Bagi Sikdam Hasyim, Kegelapan Bukan Penghalang untuk Berjuang

Bagi Sikdam Hasyim, Kegelapan Bukan Penghalang untuk Berjuang
info gambar utama

Dunia yang terang benderang ini tiba-tiba tak terlihat oleh mata seorang Sikdam Hasyim. Seketika itu pula ia tidak punya gairah hidup.

"Saya lebih memilih mati," pikirnya kala itu.

Sebuah benturan keras ketika berkendara mobil tahun 2010 silam membuat dunia Sikdam seketika gulita. Kala itu ia tengah asyik mengobrol dengan temannya yang menawari tumpangan pulang usai menyerahkan lamaran pekerjaan di sebuah perusahaan. Lantas, tak menyadari ada sebuah polisi tidur yang cukup tinggi membuat sang pengemudi terkejut dan menginjak rem mendadak. Sikdam sempat menahan diri agar tak terlempar keluar dari kaca depan mobil. Namun, sayang... kepalanya terbentur atap mobil dan membuat saraf penglihatannya bergeser.

“Benturan itu tidak hanya mengambil penglihatan saya, tapi ikut berimbas pada hilangnya sebagian memori saya. Daya ingat saya sedikit berkurang,” ungkapnya.

Sikdam sendiri memang punya sebuah kelainan bawaan dari lahir di mana kedua bola matanya sensitif terhadap benturan. Kondisi ini dalam dunia medis disebut dengan Retinopathy of Prematurity (ROP), yakni kondisi gangguan perkembangan selaput saraf yang melapisi dinding dalam bola mata yang umumnya diderita oleh bayi yang lahir prematur. Hal ini pun membuat Sikdam akhirnya divonis dokter bahwa ia tidak akan dapat melihat lagi. Seumur hidupnya.

Kondisi ini sempat membuat Sikdam putus asa hingga bobot tubuhnya turun hampir 30 kg. Ia pun sempat berpikir bahwa dirinya tak akan punya masa depan.

Ia ingin mati saja.

Motivasi dari ibunda

Melihat kondisi sang putra yang sangat putus asa, akhirnya ibunda Sikdam membawanya berkunjung ke panti-panti penyandang disabilitas. Dari sana ia diberi tahu tentang penghuni panti yang tidak bisa melihat, tidak bisa berjalan, keterbelakangan mental, hingga yang tidak mendapatkan kasih sayang keluarga.

"Lihat, Sikdam, kamu sebenarnya beruntung, Tuhan hanya mengambil matamu saja. Bandingkan dengan keadaan para penghuni panti, mereka tidak seberuntung itu," ujar Sikdam menirukan kata-kata ibunya.

Itu membuat semangat Sikdam kembali. Perlahan dia bangkit, melakukan apa yang sebelumnya pernah ia lakukan, berorganisasi dan terlibat dalam forum diskusi.

Sikdam bersama relawan 2030 Youth Force Indonesia (foto: 2030 Youth Force Indonesia)
info gambar

Sikdam yang akhirnya juga dapat menyelesaikan studinya di jurusan Sastra Inggris pun memupuk semangatnya dengan mengajarkan bahasa Inggris kepada anak-anak kurang mampu dan menjadi relawan di beberapa yayasan. Dengan keterbatasan yang dimilikinya kini, Sikdam memutar otak bagaimana supaya ia tetap bisa mengajar dengan asyik dan menarik anak-anak. Ia pun menggunakan media audio untuk mengajar.

Sikdam meminta setiap anak didiknya untuk membaca dan menulis soal dan jawaban dari lembar kerja siswa (LKS) yang diberikannya. Lalu Sikdam akan mengoreksi ejaan dari pekerjaan anak-anak dengan mendengarkan.

Hasilnya?

Setelah setahun mengajar, usahanya ini membuahkan hasil yang luar biasa. Anak-anak didiknya berhasil mendapatkan nilai bahasa Inggris rata-rata 8. Setelah itu, Sikdam makin percaya diri untuk melanjutkan mengajar Bahasa Inggris. Ia membuat brosur les privat dan bahkan sempat meyakinkan para orang tua siswanya bahwa ia mampu mengajar para siswa meski dengan kondisi yang terbatas.

Tak lelah memperjuangkan hak penyandang disabilitas

Aktivitasnya di organisasi dan yayasan pun seperti tiada henti. Sikdam aktif mengikuti kegiatan organisasi di Yayasan Wisma Cheshire, Jakarta yang fokus pada pemberdayaan para penyandang disabilitas. Dari sana, pada Juni 2013 Sikdam pun dipercaya menjadi penerjemah di acara Young Voices Regional Meeting, yakni sebuah pertemuan anak-anak muda penyandang disabilitas dari Asia Selatan dan Asia Pasifik.

Lalu, pada Oktober 2013 Sikdam diutus oleh pengurus National Coordinator of Young Voices Indonesia mewakili Indonesia dalam acara Global Meeting of Young Voices di Nairobi, Kenya, Afrika bersama dengan para penyandang disabilitas muda dari seluruh dunia.

Sikdam pun terus melakukan perjuangan hak-hak penyandang disabilitas kepada seluruh masyarakat.

Pada Februari 2014, dedikasi Sikdam yang tinggi dalam memperjuangkan hak-hak disabilitas serta pendidikan membuahkan penghargaan International Award for Young People dari Pangeran Philip Duke of Edinburgh, suami Ratu Elizabeth II dari Kerajaan Inggris. Ajang penghargaan yang telah diselenggarakan sejak 70 tahun lalu itu, diakui di 140 negara di dunia.

Tahun 2015 Sikdam mendapat kehormatan menjadi tamu undangan dari Kerajaan Inggris
info gambar

“Saya adalah orang Indonesia penyandang disabilitas pertama yang mendapatkan penghargaan itu,” ungkap Sikdam yang terbang ke Kanada untuk menerima penghargaan tersebut. Apresiasi dunia ini membuatnya makin sadar, bahwa penyandang disabilitas juga bisa melakukan pengabdian yang berguna untuk sesama dan juga negaranya.

Capaian terbesarnya tercatat di tahun 2015 ketika ia berpidato di hadapan keluarga Kerajaan Inggris. Ia juga menyuarakan hak tersebut di acara International Conference of Family Planning 2015 di Nusa Dua, Bali. Melalui konferensi tersebut ia berjumpa dengan banyak pemimpin dunia dan dari sanalah ia berkomitmen akan bersuara lantang tentang disabilitas. Ia pun yakin dan optimis bahwa sebenarnya penyandang disabilitas bisa menjadi aset berharga jika pemerintah peduli dan memberikan perhatian yang dibutuhkan.

"Kalau negara peduli, penyandang disabilitas bisa menjadi aset berharga. Jangan jadikan kami sebagai objek proyek saja," tegasnya.

Demi melancarkan perjuangannya ini, pada tahun 2013 lalu Sikdam bersama rekan-rekannya mendirikan Disabilities Youth Centre, sebuah komunitas yang juga fokus pada perjuangan hak-hak penyandang disabilitas di bidang pendidikan, pekerjaan, akses, kesehatan, dan layanan publik. Komunitas ini punya program sosialisasi tentang disabilitas ke kampus, kantor kecamatan dan kelurahan, perusahaan swasta dan BUMN.

Pun tahun ini Sikdam sudah mendedikasikan diri untuk ikut berpartisipasi dalam menyukseskan program PBB: Sustainable Development Goals (SDG) bersama 19 pemuda Indonesia lainnya yang tergabung dalam 2030 Youth Force Indonesia. Di sini, tentu Sikdam akan tetap berjuang menyuarakan hak-hak penyandang disabilitas dan membesarkan hati para penyandang disabilitas untuk tetap semangat menjalani hidup karena mereka juga punya tempat untuk berkarya.

"Yakinlah Tuhan pasti memberikan jalan. Yang Maha Esa tidak akan mengubah nasib sebelum kita berusaha mengubah nasib kita sendiri. Mari tunjukkan prestasi!" kata Sikdam.

Sumber : ANTARA | Femina | lintasgayo

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini