Mengenalkan Angklung di Tepi Laut Kaspia

Mengenalkan Angklung di Tepi Laut Kaspia
info gambar utama

Biasanya kita mendengarkan permainan angklung, dengan suasana desiran air di curug khas bumi Jawa Barat. Asyik dan teduh sekali rasanya. Langsung terbayang, teduhnya pohon rindang, rumput yang hijau dan lembut di Tanah Sunda. Namun ada yang beda ketika mendengar alunan alat musik angklung kali ini. Gemuruh meriah, selaras merdu, angklung-angklung asal Indonesia ini dimainkan di sebuah kota yang terletak di bibir laut Kaspia, yakni di jantung kota Baku, Azerbaijan.

Lagu-lagu Indonesia seperti Bengawan Solo, Janger, Yamko Rambe Yamko, Alusia dan masih banyak lagi, terdengar mendominasi suara dari keramaian yang ada di Fountain Square, Baku kala itu. Permainan angklung di sebuah pusat keramaian, sebuah tempat umum yang ada di Kota Baku ini adalah bagian dari sebuah acara yang diorganisir dari KBRI Baku, yakni The 4th Indonesian Cultural Festival.

Menariknya, penampilan angklung yang disuguhkan juga tidaklah monoton. Sebuah penampilan orkestra angklung yang lengkap dengan berbagai angklung melodi, gambang pengiring, bass lodong dan lainnya dipentaskan oleh kelompok angklung IIP BUMN – Sandya Barya Angklung. Di sini orang asing yang melihat bagaimana instrument asli Indonesia ini bisa menjadi sebuah orkestra yang harmonis dan adem di hati.

Tak hanya itu, sesi angklung interaktif yang dibawakan oleh Rumah Angklung juga tak kalah menarik perhatian. Putri, selaku instruktur dari Rumah Angklung, membawa serta 150 pcs angklung yang terdiri dari beragam nada. Dalam sesi pementasan angklung interaktif, warga Azerbaijan antusias dalam mencoba dan mereka pun jadi dapat paham bahwa angklung tidak bisa berdiri sendiri-sendiri, dalam konteks ini membutuhkan kerjasama agar harmoni tercipta. Sebagai orang Indonesia, rasanya juga senang sekali melihat warga negara asing ini bisa memegang langsung alat musik Indonesia.

Acara The 4th Indonesian Cultural Festival ini telah diselenggarakan pada 9 – 15 September 2019 silam, di akhir acara festival, 150 angklung tersebut juga dibagikan kepada para penonton. Mereka antuasias, membunyikan, berpose dan bermain dengan angklung-angklung itu. Tak berhenti di sini. Seperangkat orkestra angklung yang diberikan dan dimainkan oleh Sandya Barya Angklung ini, tak berakhir di ruang penyimpanan KBRI Baku atau di Wisma Duta.

Tak berselang lama, tanggal 25 September 2019, set orkestra angklung Indonesia menjadi koleksi permanen dari Azerbaijan State Museum of Musical Centre, yang gedungnya bertengger di tepi Laut Kaspia. Set angklung ini diserahkan langsung oleh Dubes RI Azerbaijan, Prof. Dr. H. Husnan Bey Fananie, MA kepada Direktur museum tersebut, Prof. Alla Bayramova, untuk dijadikan koleksi permanen museum, beserta foto, plakat, papan informasi dan bendera Indonesia, yang akan menjadi sumber informasi bagi pengunjung museum tersebut. “Dengan memberikan set orkestra angklung dan perlengkapannya yang memuat informasi ini, kita menghadirkan Indonesia di pusat kota Baku, museum ini menjadi sarana untuk kita memperkenalkan, mengingatkan, membawa kenangan tentang Indonesia, baik kepada warga Azerbaijan maupun kepada turis yang datang ke museum ini,” ujarnya di hari dan tempat yang sama.

Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari sebuah angklung, kesederhanaannya, presisi, pentingnya bekerja sama, keselarasan dan lain sebagainya, dan kali ini, semoga angklung juga bisa menjadi perekat hubungan persahabatan dua negara.


Catatan kaki: (KBRI Baku/Liputan Langsung)

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini