Pergeseran Kebijakan: Thailand Terapkan Larangan Penggunaan Ganja untuk Rekreasi

Pergeseran Kebijakan: Thailand Terapkan Larangan Penggunaan Ganja untuk Rekreasi
info gambar utama

Pemerintah Thailand telah mengusulkan pelarangan penggunaan ganja untuk rekreasi dan memberlakukan sanksi yang lebih berat bagi pelanggar melalui rancangan undang-undang terbarunya. Langkah ini bertujuan untuk mengisi kekosongan hukum di negara ini setelah sebelumnya Thailand menjadi negara pertama di Asia yang melegalkan ganja.

Rancangan undang-undang baru, yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan pada 9 Januari, melarang merokok ganja dan penggunaannya dalam bentuk lain untuk tujuan rekreasi. Selain itu, penggunaan tanaman ganja atau produknya akan dibatasi hanya untuk tujuan medis dan kesehatan.

RUU ini merupakan langkah terbaru oleh pihak berwenang untuk mengatur industri tersebut, terutama setelah RUU sebelumnya gagal mendapatkan dukungan di parlemen. Langkah ini juga sejalan dengan janji kampanye Perdana Menteri Srettha Thavisin untuk membatasi penggunaan ganja hanya untuk tujuan medis, sebagai respons terhadap kekhawatiran tentang potensi risiko kecanduan.

Menurut rancangan undang-undang yang diusulkan, siapa pun yang menggunakan ganja untuk rekreasi akan dikenai denda hingga 60.000 baht (setara dengan $1.715,76). Mereka yang menjual ganja atau ekstraknya untuk tujuan rekreasi bisa menghadapi hukuman penjara hingga satu tahun, denda 100.000 baht (setara dengan $2.859,59), atau keduanya. Selain itu, mengemudi di bawah pengaruh ganja dapat mengakibatkan denda hingga 20.000 baht (setara dengan $571,92) atau hukuman penjara satu tahun.

Industri ganja di Thailand berada dalam situasi ambigu setelah tanaman tersebut tidak lagi dianggap sebagai narkotika pada tahun 2022. Keputusan ini telah menyebabkan peningkatan jumlah tempat penjualan di seluruh negara, mencapai lebih dari 6.000 tempat penjualan. Tempat-tempat penjualan ini menawarkan berbagai produk, mulai dari kuncup ganja hingga ekstrak minyak dengan kandungan tetrahidrokanabinol kurang dari 0,2 persen - senyawa psikoaktif yang memberikan pengguna pengalaman "mabuk." Oleh karena itu, pemerintahan baru berupaya mengisi kekosongan regulasi yang ditinggalkan oleh deklasifikasi ganja sebagai narkotika.

Dalam peraturan yang diusulkan, setiap bentuk iklan atau promosi untuk kuncup atau ekstrak ganja, termasuk perangkat merokok, akan dilarang. Pemerintah juga akan memberlakukan persyaratan lisensi yang lebih ketat untuk penanaman, penjualan, ekspor, dan impor ganja.

Setelah peraturan baru berlaku, para petani akan memiliki waktu 60 hari untuk mengajukan lisensi, sementara tempat penjualan yang sudah ada akan diizinkan untuk terus beroperasi hingga mereka memperbarui lisensi mereka.

Namun, pemerintah belum menyatakan niatnya untuk mengubah status ganja sebagai narkotika, yang dapat mengakibatkan hukuman penjara dan denda yang lebih berat.

Kementerian Kesehatan masih memiliki kewenangan untuk memperbarui dan membuat perubahan pada rancangan undang-undang sebelum diserahkan ke Kabinet. Rancangan undang-undang tersebut kemudian akan diajukan ke Parlemen untuk persetujuan. Publik dan industri memiliki waktu hingga 23 Januari untuk memberikan masukan terhadap rancangan undang-undang tersebut.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Diandra Paramitha lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Diandra Paramitha.

Terima kasih telah membaca sampai di sini