaga mayat hingga sampai ke kehidupan baru,” paparnya.

Melestarikan Budaya dalam Arus Globalisasi

Sementara itu di Desa Apatana, Kepulauan Selayar, Sulawesi memiliki kepercayaan bahwa nyawa orang yang telah mati harus melakukan perjalanan panjang untuk menemukan tempat beristirahat.

Untuk memudahkan perjalanan, keluarga harus membuatkan perahu untuk jenazahnya. Perahu kemudian diberi muatan bermacam-macam perlengkapan yang berharga seperti perhiasan agar orang yang telah wafat menjadi tenang.

“Perahu itu tidak benar-benar dilayarkan. Setelah berisi jenazah. Perahu ditempatkan di bukit-bukit. Perahu tersebut dinamakan duni. Tidak terlihat adanya penggunaan hiasan pada perahu arwah jenis tersebut,” urainya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini