Hobbit dan Mata Menge, ‘’Manusia Purba’’ Flores yang Menyulut Perdebatan Arkeolog Dunia

Hobbit dan Mata Menge, ‘’Manusia Purba’’ Flores yang Menyulut Perdebatan Arkeolog Dunia
info gambar utama

Pada 2004 lalu, trilogi terakhir dari film Lord of the Rings rilis. Film yang disutradarai Sir Peter Jackson ini dianggap sebagai salah satu proyek film terbesar dan paling ambisius yang pernah digarap.

Tidak heran, hasil dari proyek yang memakan waktu delapan tahun itu berhasil membawa pulang semua nominasi yang diterima. Semuanya berjumlah sebelas. Ini hanya untuk serial terakhirnya saja. Untuk trilogi pertamanya sudah bisa menyabet empat Piala Oscars dari 13 nominasi yang diterima.

Pada tahun yang sama, bertepatan dengan rilis trilogi terakhir film itu, kehebohan terjadi di kalangan masyarakat sains. Pasalnya, ditemukan fosil manusia kerdil di Flores, Nusa Tenggara Timur, yang kemudian mereka menyebutnya dengan Homo floresiensis.

Supaya lebih mudah, para peneliti dari Australia dan Indonesia kala itu menyebutnya dengan Hobbit. Alasannya bukan hanya sedang di tengah demam kisah perjuangan Frodo Baggins, tokoh kerdil fiktif ciptaan J. R. R. Tolkie.

Tapi karena manusia purba itu benar-benar digambarkan sebagai sosok kerdil seperti Hobbit.

Penemuan Menghebohkan yang Memancing Perdebatan

Misteri Hobbit di Indonesia
info gambar

Gua batu kapur bernama Liang Bua, di utara Kota Ruteng, Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur sontak menjadi perhatian para peneliti dan arkeolog dunia.

Tepatnya pada Maret 2016 silam, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional bersama Universitas Wollongong, Australia, serta The Smithsonian Institution, Amerika Serikat, mengoreksi hasil penelitian dan penemuan tentang manusia purba sebelumnya.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan pada 2001-2004 menyebutkan bahwa kepunahan para Hobbit ini terjadi pada 12.000 tahun yang lalu. Namun setelah menemukan di Liang Bua, manusia kerdil itu terbukti sudah punah hingga kurang lebih 50.000 tahun lalu.

Penemuan yang menghebohkan ini sekaligus memancing perdebatan antara peneliti dan arkeolog di dunia. Terjadi silang pendapat di antara mereka hingga sempat membuat kata ‘’Liang Bua’’ sangat tabu dibicarakan.

Ini karena sebagian peneliti menilai, manusia kerdil yang ditemukan di Liang Bua adalah spesies baru. Sementara peneliti lain berpendapat bahwa Hobbit yang berkepala kecil itu adalah manusia yang mengalami kelainan fisik mikrosefali atau kepala kecil yang disebabkan oleh penyakit keterbelakangan mental.

Itu artinya Hobbit sama dengan Homo erectus yang dianggap nenek moyang manusia di seluruh dunia yang sampai kini dipercaya memiliki proporsi tubuh yang sebanding dengan manusia modern, alias Homo sapiens modern, alias manusia seperti kita semua ini.

Hal tersebut juga diungkap pada studi para ilmuwan Jepang di Journal of Royal Society. Isinya menyebutkan bahwa spesies manusia purba yang mengecil atau Hobbit itu terjadi dalam beberapa generasi ketika mereka terisolasi dan dihadapkan dengan sumber daya yang terbatas.

Nenek Moyang Manusia Modern
info gambar

Di Indonesia memang Homo erectus terdeteksi pernah hidup di pulau Jawa. Ada anggapan bahwa mereka ‘hijrah’ ke Flores yang jaraknya sekitar 500 km dari pulau Jawa.

Inilah yang menimbulkan pertanyaan besar. Pasalnya mereka diklaim terlalu primitif untuk bisa membuat perahu untuk berlayar. Spekulasi bahwa mereka berenang sejauh itu pun ditepis.

Yang paling mungkin terjadi adalah mereka terbawa ombak, hanyut, dan terdampar di Flores. Namun, lagi-lagi ini tidak memuaskan para peneliti dan arkeolog.

Disebutkan sebagai spesies baru pun, para peneliti tidak langsung sepakat. Ini karena penemuan tersebut seolah mengaburkan hipotesis awal terkait nenek moyang manusia yang merupakan keturunan Homo erectus yang berevolusi lebih dari 2 juta tahun yang lalu.

Jika memang muncul hipotesis bahwa Homo floresiensis juga bagian dari nenek moyang manusia modern, maka pertanyaannya adalah apakah benar mereka telah melakukan dua kali evolusi besar sepanjang hidupnya?

Pasalnya Homo erectus diketahui memilliki tinggi 165 cm. Sedangkan Homo floresiensis atau Hobbit ini hanya memiliki tinggi 106 cm.

Polemik yang memanas itu akhirnya membuat jajaran Pusat Penelitian Nasional membuat larangan membicarakan apapun seputar Liang Bua pada 2004 dan 2006. Sayangnya, kajian ini sudah terlanjur memikat para peneliti dan arkeolog dunia.

Masih menjadi misteri, penemuan selanjutnya malah kembali membuat para peneliti berpikir keras.

Penemuan Manusia Mata Menge, Saudara Hobbit

Manusia Purba di Mata Menge
info gambar

Beberapa bulan kemudian, tepatnya Juni 2016, laporan penemuan fosil manusia kerdil lainnya ditemukan lagi. Kali ini diperkirakan bahwa usia mereka jauh lebih purba dibandingkan Hobbit.

Para tim peneliti yang dipimpin ilmuwan Australia Dr. Gert van den Bergh akhirnya menemukan manusia kerdil lainnya. Tepatnya di Cekungan Soa, Mata Menge, yang berada di antara wilayah Kabupaten Ngada dan Kabupaten Nagekeo, Flores, Nusa Tenggara Timur.

Sekitar 70 km dari timur Liang Bua, tempat pertama kali Hobbit Flores ditemukan.

Fakta menariknya, manusia purba itu--selanjutnya akan disebut Manusia Mata Menge--itu merupakan kerabat pertama Homo floresiensis atau Hobbit. Diperkirakan kehidupan Manusia Mata Menge itu sudah ada sejak 700.000 tahun yang lalu, jauh lebih dulu dibandingkan Hobbit.

‘’Bingo!’’ ungkap Van den Bergh yang ahli paleontologi vertebrata dari Australia itu saat menemukan fosil tersebut.

Penemuan ini menjadi hadiah bagi dirinya. Pasalnya ia pernah merasa putus asa karena menunggu lama untuk menemukan kerabat Hobbit ini untuk mengetahui lebih lanjut spesies tersebut.

Diberitakan Nature (h/t Kompas), fosil bagian tubuh Manusia Mata Menge pertama yang ditemukan adalah gigi geraham, diikuti dengan gigi seri, gigi taring, dan tulang rahang. Fosil ini dikategorikan milik individu dewasa dan berukuran lebih kecil dari Hobbit.

Van den Bergh menjelaskan bahwa penemuan ini sangat penting mengingat fosil ini jauh lebih purba dibandingkan Hobbit yang ditemukan di daerah Liang Boa. Meski begitu, penemuan ini malah semakin membingungkan.

‘’Ini merupakan makhluk aneh. Tingginya hanya satu meter dengan ukuran otak kecil dan perpaduan karakter primitif yang lebih maju. Dan tak seorang pun tahu pasti apa ini dan apa yang harus kami simpulkan,’’ jelas Van den Bergh dikutip Tribunnews.

Penemuan ini mendorong pendapat lain, yaitu datang dari pakar antropologi biologis dari Australian National University, Profesor Colin Groves.

Homo habilis
info gambar

Dia mengatakan, ‘’Saya cenderung di sisi pemikiran lainnya, yang menyatakan bahwa ini berasal dari sesuatu seperti Homo habilis, yang merupakan spesies yang tinggal di Afrika dari 2,3 hingga 1,4 juta tahun silam.’’

Pasalnya Homo habilis dinilai lebih cocok karena memiliki keunikan hewan purba dari bagian dunia yang tropis yang menyebar hingga sampai ke Flores.

Bagi para peneliti lainnya, hal ini dikatakan untuk menafikan kemungkinan bahwa manusia modern sekarang berasal atau berevolusi dari turunan Hobbit yang memiliki tubuh yang kecil. Dengan begitu, hipotesisnya dicoba untuk kembali ke awal bahwa manusia modern berasal dari Homo erectus.

Sekelumit teori dan hipotesis itu pada akhirnya hanya melahirkan satu simpulan.

Arkeolog dari Griffith University, Adam Brumm, menyampaikan bahwa jelas Pulau Flores merupakan wilayah dan kawasan percobaan evolusi alamiah manusia.

Mengenai siapa dan berasal dari kelompok mana nenek moyang manusia modern, satu-satunya cara untuk membuktikannya adalah dengan menemukan lebih banyak fosil lagi.

Hingga saat ini belum ditemukan fosil baru untuk melahirkan hipotesis baru. Sehingga siapa sebenarnya Hobbit dan Manusia Mata Menge di Flores itu? Masih menjadi tanda tanya besar.

Baca Juga:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dini Nurhadi Yasyi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dini Nurhadi Yasyi.

Terima kasih telah membaca sampai di sini