Rencana RI Usai Kuasai Saham Mayoritas Freeport Seharga 4 Miliar Dolar AS

Rencana RI Usai Kuasai Saham Mayoritas Freeport Seharga 4 Miliar Dolar AS
info gambar utama

Pemerintah berencana menambah kepemilikan saham di PT Freeport Indonesia (PTFI) dan memperpanjang kontrak Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) perusahaan itu hingga 2061. Plan tersebut disampaikan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia saat mengisi kuliah umum di Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, Kamis (2/5/2024).

"Sekarang Freeport sudah menjadi perusahaan milik pemerintah Indonesia karena kita sudah mayoritas. Kita beli kurang lebih sekitar hampir 4 miliar dolar AS. sekarang dividen 2024 sudah hampir lunas dengan pendapatan itu," ungkap dia.

Perpanjangan kontrak PTFI, kata Bahlil, tidak terlepas dari rencana perusahaan itu untuk memproduksi kawat tembaga yang bisa menghasilkan nilai 24 kali lipat. Jika produksi kawat tembaga terealisasi, Indonesia akan semakin dekat dengan cita-cita mewujudkan ekosistem industri kendaraan listrik dalam negeri dari hulu ke hilir.

"Kalau tembaganya ada, kita bangun pabrik mobil. Copper wire (kawat tembaga) itu bungkus untuk baterai. Jadi, kita bangun ekosistemnya semua di Indonesia supaya kita jadi negara produsen yang disegani dunia," paparnya.

Kantongi Laba Rp48,7 Triliun, Freeport Setor Rp3,35 Triliun ke Papua Tengah

Setelah mengantongi saham lebih besar, pemerintah, menurut Bahlil, tidak hanya diuntungkan dengan besaran dividen, tetapi itu juga mendukung kebijakan hilirisasi. Pada kesempatan itu, dia bercerita soal pembangunan smelter PTFI di Gresik senilai 3 miliar dolar AS yang akhirnya terlaksana berkat dorongan pemerintah.

"Sekarang sudah jadi, bulan Mei [beroperasi] dan di situ kita sudah bisa produksi katoda tembaga. Dari 3 juta konsentrat yang dibawa dari Timika ke Gresik, itu menghasilkan 400 ribu ton katoda tembaga, 60 ton emas," jelas Bahlil.

Selain itu, dia juga menegaskan arah kebijakan pemerintah terkait hilirisasi harus jelas. Jangan sampai Indonesia mengulangi kesalahan yang sama ketika keluar dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC) karena hanya mengeksploitasi komoditas mentah.

Oleh sebab itu pemerintah perlu mengubah arah kebijakan dengan membangun hilirisasi. Tujuannya, untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional dan menciptakan lapangan pekerjaan berkualitas menuju Indonesia yang setara juga sejahtera.

"Pada saat minyak kita banyak, kita tidak membangun hilirisasi. Apakah kita mempunyai refinery yang cukup? Kita punya masa keemasan kayu. Kayu di Kalimantan, kayu di Papua, kayu di Maluku. Hebat-hebat semua, tapi kita ekspor log semua," tutup Bahlil.

Smelter Tembaga Freeport di Gresik: Investasi Rp45 Triliun, Terbesar se-Dunia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Afdal Hasan lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Afdal Hasan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini