Ternyata Indonesia Satu-Satunya Negara yang Pernah Keluar dari PBB

Ternyata Indonesia Satu-Satunya Negara yang Pernah Keluar dari PBB
info gambar utama

Pada 7 Januari 1965, di masa pemerintahan Presiden Soekarno, rupanya Indonesia pernah keluar dan mengundurkan diri dari keanggotaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Diketahui sejak awal, Soekarno merupakan sosok yang tidak sepenuhnya setuju dengan PBB.

Seperti penilaiannya terhadap PBB yang dianggap tidak netral dengan membuat markas PBB di Amerika Serikat, yang saat itu sedang terjadi perang dingin antara Amerika Serikat (Blok Barat) dengan Uni Soviet (Blok Timur).

Soekarno pernah menyarankan markas PBB lebih baik di Jenewa atau benua lain yang netral, seperti Afrika atau Asia.

Selain itu, ketidaknetralan PBB juga terlihat ketika jabatan sekretariatan PBB selalu dipegang oleh orang Amerika Serikat. Sehingga muncul penilaian bahwa setiap kebijakan yang dikeluarkan PBB lebih condong untuk mengakomodasi kepentingan Barat.

Puncak akumulasi ketidaksukaan Soekarno kepada PBB terjadi ketika organisasi tersebut berencana memasukkan Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB pada 1964. Tepat pada 7 Januari 1965 rencana itu ternyata dilakukan oleh PBB. Dan tepat pada hari itu pula Soekarno mendeklarasikan keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB.

Alasan Indonesia Keluar dari PBB

Federasi Malaya
info gambar

Konfrontasi Indonesia-Malaysia menjadi salah satu puncaknya. Kala itu Malaysia ingin membuat Federasi Malaya, atau dikenal dengan Persekutuan Tanah Melayu.

Federasi ini menggabungkan Borneo Utara, Sarawak, Sabah, dan Singapura untuk dijadikan satu negara baru.

Setelah diberikan kemerdekaan oleh Inggris pada 1956, Soekarno menilai bahwa yang dilakukan oleh Malaysia merupakan salah satu proyek kolonialisme Barat yang akan mengancam eksistensi Indonesia yang baru merdeka.

Mengutip Kompas.com, Soekarno khawatir Federasi Malaya akan jadi pangkalan militer Barat di Asia Tenggara yang menurutnya akan mengganggu stabilitas di kawasan Asia Tenggara. Ditulis Tirto, Soekarno menganggap bahwa Inggris akan menggunakan negara baru itu untuk mengetatkan kontrol dan kekuasaannya.

Dengan kata lain, mereka akan melanjutkan kolonialisme gaya baru. Untuk diketahui, Indonesia—atau saat itu disebut Hindia Belanda—memang sempat dijajah oleh Inggris pada 1811-1816.

Kesabaran Soekarno hampir habis ketika PBB berencana akan menjadikan Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB pada 1964.

Pada 1 Desember 1964, wakil Indonesia di PBB akhirnya menyampaikan pernyataan kepada Sekretaris Jenderal PBB, U Thant, tentang keinginan negeri ini untuk keluar dari PBB jika organisasi tersebut tetap menjalankan rencana dan niatnya itu.

‘’Ancaman’’ itu tak membuahkan hasil. Malaysia sah menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB pada 7 Januari 1965. Saat itu juga Soekarno mengeluarkan pernyataan deklarasinya. Baru pada 20 Januari 1965, Menteri Luar Negeri RI, Soebandrio, mengirimkan surat resmi yang berisi pengunduran diri Indonesia dari PBB.

Keluarnya Indonesia dari PBB juga membuat negeri ini juga menarik diri dari badan-badan khusus PBB lainnya seperti Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UN Educational, Scientific, and Cultural Organization) serta Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).

Dampaknya Indonesia kehilangan bantuan dana sebesar 50 juta dolar AS dari organisasi internasional tersebut, seperti yang dilaporkan dalam Associated Press (AP) yang dikutip Rappler.

Tidak ada yang bisa menahan Indonesia kala itu karena PBB juga tidak memiliki peraturan jelas terkait kasus pengunduran diri suatu negara yang dilakukan secara sukarela. Yang ada hanya peraturan pencabutan keanggotaan yang dilakukan oleh PBB sendiri.

18 bulan lamanya Indonesia tidak terdaftar menjadi anggota PBB. Baru pada 29 September 1966, Indonesia kembali lagi saat sudah di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.

Filipina Pernah Ingin Keluar Juga

Sikap keras Soekarno kala itu sebenarnya sempat diikuti oleh Filipina, yaitu dengan mengecam berdirinya Negara Federasi Malaysia. Mengutip Kompas.com, Filipina mengklaim Sabah yang menjadi bagian dari negara federasi itu dimiliki Kesultanan Sulu yang ternyata kala itu diketahui malah disewakan kepada Inggris.

Kesultanan Sulu sendiri didirikan pada tahun 1400-an. Cakupan wilayahnya terdiri dari banyak pulau di Filipina Selatan. Beberapa bagian dari Kalimantan, termasuk Sabah, yang diakui sebagai wilayah mereka. Kenyataan Inggris campur tangan di Kesultanan Sulu membuat Filipina juga geram.

Akibatnya, Indonesia dan Filipina berada pada posisi yang sama yaitu berseberangan dengan Malaysia dan Inggris. Hanya saja Filipina tidak sampai hati untuk keluar dari keanggotaan.

Presiden Filipina, Rodrigo Duterte
info gambar

Beberapa tahun kemudian, tepatnya 21 Agustus 2016, Presiden Filipina, Rodrigo Duterte pernah membuat pernyataan ancaman untuk meninggalkan PBB. Ini ia lakukan setelah organisasi internasional tersebut mengkritik upaya memerangi narkoba di Filipina.

Memang saat itu Duterte mengesahkan peraturan pembunuhan pengedar narkoba sebagai upaya penghapusan perdagangan narkoba di Filipina. Namun PBB melihat peraturan tersebut dinilai sebagai pelanggaran hak asasi manusia, sehingga Duterte turut dituduh PBB melanggar hukum internasional.

Hal ini yang membuat Duterte geram terhadap PBB atas kritikannya. Kala itu Duterte banyak mengeluarkan kata-kata kasar untuk PBB sampai akhirnya keluar pernyataan akan keluar dari PBB. Bahkan dia juga mengatakan akan mendirikan organisasi internasional saingan.

‘’Saya akan mengundang semua orang. Saya akan mengundang China, bangsa Afrika,’’ katanya dikutip Rappler.

Selang sehari setelah pernyataan ancaman itu, Menteri Luar Negeri Filipina, Perfecto Yasay Jr justru memberikan pernyataan pasti bahwa Filipina tidak akan meninggalkan PBB.

Dia menjelaskan bahwa yang dikatakan Duterte adalah ungkapan kekecewaan PBB yang sampai menyelidiki tindak pembunuhan yang dinilai di luar hukum Filipina.

‘’Presiden sangat kecewa dan frustasi dengan tindakan pelapor khusus ini dengan sewenang-wenang menyimpulkan bahwa pembunuhan terkait narkoba ini dilakukan sebagai contoh penegakan hukum. Tetapi saya meyakinkan bahwa ia tetap berkomitmen untuk PBB, di mana Filipina adalah salah satu anggota pendiri,’’ jelas Yasay dikutip Rappler.

Ia juga menilai PBB terlalu cepat menilai kedaulatan yang dilakukan Filipina hanya melihat dari laporan media saja. Hal inilah yang sebenarnya membuat Duterte geram.

--

Sumber: Rappler | BBC Indonesia | Kompas.com | Tirto

--

Baca Juga:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dini Nurhadi Yasyi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dini Nurhadi Yasyi.

Terima kasih telah membaca sampai di sini