Tradisi Pasola, Atraksi Menunggang Kuda yang Menantang dan Berbahaya di NTT

Tradisi Pasola, Atraksi Menunggang Kuda yang Menantang dan Berbahaya di NTT
info gambar utama

Ketika berbicara tentang budaya, kita pasti akan merasakan sesuatu yang unik. Apalagi berbicara tentang budaya daerah yang belum pernah dikunjungi, tentu akan membuat kita semakin penasaran untuk melihat keunikan itu.

Salah satu daerah yang memiliki keunikan dan masih memegang teguh budayanya adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Provinsi ini memiliki upacara adat dan tradisi yang sangat terkenal, yaitu tradisi Pasola.

Apakah sebenarnya esensi dari tradisi di Nusa Tenggara Timur ini? Penasaran bukan, simak ulasan berikut ini!

Apa itu Tradisi Pasola?

Jika Kawan memilih berlibur ke Pulau Sumba, sebaiknya pilihlah waktu yang tepat. Hal ini dikarenakan agar wisatawan tidak melewatkan tontonan yang cukup spektakuler yang tidak akan dijumpai di daerah lain. Tontonan ini adalah sejenis perang-perangan tardisonal yang disebut Pasola.

Pasola adalah pertarungan kuda antara dua kelompok yang melempar lembing di padang savana. Asal-usul kata "pasola" berasal dari "sola" atau "hola", yang artinya lembing atau tombak kayu. Dengan tambahan awalan "pa", menjadi "pasola" atau "pahola", yang berarti permainan keterampilan menggunakan lembing.

Berawal dari Sumedang, Safe School Movement Terbang ke NTT

Kapan Tradisi Pasola Diadakan?

Permainan pasola ini dapat dijumpai oleh wisatawan diperkampungan Kabupaten Sumba Barat yang terdiri atas 4 kampung, antara lain Kampung Kodi, Kampung Lamboya, Kampung Wanokaka, dan Kampung Gaura, Kabupaten Sumba Barat. Pelaksanaan Pasola di keempat kampung tersebut dilakukan secara bergiliran, antara bulan Februari hingga Maret setiap tahunnya (bertepatan dengan Upacara Adat Nyale).

Pada upacara adat Pasola ini wisatawan dapat menyaksikan permainan yang menantang dan berbahaya. Kawan dapat melihat secara langsung dua kelompok ‘Ksatria Sumba’ yang berhadap-hadapan. Mereka memacu kuda secara lincah sambil sesekali melesatkan lembing ke arah lawan.

Peserta Pasola tidak hanya memiliki keterampilan dalam berkuda dan melempar lembing, tetapi mereka juga sangat lihai dalam menghindari serangan tongkat dari lawan. Suasana alami yang menyertai permainan ini adalah suara langkah kaki kuda, ringkikan kuda, dan teriakan bersemangat dari penunggangnya.

Dalam Pasola, peserta menggunakan tongkat kayu khusus berukuran 1,5 meter dengan diameter 1,5 cm. Meskipun tongkat tersebut tidak diasah, namun terkadang permainan ini dapat menyebabkan cedera pada pesertanya. Bahkan, seringkali insiden tragis seperti korban jiwa juga terjadi.

Darah yang tumpah di medan Pasola diyakini memberikan manfaat bagi kesuburan tanah dan keberhasilan panen. Namun, jika ada korban jiwa, hal itu dianggap sebagai hukuman dari dewa karena pelanggaran yang dilakukan oleh korban.

Peserta yang terkena lembing dalam Pasola memiliki kesempatan untuk membalas dengan melempar lembing juga. Akan tetapi, setelah pertandingan selesai, mereka harus bersabar menunggu hingga Pasola diadakan kembali pada tahun berikutnya. Dalam Pasola, tidak diperbolehkan untuk menyimpan dendam atau melakukan pembalasan di luar arena permainan.

Arti Penting Lontar sebagai Pohon Kehidupan di NTT

Apa Tujuan dari Tradisi Pasola?

Pelaksanaan upacara Pasola tidak hanya merupakan permainan yang bersifat badaniah, tetapi merepresentasikan ketaatan para pemeluk kepercayaan Marapu dalam melaksanakan adat istiadat para leluhurnya. Sebelum pelaksanaan upacara Pasola, para tetua adat menjalankan praktik semedi dan berpuasa untuk memohon berkah kepada leluhur dan dewa.

Pasola diselenggarakan oleh orang Sumba bagian barat untuk merayakan musim tanam padi. Pasola merupakan bentuk ritual untuk menghormati Marapu, mohon pengampunan, kemakmuran dan untuk hasil panen yang melimpah.

Selain memiliki nilai sakral, secara fungsional upacara Pasola juga berperan sebagai elemen penyatuan dalam masyarakat Sumba. Cerita tentang asal-usul upacara Pasola, yang dimulai untuk mengakhiri pertikaian antara Kampung Walwuang dan Kodi, menjadikan Pasola sebagai ajang silaturahmi dan persaudaraan di antara penduduk.

Selama istirahat atau makan siang, peserta dan penonton Pasola berkumpul bersama untuk menikmati hidangan khas upacara, yaitu ketupat. Dalam intinya, warga dari kedua kubu yang terlibat dalam upacara Pasola diajak untuk bersama-sama tertawa dan merayakan kebersamaan sambil menikmati keahlian penunggang kuda.

Panduan untuk Melihat Tradisi Pasola

Untuk menyaksikan Pasola, Kawan harus menuju Pulau Sumba, Kabupaten Sumba Barat. Kawan dapat menuju Pulau Sumba dengan naik pesawat terbang dari Bandara Mauhau, Kota Waingapu. Jika berangkat dari Jakarta, pesawat akan melakukan transit di Bandara Ngurah Rai Denpasar sebelum melanjutkan penerbangan menuju Waingapu.

Observatorium Timau, Stasiun Pengamat Luar Angkasa di NTT yang Akan Dibuka 2024

Di kota ini juga terdapat pelabuhan laut yang melayani pelayaran baik dari Pulau Sumbawa, Pulau Flores, maupun Pulau Timor dengan jasa pelayaran Kapal Pelni. Dari Kota Waingapu, wisatawan dapat memanfaatkan transportasi umum seperti bus atau menyewa jasa travel untuk menuju lokasi Pasola di Kabupaten Sumba Barat.

Kawan yang ingin menginap di sekitar lokasi upacara adat Pasola, dapat memperoleh jasa hotel di Kota Walkanukak. Di kota ini, kawan tidak hanya dapat menikmati menu masakan khas Sumba, tetapi juga dapat membeli kain tenun ikat khas Sumba. Kain ini terkenal indah dan sangat cocok sebagai buah tangan. Bagi Kawan yang ingin memilikinya, dapat membeli di pusat-pusat suvenir di kota tersebut.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

S
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini