Mengenal Tradisi Malam Ketupat, Cara Orang Betawi Rayakan Malam Lailatul Qadar

Mengenal Tradisi Malam Ketupat, Cara Orang Betawi Rayakan Malam Lailatul Qadar
info gambar utama

Masyarakat Betawi memiliki tradisi untuk makan ketupat sebelum Lebaran. Tradisi Malam Ketupat ini dilakukan pada malam-malam ganjil setelah 17 Ramadan. Tradisi ini dilakukan untuk mencari Lailatul Qadar.

Dimuat dari Republika, Ustaz Karsan seorang tokoh Betawi menuturkan tradisi malam ketupat dilakukan saat malam yang disebut masyarakat Betawi sebagai malam likuran. Biasanya tradisi ini dilakukan bergilir pada 21, 23, 25, 27, dan 29 Ramadan.

Dia mengatakan, tujuan dari pelaksanaan tradisi ini yaitu menyambut malam Lailatul Qadar dengan sukacita. Sehingga masyarakat Betawi mau datang ke masjid atau mushola untuk beribadah bersama.

Gurihnya Bubur Suro, Takjil Khas Ramadan yang Sudah Eksis sejak Zaman Sunan Bonang

“Bulan puasa ini bulan gembira,” ujar pengelola Kampung Betawi di Setu Babakan.

Masyarakat Betawi umumnya kompak dan berpendirian kuat memegang tradisi. Pengelola perkampungan budaya Betawi lainnya, Indra menyebut masyarakat Betawi biasanya mengadakan acara ini setelah malam Nuzulul Quran.

“Masyarakat percaya malam-malam itulah saat turunnya Lailatul Qadar. Walaupun lanjutnya, pada dasarnya malam-malam penuh rahmat terdapat pada satu bulan penuh Ramadan,” ucapnya.

Ada kue abug

Ada beberapa makanan unik yang hadir dalam tradisi malam ketupat. Selain ketupat, ada juga makanan yang disebut buras (bubur beras). Makanan ini sekilas seperti lontong tapi dibungkus menggunakan daun pisang.

Kehadiran ketupat dan buras pada malam setelah 17 Ramadan ini mengajak umat Islam agar bersemangat meramaikan masjid. Maklum saja, pada malam-malam terakhir di bulan Ramadan, biasanya tempat ibadah mulai sepi.

Survei Membuktikan, Inilah Merek Air Mineral Pilihan selama Ramadan 2024

Bukan hanya dua makanan itu, tetapi ada juga kue abug yang tersedia. Karsan menyatakan dahulu panganan itu sangat populer bagi masyarakat Betawi. Namun kini, karena semakin beragamnya makanan, kue ini sulit ditemukan.

Kue abug merupakan kue yang dibuat dari beras yang ditumbuk atau tepung beras ketan. Di dalamnya diisi dengan gula merah dan kelapa. Bentuknya segitiga dan dibungkus dengan daun pisang.

“Pada era 1970-an, hampir semua warga membuat kue abug,” lanjutnya.

Menyantap bersama

Masyarakat Betawi biasanya menyantap aneka hidangan itu setelah melaksanakan Salat Tarawih. Sembari menikmati hidangan malam, warga Betawi berbincang-bincang hingga pertengahan malam.

Indra menjelaskan ketupat merupakan bagian dar panganan masyarakat Betawi yang mempunyai filosofi pemersatu. Sehingga dahulu setiap masjid selalu menghadirkan ketupat saat akhir bulan Ramadan.

Bulan Ramadan Beri Berkah Bagi Industri Pengolahan

“Meski tidak semua mushola atau masjid kampung menggelar tradisi ini, di kampung Betawi tradisi tersebut masih dijalankan,” paparnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini