Anak Muda Indonesia, Amunisi Potensial Revolusi Industri 4.0

Anak Muda Indonesia, Amunisi Potensial Revolusi Industri 4.0
info gambar utama

“Saat ini, untuk berbisnis tidak lagi perlu ruang yang besar, tetapi brand value”. Pernyataan presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada kesempatan Young on Top National Conference (YOTNC) 2018 hari Sabtu (25/08) di Balai Kartini, Jakarta, tersebut menggambarkan secara singkat dan jelas perubahan-perubahan pesat industri saat ini.

Pasalnya, perusahaan-perusahaan raksasa saat ini, adalah mereka yang pada awal 2000-an memulai usaha di ruang seukuran garasi rumah dengan ide yang tidak pernah terpikirkan oleh masyarakat saat itu. Kini masyarakat seakan tidak bisa lepas dari buah ide mereka tersebut. Yang dimaksud adalah deretan perusahaan teknologi raksasa di Silicon Valley.

Dimulai oleh segelintir anak muda yang bervisi sama, saat ini ide tersebut malah menjadi katalisator perubahan pesat industri dan dunia kerja. Internet dan teknologi menjadi hal yang tak terpisahkan dari aspek kehidupan saat ini.

Lantas, apa nilai-nilai yang mereka miliki sehingga dapat meraih pencapaian luar biasa tersebut?

“berbicara mengenai ide dan gagasan besar, ada dua hal: ada tantangan yang harus dihadapi, dan ada peluang yang harus diketahui”, jelas presiden yang akrab disapa Jokowi.

Tidak takut akan resiko-resiko serta berani membuka diri, menjadi kunci bisnis sukses. Pun bisnis-bisnis raksasa dunia. Semangat tersebut, sangat lekat dengan semangat anak muda, yang masih energik dan senang mencoba hal-hal baru. Anak muda juga dekat dengan peluang-peluang baru sekaligus tantangan baru.

Anak-anak Indonesia telah banyak sukses berkiprah di dunia bisnis dengan menerapkan hal tersebut, dan mematri pada ingatan mereka bahwa tidak ada bisnis yang mudah dan mulus. Kendala, tantangan dan persaingan menjadi corak utama perjalanan sukses mereka. Senada dengan kisah sang Managing Director TiKi, Tomy Sofhian.

“penolakan membuat kita menyadari kelemahan kita. Bagi saya yang penting adalah faktor diremehkan. Waktu itu Regional Manager Singapura berkata dia sempat meragukan saya. Sejak itu saya menyadari, ternyata mereka masih menyepelekan kita (orang Indonesia)”, cerita Tomy.

“saya menanamkan di diri saya sejak saat itu, bahwa bukan lagi kita yang belajar ke mereka, tetapi mereka yang belajar ke kita. Sejak itu kita juga banyak mengekspor tenaga Indonesia untuk mengajari mereka bagaimana berbisnis kurir yang baik”, tambahnya.

“mengenai persaingan dalam bidang kurir, dalam 10 tahun terakhir sudah banyak e-commerce dan pemain lokal yang berdiri, pemain luar pun banyak yang masuk. Kalau saya, sih, melihatnya itu adlaah hal yang bagus untuk memperbaiki diri. Harus fleksibel terhadap demand customer. Orientasinya adalah, apa, sih, yang diinginkan market domestic courrier? Itulah yang kita penuhi”.

Hal tersebut juga dialami Fouder KapanLagi Youniverse, Steve Christian, yang banting setir dari dunia programmer ke media digital.

“saya membentuk KapanLagi setelah melihat peluang next industry di bidang media digital. Dalam dua tahun, KapanLagi sudah nyaris tutup. Saat itu kita hanya punya waktu tiga bulan. Kalau dalam tiga bulan tidak bisa survive, kita harus cari pekerjaan baru”, kenang Steve.

“setelah itu, tahu-tahu kita makin meningkat, karena usaha survive itu. Naik dan naik. Hingga hari ini kita sudah punya 900 lebih karyawan dan 11 media, ada KapanLagi.com, ada Liputan6, Merdeka, Vemale, Bola.com dengan pembaca total 120 juta perharinya”.

Arto Soebiantoro, Host Brand Adventure Radio Show yang juga memoderatori sesi talkshow dengan Tomy dan Steve, memberikan semangat kepada anak-anak muda yang menjadi peserta, “kalau bisnis kalian jatuh, berarti tandanya sebentar lagi naik!”.

Lalu bagaimana anak-anak muda yakin bahwa ide yang kita kembangkan memang akan berhasil? Pertanyaan yang umum ditanyakan dan menjadi pokok permasalahan mandeknya pertumbuhan bisnis tersebut, dijawab oleh Wesley Harjono, CEO Plug and Play Indonesia, yang usaha pengembang start-up miliknya direkomendasikan oleh Jokowi untuk dibawa ke Indonesia.

“kuncinya adalah market validation. Misalnya produknya mock-up, atau coret-coret dulu di atas kertas atau notebook. Paling simpel adalah menanyai strangers mengenai produk yang sedang kita kembangkan. Dari situ kita bisa tahu bahwa produk tersebut ada demandnya”, jelasnya.

“kalau malu-malu (ketika menanyai strangers tersebut), mending kerja di korporasi besar”, tukasnya sembari memberi peringatan bahwa bisnis bukan untuk yang malu-malu. Para CEO harus bermuka tebal menerima beragam penolakan baik dari investor mau pun partner, serunya.

“untuk Filosofi Kopi sendiri, awalnya dengan sayembara”, jawab Rio Dewanto, founder warung kopi Filosofi Kopi, yang berkonsep dari novel ke kafe. “saya lempar sebuah aplikasi yang isinya menanyakan apa yang mereka rasakan dan harapkan dari bentuk kedai kopi Filosofi Kopi seperti di filmnya. Lalu kita bangun dengan ide yang datang dari penonton tersebut”.

“selanjutnya adalah disiplin akan narasi dan campaign yang telah kita lakukan. Filosofi Kopi sendiri berangkat dari narasi dari film yang kita ciptakan. Contohnya, salah satu karakter pada film mengatakan bahwa di kedai mereka tidak boleh ada wifi, mengembalikan fungsi kedai masa lalu sebagai tempat bercerita dan berinteraksi langsung. Narasi tersebut kita bawa ke Filosofi Kopi kita”, tambahnya.

Menghadapi revolusi industri 4.0 yang perubahannya sudah bergerak di depan mata kita, bahkan lebih cepat 3000 kali daripada revolusi industri pertama, anak-anak Indonesia kini sudah makin banyak yang memanfaatkan teknologi dan peluang yang ada sebagai bisnis. Hal tersebut tentunya menjadi bekal kita dalam menghadapi persaingan dengan negara-negara lain. Bila tidak, maka negara kita akan tertinggal jauh.

Masa depan bangsa ada di tangan anak muda, sepertinya memang bukan pernyataan yang terkesan melepas tanggung jawab, karena hal tersebut benar dan nyata adanya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini