Wisata di Cagar Alam Pangandaran, Jawa Barat, Ini Peran Komunikasi untuk Konservasi Alam

Wisata di Cagar Alam Pangandaran, Jawa Barat, Ini Peran Komunikasi untuk Konservasi Alam
info gambar utama

Pangandaran terkenal dengan wisata airnya. Ada Green Canyon, sungai besar yang saat musim kemarau airnya berwarna hijau. Di sana kita bisa menaiki kapal ke suatu titik pemberhentian, lalu berenang hingga ke ujung sungai.

Jika berani, Kawan Gnfi bisa menaiki tebing untuk terjun ke arah sungai. Di tempat lain banyak juga curuk atau air terjun dari yang kecil hingga besar, bermain banana boat dan donat, menaiki kapal, dan snorkelling di pasir putih, bermain ombak dan surfing di Pantai Batu Karas, atau melihat penangkaran konservasi penyu di Pantai Batu Hiu.

Jika tidak ingin bermain air, kamu bisa menikmati kuliner mulai dari makanan lokal hingga western food. Ada warung makan Sunda yang view-nya laut, makanan lokal Indonesia seperti bakso yang ciri khasnya ditambahkan tauge yang berada di terminal, ayam bakar dekat pasar utama, hingga seafood dekat pasar ikan.

Selain itu, ada juga makanan barat seperti bola-bola daging, es krim kreasi, dan pizza yang pemiliknya adalah orang nonlokal. Terdapat café beralaskan pasir pantai di sepanjang pinggir pantai seperti di Bali. Dinikmati sembari melahap chicken cordon blue atau minum beraneka macam teh sambil menikmati angin pantai dan melihat sunrise atau bintang di langit saat menjelang malam hari tentu menyenangkan.

Masih teringat jelas tahun 2006 terjadi tsunami setinggi 8 meter yang menyebabkan banyak korban jiwa dan kerusakan bangunan, terutama di sepanjang pinggir pantai yang berpasir hitam akibat dari gempa bumi berkekuatan 7,7 (id.wikipedia.org).

Jika dilihat dan diamati, memang tidak ada tanaman atau pohon yang berfungsi sebagai pelindung dari tsunami. Hanya ada bangunan untuk berjualan makanan, souvenir dan pakaian pantai. Teman saya yang merupakan orang lokal bercerita bahwa ada yang selamat saat berada di sekitar Cagar Alam Pangandaran karena melarikan diri ke arah hutan yang memiliki kelerengan tinggi.

HKAN 2023, Menteri LHK Berikan 18 Anugerah Konservasi Alam

Mari Mengenal Cagar Alam Pangandaran

Cagar Alam Pangandaran terletak di Desa Pangandaran, Kab. Pangandaran, Jawa Barat. Cagar Alam Pangandaran berdampingan dengan TWA Pangandaran (id.wikipedia.org). Di sana, kita bisa mengunjungi Situs Batu Kalde, Goa Parat, Batu Meja, Goa Jepang, Goa Lanang, Goa Panggung, dan Pemandian Cirengganis.

Di Goa Parat, pengunjung dapat bertemu Landak Jawa (Hystrix javanica). Namun, tentu saja kita perlu membawa senter karena ini adalah goa alam yang tidak ada pencahayaan. Hal lainnya yang menarik adalah melihat sunrise di pantai timur dan sunset di pantai barat, trekking ke dalam hutan untuk mencari sungai yang ada di dalam dan di pinggir tebing kawasan hutan, atau ke pantai pasir putih untuk snorkelling atau hanya sekedar berfoto.

Ada pengalaman yang tidak biasa dari satwa liar yang ada di sini ketika saya berkunjung, yakni melihat rusa yang berjalan ke luar kawasan dan mendekati sumber makanan. Tak hanya itu, ada juga kera yang dengan sigapnya mendekat dan mengambil coklat dari tangan saya.

Kera lainnya mengincar minuman kemasan dari pengunjung, kemudian dengan cepat membuka tutup botolnya untuk diminum.

Pengalaman seru lainnya adalah ketika melihat para hewan ini berenang di pantai pasir putih saat siang hari. Orang lokal bercerita hal tersebut biasa terjadi terutama saat musim kemarau.

Daya tarik wisata di sini sudah tidak diragukan lagi. Namun, tentu saja ada beberapa faktor kerentanan yang perlu diperhatikan, salah satunya bencana tsunami seperti yang sudah pernah terjadi sebelumnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan reduksi tsunami sebagian besar Cagar Alam Pangandaran berada pada kelas efektif. Itu karena penggunaan lahannya didominasi oleh hutan yaitu lebih dari 90% dengan kerapatan vegetasi yang tinggi dan sisanya adalah bangunan. Ini merupakan salah satu faktor yang membuat Cagar Alam Pananjung dapat berperan dalam meminimalkan dampak terjadinya tsunami (Denny Susanto dkk., 2019).

Kedua, adanya bunga Raflesia yang langka sehingga perlu dijaga kondisi tempat tumbuhnya, terutama dari bencana alam. Ketiga, satwa liar seperti landak, rusa, dan monyet yang justru terlihat mendekati manusia atau sumber makanan dan minuman hingga berada di luar kawasan hutan.

Keempat, masih adanya nelayan yang menangkap ikan di kawasan Cagar Alam. Terakhir, ramainya wisatawan yang berkunjung perlu disesuaikan dengan daya dukung dan daya tampungnya.

Dalam hal ini, perlu adanya kerja sama antarpihak, baik dari sisi pengelola maupun masyarakat sehingga meminimalkan konflik.

Prabu Siliwangi dengan Jejak Kecintaan dan Konservasi Alam pada Zaman Pajajaran

Hasil analisis artikel di media massa oleh L. R. Wibowo (2009) menyebutkan bahwa pada wilayah HPH, HTI dan kawasan konservasi ada 5 penyebab utama konflik yaitu perambahan hutan, pencurian kayu, perusakan lingkungan, tata batas kawasan atau akses atau alih fungsi kawasan.

Dikutip dari Supriharyono (2007), ada penyebab mengapa itu terjadi. Di antaranya adalah kurangnya sosialisasi atau tidak terlibatnya masyarakat untuk berembug, supervisi yang tidak kuat, tidak adilnya pengambilan sanksi atas pelanggaran, di satu sisi pengawasan sangat ketat bagi masyarakat di dalam kawasan, tetapi sangat lemah terhadap masyarakat yang berasal dari luar.

Peran komunikasi terhadap pengunjung dan masyarakat sekitar hutan dalam menjaga kelestarian hutan berkelanjutan di Cagar Alam Pangandaran perlu dilakukan sebagai solusi atas ketidakseimbangan pemanfaatan fungsi ekonomi dan fungsi ekologi hutan oleh manusia.

Diperlukan sebuah kegiatan komunikasi yang efektif dalam mengembangkan hutan yang berkelanjutan seperti pada sosialisasi program PHBM. Upaya tersebut dem

merubah perilaku masyarakat dalam memanfaatkan fungsi hutan yang tidak seimbang dan berdampak pada rusaknya fungsi ekologi hutan.

Peran Komunikasi dalam Konservasi

Pertanyaannya, komunikasi yang bagaimana sehingga dapat mengajak pengunjung dan masyarakat sekitar hutan dalam ikut serta menjaga kelestarian hutan yang berkelanjutan? Kita perlu tahu dulu siapa sasarannya. Eduard Depari dan Colin MacAndrews (2006) menjelaskan, di negara berkembang, masyarakat pedesaan masih tetap mengandalkan komunikasi antar pribadi yang bersifat tatap muka sebagai sistem komunikasi mereka.

Perbedaan sistem komunikasi antarkota dengan desa tersebut menyebabkan desa di negara-berkembang mengandung makna psikologis sedangkan bagi negara maju maknanya geografis. Lalu dilanjutkan dengan advokasi.

Policy Project workshop participants dalam Chandra Kirana (2000), advokasi adalah seni mempengaruhi orang per orang, atau pengambilan keputusan secara kolektif atau penentuan kebijakan untuk mempengaruhi perubahan yang positif dalam suatu isu atau situasi.

Diharapkan jika kesadaran kolektif meningkat akan menjadi norma dan kontrol sosial yang berlaku di masyarakat. Seperti disebutkan oleh Wowo S. Kuswana (2014), faktor lingkungan mempunyai power besar yang mempengaruhi perilaku, bahkan terkadang lebih besar dari karakteristik individu.

Kemeriahan Puncak Peringatan Hari Konservasi Alam Nasional 2021 di Pantai Lasiana NTT

Banyak faktor dari masa lalu, sekarang, masa depan yang mempengaruhi perilaku manusia. Lingkungan secara timbal balik mempengaruhi sikap dan perilaku; dan terjadi saat mempunyai kekuatan dari dalam untuk merenungkan sikapnya sendiri.

Cara lainnya adalah dengan akulturasi budaya misal dengan memasukkannya dalam cerita pewayangan, larung laut, kegiatan keagamaan, permainan dan lagu daerah atau lainnya. Dikutip dari Agung Nugraha dan Murtijo (2013), diharapkan pengelolaannya dari dominasi negara menjadi dominasi masyarakat.

Sumber:

  • Depari, Eduard dan Colin MacAndrews. 2006. Peranan Komunikasi Massa Dalam Pembangunan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
  • Gempa bumi dan tsunami Jawa 2006. Diakses pada tanggal 26 Februari 2024 dari https://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi_dan_tsunami_Jawa_2006
  • Kuswana, Wowo Sunaryo. 2014. Biopsikologi Pembelajaran Perilaku. Bandung: Alfabeta.
  • Kirana, Chandra. 2000. Perencanaan Strategi Komunikasi Advokasi Manual untuk Fasilitator. Bogor: WWF, NTC, WRI, USAID
  • Nugraha, Agung dan Murtijo. 2013. Antropologi Kehutanan. Banten: Wana Aksara.
  • Supriharyono. 2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  • Susanto, Denni, Lies Rahayu Wijayanti Faida dan Sunarto. 2019. Pemodelan Efektivitas Hutan Pantai di Cagar Alam Pananjung Pangandaran Sebagai Buffer Tsunami. Jurnal Ilmu Kehutanan, 6-13. https://doi.org/10.22146/jik.46139
  • Wibowo, L. R., C. Woro Murdiati Runggandini dan Subarudi. 2009. Konflik Sumber Daya Hutan dan Reformasi Agraria Kapitalisme Mengepung Desa. Yogyakarta: Alfamedia dan Palma Foundation.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan. Artikel ini dilengkapi fitur Wikipedia Preview, kerjasama Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.

AP
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini