Teknologi Penangkal Covid-19 Karya Para Ilmuwan Indonesia

Teknologi Penangkal Covid-19 Karya Para Ilmuwan Indonesia
info gambar utama

Kawan GNFI, sejumlah ilmuwan di Indonesia dan pergerakan masyarakat telah menghasilkan sejumlah penemuan berbasis teknologi untuk membantu tenaga kesehatan dalam menangani penularan Virus Corona (Covid-19).

Ketimbang harus impor dengan mengeluarkan biaya mahal, temuan-temuan inovasi berbasis teknologi tersebut diklaim juga memiliki ongkos produksi yang relatif ekonomis.

Lain itu, beberapa robot yang diciptakan pun cukup membantu tenaga kesehatan agar tak melulu bersentuhan langsung dengan pasien yang terpapar Corona.

Hal lainnya, beberapa aplikasi digital terapan juga diciptakan untuk memantau pergerakan penyebaran virus secara nasional.

Salah satu ilmuwan yang terlibat salam pengembangan inovasi-inovasi tersebut adalah Dr. Syarif Hidayat, dosen STEI Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia risau setelah menyadari kepanikan akibat dampak pandemi Covid-19 yang memapar warga sekitarnya.

Dari bantuan dana yang ia terima dari Masjid Salman ITB, Dr. Syarif memulai kontribusinya dengan mencoba membuat sebuah ventilator, atau alat bantu pernafasan ICU primitif. Kemudian ia menunjukkan ventilator bernama Vent-I itu kepada beberapa dokter untuk mengecek efektivitasnya.

Melalui proses tersebut, Dr. Syarif menyimpulkan untuk menolong para tenaga medis dan pasien di tengah pandemi Covid-19 secara efektif, ia tidak perlu menciptakan ventilator dengan cara kerja rumit yang tersedia di rumah sakit.

"Lebih bagus kita membuat alat sederhana yang dapat dibuat secara cepat dan massal, serta dapat digunakan dokter umum dan perawat untuk mencegah memburuknya kondisi pasien," kata Dr Syarif.

Vent-I
info gambar

Target Memproduksi 600 Ventilator

Setelah disempurnakan, belasan ventilator itu akhirnya didistribusikan dan kini sudah digunakan oleh beberapa rumah sakit di Bandung.

"Secara umum mereka [pihak rumah sakit] merasa terbantu dan sangat senang dengan kemungkinan, terutama di dalam jangka panjang, bahwa ternyata kita punya kemampuan untuk menyediakan alat kesehatan dengan harga yang bersaing."

Komitmen untuk memproduksi Vent-I dari Dr. Syarif masih berlanjut, dan mendapat dukungan dari puluhan anggota perguruan tinggi di Bandung.

Dr Syarif mengatakan, saat ini ada sejumlah donatur yang telah menitipkan dananya di Masjid Salman agar ventilator tersebut bisa makin banyak diproduksi dan disebarluaskan.

"Saat ini dana yang terkumpul menyebabkan saya berutang kira-kira 600 unit mesin ventilator untuk segera dikirimkan," akunya.

Untuk mengejar target produksi dalam dua pekan, anggota perguruan tinggi yang sebagian besar merupakan relawan ini, bahu membahu bekerja meski akhir pekan.

Robot untuk Mengurangi Interaksi Perawat dengan Pasien

Sementara itu, di Rumah Sakit Universitas Airlangga (RS UNAIR), Surabaya, sudah beroperasi sebuah robot servis untuk ''highly infectious patient'', yang dikendalikan dengan pengontrol jarak jauh. Robot itu bernama RAISA.

Robot yang beroperasi di bagian ''High Care Unit'' (HCU) merupakan hasil kerjasama antara Tim Robot Institut Teknologi Surabaya (ITS) dengan pihak RS UNAIR.

I Ketut Eddy Purnama, Ph.D., dekan FTEIC ITS mengatakan bahwa robot RAISA sudah dalam tugas rutin di ruang pasien yang terinfeksi virus Corona. Robot ini beroperasi dari kamar ke kamar, membunyikan bel, kemudian pasien membuka pintu, dan mengambil makanan.

Robot ini, sambung Eddy, bertujuan untuk mengurangi interaksi antara pasien dan petugas medis, mengurangi resiko penularan, dan menghemat penggunaan APD secara tidak langsung.

Untuk memenuhi kebutuhan pihak rumah sakit di tengah pandemi Covid-19, mereka juga telah menciptakan robot lain khusus bagi pasien di ruang Intensive Care Unit (ICU), bernama robot RISA BCL.

Secara spesifikasi, Robot RAISA memiliki tinggi 1,5 meter dengan bekal baterai 0,85 kWh. Robot ini juga dilengkapi dengan rak bersusun empat yang bisa membawa barang maksimal 50 kilogram.

Selain itu, ada monitor yang berguna untuk komunikasi dua arah antara tenaga medis dengan pasien, yakni menggunakan sarana multimedia. Pengoperasian robot sangat bergantung pada koneksi Wi-Fi, yang diklaim mampu beroperasi antara 8-10 jam.

Sementara, untuk menjaga robot tetap steril, pengguna harus menyemprotkan cairan disinfektan secara rutin ke semua bagian robot.

Robot Raisa
info gambar

Robot Disinfeksi dengan Sinar Ultraviolet

Robot lain yang juga diciptakan untuk efisiensi dan menjaga jarak antara perawat dan pasien terinfeksi virus Corona adalah Autonomous UVC Mobile Robot (AUMR). Robot yang diciptakan dari hasil kerjasama Telkom University dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Inodnesia (LIPI) Bandung.

Robot ini diciptakan untuk membantu meminimalkan sebaran wabah Corona di Indonesia. Sejauh ini AUMR akan didayagunakan untuk melakukan disinfeksi dan sterilisasi pada ruang-ruang isolasi pasien positif virus Corona.

Tentunya ini akan membantu kerja para dokter dan perawat. Sebelumnya robot telah melakukan masa uji coba di dua lokasi, yakni di Rumah Sakit Pindad Bandung dan Wisma Atlet Jakarta.

Dijelaskan secara teknis, ketika organisme biologi terpapar sinar radiasi ultra violet (UV) yang disebar robot ini, maka sinar tersebut akan diserap oleh DNA, RNA, dan protein virus.

Khusus untuk teknologi ini, AUMR akan menggunakan radiasi ultra violet dalam kisaran 200-280 nanometer (nm), atau seperti dijelaskan The Free Dictionary masuk dalam kategori UVC. UVC akan merusak DNA virus hingga meminimalisir penggandaan atau sebaran berantai.

Pendek kata, robot ini akan mengacaukan rantai penyebaran berantai DNA virus corona, sehingga tak mudah menyebar ke berbagai benda. DNA virus akan sulit menjalani proses replikasi, sehingga virus lebih mudah mati.

Robot AUMR bisa bertahan hingga 5 jam waktu pengoperasian dengan sistem kerja UVC yang dapat berlangsung selama satu jam.

Kontrol terhadap robot ini bisa dilakukan dalam beberapa mode pengendalian, yakni bisa menggunakan pengendalian jarak jauh (remote control), operasi mandiri (autonomous) dengan mendeteksi jalur pandu (line tracking), dan navigasi laser (laser range navigation).

Soal teknologi lainnya, robot ini juga sudah bekali sensor ultrasonic agar ketika beroperasi tak menabrak benda di sekitarnya.

Robot AUMR
info gambar

Aplikasi Pemantau Penyebaran Virus

Inisiatif lain yang dilakukan para ilmuwan untuk mempercepat penanganan Covid-19 adalah dengan menciptakan aplikasi pelacak penyebaran virus Corona, yang mereka beri nama Fight Covid-19.

Adalah Ahmad Alghozi, alumni D3 Teknik Informatika Telkom University, yang menciptakan sebuah aplikasi ponsel dengan fitur ''tracking'', ''tracing'', dan ''fencing''.

Aplikasi tersebut dapat diakses semua pengguna Android, khususnya mereka yang datang dari daerah terjangkit, Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), dan pasien positif Covid-19.

Setelah berhasil mengurangi penyebaran kasus di Bangka Belitung, aplikasi tersebut mendapatkan perhatian dari Pemerintah Pusat di Jakarta.

"Tujuh hari setelah implementasi, Provinsi Bangka Belitung melihat efektivitas dari aplikasi ini. Di awal Mei, di Kabupaten Belitung mencatat empat positif, empat sembuh, dan nol meninggal," kata Alghozi pada ABC Indonesia.

Tak Hanya Ilmuwan yang Berpartisipasi

Dalam situasi pandemi seperti sekarang ini, kalangan perguruan tinggi Indonesia tentunya tak tinggal diam dan turut berempati dengan para dokter, masyarakat, maupun pihak rumah sakit.

Para ilmuwan pengembang inovasi tadi tentunya berharap mereka tak bekerja sendiri, melainkan dilibatkan dalam penanganan, pemantauan, dan pengembangan teknologi yang terkait dengan pemberantasan Covid-19 di Indonesia.

Tak hanya para ilmuwan, diharapkan masyarakat yang memiliki bekal pengetahuan pun dapat berpartisipasi dalam upata melibas virus ini. Karena, kesembuhan pandemi adalah target utama saat ini, baik bagi para ilmuwan, pemerintah, dan tentunya masyarakat secara umum, agar dapat kembali menjalankan aktivitas secara normal.

Baca juga:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Mustafa Iman lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Mustafa Iman.

Terima kasih telah membaca sampai di sini