Ngerebong, Tradisi Kuno Berusia Ratusan Tahun

Ngerebong, Tradisi Kuno Berusia Ratusan Tahun
info gambar utama

Bali emang gak ada matinya! Sesuai dengan judul artikel ini, tradisi Ngerebong, ditusuk tapi gak mati. Seriusan... Kamu pernah melihat seorang pria yang menikam dirinya sendiri tapi sam asekali gak mengeluarkan darah? Hiii... serem? Engga, ah! Seru tau, semakin menambah pengalamanmu tentang keberagaman tradisi yang ada di Indonesia khususnya Pulau Dewata Bali. Biar kamu gak berkutat di dalam satu kotak, main yang jauh, gih!

Sejarah Tradisi Ngerebong

Tradisi Ngerebong, Ditusuk Tapi Gak Mati!

Ngerebong atau dalam bahasa Desa Kesiman, Denpasar, berarti berkumpul. Lebih tepatnya, yaitu berkumpulnya para Dewa. Beberapa masyarakat berpendapat bahwa ngerebong berasal dari kata ngereh dan baung kemudian digabungkan menjadi Ngerebong, yang diartikan juga sebagai penggabungan akasa pertiwi atas dan bawah. Sebuah ritual keagamaan unik berumur ratusan tahun yang digelar setiap 210 hari sekali dan dipercaya akan memberi keselamatan serta terhindar dari wabah dan bencana. Selain itu, Tradisi ngerebong bertujuan unuutuk mengingatkan umat Hindu melalui ritual sakral untuk terus memelihara keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam.

Tradisi Ngerebong, Ditusuk Tapi Gak Mati!

Biasanya tradisi ini diadakan di Pura Pengerebongan, desa Kesiman, delapan hari setelah Hari Raya Kuningan, yakni Redite Pon Wuku Medangsta menurut penanggalan kalender Bali. Jadi jika kamu berminat dan penasaran mau menyaksikan tradisi unik ini, cukup mengingat mulai dari Hari Raya Galungan, sepuluh hari setelahnya adalah Kuningan dan 8 hari setelah Kuningan akan digelar tradisi Ngerebong. Biar kamu gak bingung menentukan tanggal saat membeli tiket pesawat Bati Air ke Bali.

Tata Cara Tradisi Ngerebong, Bali

Tradisi Ngerebong, Ditusuk Tapi Gak Mati!

Sebelum acara dimulai, biasanya masyarakat berkumpul di area acara, yaitu Pura Pengerebongan yang sudah disiapkan dengan beberapa suguhan musik tradisional, sesajen bunga-bungaan dalam tempayan cantik, serta penjor atau janur. Seperti masyarakat pada umumnya, mereka mengawali tradisi dengan sembahyang di Pura, bersamaan dengan digelarnya tabuh rah/tajen atau mengadu ayam. Kemudian mengarak barong dan rangda mengelilingi wantilan (bale khas Bali) sebanyak tiga kali. Dijamin gak akan nyesel, deh kalau berkunjung ke sini ditambah terbang dengan tiket pesawat Batik Air, asik banget!

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)
info gambar

Nah, saat mengelilingi wantilan ini banyak warga yang mengikuti upacara akan mengalami kerahuan atau kerasukan (trans). Seperti orang kesurupan pada umumnya, mereka akan mengeram, berteriak, menangis, menari, dan bahkan tertawa. Yang paling membuat kamu mengernyitkan dahi, nih, guys, selama kerasukan tersebut para pemedek atau masyarakat yang mengikuti upacara ini akan meminta keris dan menancapkan ke tubuh mereka!

Keris tersebut ditusukkan di dada, leher, dan bahkan di ubun-ubun mereka! Tanpa mengeluarkan darah setetespun! Aneh, ya? Masyarakat yang tidak kesurupan, bertugas untuk mengamankan agar tidak melukai warga lain yang tidak kesurupan. Ritual ini dinamakan ngurek dan akan berakhir saat matahari tenggelam karena roh-roh yang merasuki tubuh warga akan dipulangkan ke alamnya dengan menggunakan persembahyangan bersama dan mendapat siraman air yang telah disucikan. Tradisi ngerebong ini wajib dilaksanakan karena dipercayai sebagai manifestasi dari pengabdian kepada Ida sang Hyang Widi Wasa. Seru, kan?

Sumber: blog misteraladin.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini