Cinta Indonesia Bukan Berarti Anti dengan Bahasa Asing

Cinta Indonesia Bukan Berarti Anti dengan Bahasa Asing
info gambar utama

Sering kita dengar sebuah pernyataan atau membaca sebuah komentar di sosial media “kalau cinta Indonesia ngapain pakai Bahasa Inggris” atau “Cinta Indonesia kok pakai bahasa asing”. Pernyataan-pertanyaan maupun komentar-komentar seperti ini mungkin membuat kita sedikit berpikir “apakah benar jika cinta Indonesia harus terus memakai bahasa Indonesia saja ?”.

Teringat sebuah pernyataan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang berbunyi “Utamakan Bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah dan kuasai bahasa asing”. Hal ini ada benarnya untuk kita yang terlalu takut untuk menguasai bahasa asing, namun disisi lain banyak juga yang merasa bahasa asing lebih nyaman digunakan sehari-hari.

Terjadi sebuah perdebatan tentang “apakah mencintai Indonesia harus menggunakan bahasa Indonesia pada setiap waktu ?”. Meski pertanyaan ini terdengar remeh, namun siapa sangka jika ternyata tak sedikit orang yang menganggap serius pertanyaaan ini.

Sumber : kantor bahasa maluku - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)
info gambar

Pada hakikatnya, tidak ada salahnya menguasai bahasa asing maupun menggunakannya dikehidupan sehari-hari. Justru malah bagus ketika kita dapat menguasai bahasa asing, hal ini menunjukan bahwa anak Indonesia pun bisa bersaing dengan bangsa lain melalui bahasa. Namun disisi lain kita harus tahu kapan menggunakannya.

Pun pada kenyataannya menguasai bahasa asing memberikan keuntungan yang luar biasa kepada kita sendiri. Pernahkah kita takjub terhadap bule yang mampu mengucapkan bahasa Indonesia dengan baik atau bahkan takjub terhadap bule yang mampu berkomunikasi dengan bahasa daerah yang bahkan kini banyak anak muda malu untuk menggunakannya dikehidupan sehari-hari. Sebut saja Peter Smith, seorang alumni beasiswa Darmasiswa yang kini mengajar gamelan di Inggris. Ketika diwawancarai oleh CNN Indonesia, ia justru menggunakan bahasa Jawa kromo yang fasih. Disisi lain, bule berdarah Australia bernama Deph Jephcott yang dijuluki Bule Kampung terkenal di Indonesia karena video-video buatannya menggunakan bahasa Jawa logat Jawa Timur.

Peter Smith alias Parto (sumber : Tribun Jateng)
info gambar

Sebenarnya, tidak ada salahnya menguasai bahasa asing maupun menggunakannya dikehidupan sehari-hari. Sebaliknya dengan menguasai bahasa asing, kita mampu bersaing dengan bangsa lain melalui bahasa. Yang paling penting, kita harus tahu kapan menggunakannya.

Pun pada kenyataannya menguasai bahasa asing memberikan keuntungan yang luar biasa kepada kita sendiri. Pernahkah kita takjub terhadap bule yang mampu mengucapkan bahasa Indonesia dengan baik atau bahkan takjub terhadap bule yang mampu berkomunikasi dengan bahasa daerah yang bahkan kini banyak anak muda malu untuk menggunakannya dikehidupan sehari-hari. Sebut saja Peter Smith, seorang alumni beasiswa Darmasiswa yang kini mengajar gamelan di Inggris. Ketika diwawancarai oleh CNN Indonesia, ia justru menggunakan bahasa Jawa kromo yang fasih. Disisi lain, bule berdarah Australia bernama Deph Jephcott yang dijuluki Bule Kampung terkenal di Indonesia karena video-video buatannya menggunakan bahasa Jawa logat Jawa Timur

Jika orang luar saja mau belajar bahasa kita, bagaimana dengan kita ? Sejalan dengan pernyataan Kemendikbud, sejatinya kita perlu menguasai bahasa asing, mengapa ? Di era globalisasi yang memiliki persaingan ekstra ketat kini, keahlian (skill) perlu didukung dengan adanya penguasaan bahasa asing, boleh itu bahasa Inggris, Mandarin maupun bahasa lainya. Dengan menguasai bahasa asing maka kesempatan kita bersaing di dunia internasional semakin terbuka.

Jika kita hanya memaknai cinta pada Indonesia hanya menguasai dan menggunakan bahasa Indonesia lalu tertutup dengan bahasa asing, maka pemikiran tersebut sempit sekali. Pada sejarahnya presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno pun menguasai bahasa Inggris, Jerman, Belanda dan Perancis. Tak jarang orang takjub akan bapak proklamator ini karena selain berkharisma, ia juga menguasai bahasa asing ketika diwawancarai oleh media luar negeri kala itu. Disisi lain Ir. Soekarno pun tidak melupakan bahasa daerah, ia pun mampu berbicara Bahasa Jawa dan Sunda.

Kini, banyak anak bangsa yang mampu menguasai bahasa asing. Tak berhenti sebatas itu, banyak pula anak bangsa yang menjuarai kompetisi-kompetisi menggunakan bahasa asing. Pada April 2018 lalu, Indonesia berhasil menorehkan prestasi sebagai juara pertama lomba debat bahasa Arab. Adalah tim dari TAZKIA International Islamic Boarding School yang terdiri dari Aftina Zakkiya Wafda, Aqidatul Izzha Rahayu, Nuriya Lailatus Sakinah dan Shofiah Achmad Zaky yang berjuang sebagai peserta dalam ajang 4th International Schools Arabic Debating Championship 2018.

Anak Indonesia yang berhasil meraih juara debat bahasa Arab di Qatar (sumber : RMOL Sumsel)
info gambar

Sebelumnya, pada tahun 2017, 12 siswa dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Global Sevilla Putri memborong 44 medali pada lomba debat bahasa Inggris di ajang World Scholars Cup (WSC) yang bertempat di Yale University.

Contoh lain yang tak kalah menakjubkan adalah sosok alm. Gayatri Wailissa, seorang Duta ASEAN asal Ambon yang mampu menguasai 14 bahasa dan memukau banyak orang dengan pidatonya yang menggunakan 9 bahasa dengan sangat fasih. Ketika ia mampu memukau orang menggunakan bahasa asing, tak sedikit yang menawarinya pekerjaan di luar negeri karena keahliannya tersebut. Yang lebih mengagumkan, alm. Gayatri belajar ke-14 bahasa tersebut secara otodidak.

Ketiga contoh tersebut hanya segelintir dari banyak prestasi anak Indonesia yang mampu mendapatkan juara pada ajang yang menggunakan bahasa asing.

Sebuah pernyataan ke-anti-an akan bahasa asing agaknya perlu ditimbang kembali kepada siapapun yang berpikir demikian. Pada fakta nya, justru bahasa asing juga bisa menjadi sarana dalam mengharumkan nama bangsa. Untuk itu, mari kuasai bahasa asing, namun jangan lupakan identitas kita sebagai warga Indonesia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini