Rahasia Sehat Suku Sasak dari Apotek Herbal di Padang Ilalang

Rahasia Sehat Suku Sasak dari Apotek Herbal di Padang Ilalang
info gambar utama

Gelombang arus modernisasi yang dialami Suku Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) tidak sederas pada masyarakat Lombok secara umum. Di sana modernisasi hanya menyentuh sebagian kecil aspek kehidupan seperti pakaian dan pendidikan.

Pada aspek lain seperti arsitektur bangunan, makanan, peralatan rumah tangga, dan pengobatan, warga masih setia menjaga warisan leluhur dengan mamfaatkan kekayaan alam sekitar.

Dipaparkan dalam buku Trubus dengan judul Rahasia Sehat Suku Sasak, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Drs Muhammad Mansur mencatat ada 85 tanaman yang dimamfaatkan Suku Sasak untuk menunjang kehidupannya sehari-hari.

Misalnya saja pada penggunaan alang-alang, kayu, dan bambu sebagai elemen bangunan. Sementara itu ada 24 tanaman yang tercatat sebagai tanaman budidaya di sekitar pemukiman Suku Sasak.

Sebut saja lebui (Glycine Max), ular atau kluwak (Pangium edule), leko atau sirih (Pipier bitle), kemiri, jagung, kacang tanah, kedelai, ubi, singkong, kakao, kopi, aren, bawang merah, bawang putih, sengon, nangka, dan mangga.

Nantinya hasil panen akan diolah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti jagung yang disimpan dengan cara digantung di dekat dapur. Bawang putih, bawang merah, dan sebagian padi pun disimpan dengan cara serupa.

Tradisi Suku Sasak Lumuri Lantai dengan Kotoran Kerbau untuk Perkokoh Rumah

"Masyarakat tradisional banyak menyimpan bahan pangan di dapur karena asap dari pembakaran kayu saat memasak mampu mengawetkan," tulis Dr Purnama Dharmadji, periset asap cair dari Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gajah Mada.

Hal ini karena asap mengandung fenol, asam dan karbonil yang berfungsi sebagai antioksidan, antimikroba, dan disinfektan bagi bahan pangan.

Suku Sasak juga dekat dengan kemiri, selain digunakan untuk memasak, tanaman ini juga dipakai untuk bahan bakar lampu minyak. Kemiri yang sudah kering, dipres dengan besi sampai mengeluarkan minyak. Minyak kemudian disaring dan digunakan pada lampu minyak.

Kebiasaan menggunakan kemiri sebagai bahan bakar lampu minyak merupakan salah satu bukti bagaimana Suku Sasak masih menjaga warisan para leluhur. Di Jawa pernah juga ada penggunaan minyak jarak sebagai bahan bakar lampu penerang tetapi hanya bertahan sampai zaman pendudukan Jepang.

Menurut pantauan Trubus, di NTB paling tidak masih ada 7 desa adat yang dihuni Suku Sasak asli yang masih menjaga adat istiadat, seperti Desa Senaru, Segenter, Sekanom, Bayan Belik, dan Sembalun di Lombok Utara, Desa Ende di Lombok Selatan dan Desa Sade di Lombok Tengah.

Rahasia sehat ala Suku Sasak

Sukrati salah seorang warga Desa Senaru memperlihatkan lokasi yang mereka sebut sebagai gudang obat. Tempat yang ditunjuk olehnya itu hanya berupa padang ilalang tak beraturan.

Dirinya kemudian mencabut segenggam gasingan bali (Sida acuta) dan menumbuknya dengan batu hingga tanaman mengeluarkan cairan berbuih. Dengan ujung jari, dirinya lalu mengoleskan cairan tersebut ke rambut.

Suku Sasak ternyata menggunakan cairan itu untuk keramas. Ternyata bukan hanya sekadar melemaskan rambut, cairan gasingan bali mampu melunturkan bengkak otot akibat trauma benturan dan terkilir.

K Hayne dalam Tumbuhan Berguna Indonesia menyatakan gasingan bali alias sidaguri berkhasiat untuk mengatasi sakit gigi, dan gangguan perut.

Sementara itu riset Damintati Karou dan koleganya dari Pusat Penelitian Biologi, Penyakit, dan Nutrisi Universitas Ouagadougou, Burkina Faso di Afrika Barat menyebut sidaguri memiliki kandungan alkaloid jenis indolokuinolin, kuindolin dan zat kriptolepin.

Keunikan Suku Sasak: Menculik Calon Istri Sebelum Menikah

Sidaguri bahkan lebih ampuh menghambat pertumbuhan bakteri daripada spektinomisin, jenis antibiotik berspektrum luas. Efek dari antibakteri ini menjelaskan kemampuan melemaskan rambut.

Sukrati saat itu juga mengambil segenggam perdu berdaun tiga yang disebut sebagai empet-empet. Masyarakat Sasak memamfaatkan tanaman ini untuk mengatasi sakit perut dan diare.

Tanaman ini juga dimamfaatkan oleh masyarakat Jawa, Sunda dan Madura untuk kebutuhan yang sama. Tanaman berjuluk daun mules, kimules, jukut mules, dan jukut jarem itu memang lazim sebagai penawar diare, disentri dan muntaber.

Melalui riset ilmiah, Shang Chih Lai dari institute farmasi China, membuktikan bahwa ekstrak metanol dari daun mules berefek analgesik terhadap tikus percobaan. Selain untuk diare, efek ini juga baik sebagai antiradang.

Pemberian ekstrak pada dosis yang sama dengan uji analgesik meningkatkan aktivitas enzim superoksida dismutase dan glutation reduktase. Keduanya merupakan antioksidan untuk merestorasi jaringan rusak di hati.

Pengobatan dari alam yang terus diwariskan

Menurut budayawan Dewan Kebudayaan Kota Yogyakarta Imam Budhi Santosa, Suku Sasak berada dipersilangan budaya Bali dan Sumbawa. Sehingga sistem pertanian mereka terpengaruh dengan dua kebudayaan ini.

Budaya dari dua kebudayaan ini ternyata terpengaruh dengan sistem pertanian etnis Jawa yang dibawa saat zaman Majapahit. Sehingga jejak kebudayaan Jawa masih tampak dalam kehidupan masyarakat Sasak, salah satunya pemamfaatan herbal untuk beragam keperluan.

Pengetahuan masyarakat tradisional Suku Sasak mengenai pengobatan itu diwarisi turun temurun dari nenek moyang atau naskah lontar Lombok yang telah berusia lebih ratusan tahun.

Namun beberapa naskah telah rusak, sementara itu sebagian masih tersimpan di Museum Negeri Mataram dan masyarakat.

Muhammad Yamin dan kawan-kawan dalam Jurnal Biologi Tropis berjudul Pengobatan Tradisional Susu Sasak di Lombok melakukan kajian terhadap naskah lontar Usada yang mengandung penjelasan mengenai pengobatan tradisional Suku Sasak.

Dari hasil pengumpulan data itu, terdapat 10 bentuk teks pengobatan. Sementara penyakit yang ditangani dengan pengobatan tradisional Sasak dari 5 naskah lontar Usada dikelompokan kedalam 12 golongan penyakit:

Berkenalan Dengan Suku Sasak dari Dusun Sade Yuk!
  1. perut dan ulu hati
  2. kepala
  3. panas dingin
  4. tulang
  5. mata
  6. kulit dan alergi
  7. seriawan
  8. telinga,hidung dan tenggorokan,
  9. Reproduksi
  10. gigi dan gusi
  11. kelamin
  12. darah tinggi, kolesterol, ginjal

Adapun tumbuhan obat/bahan obat dari hasil terjemahan naskah lontar Usada dan informasi dari masyarakat Suku Sasak di Pulau Lombok tercatat 163 jenis. Sementara 50 jenis belum diketahui karena tidak tercantum ciri-ciri morfologis.

Cara pembuatan obat tradisonal sasak secara umum dilakukan dengan cara bahannya digiling, dikunyah, ditumbuk, diperas, dicampur, dibakar dan diparut, direbus, dimasukkan dalam wadah tertentu, diisi air, dibakar, dan diremas.

Adapun cara pengobatannya secara umum dapat dilakukan dengan cara dilulur, dioles, disemburkan, ditempel, diusap, ditetes, digosok, diminum, dibalur, dibilas, diurap, dan ditambal.

Pengobatan tradisional Suku Sasak sangat potensial untuk dikembangkan karena mudah diperoleh dan distribusinya tersebar luas. Bahkan menurut Yamin, beberapa jenis obat terlihat lebih mujarab daripada obat kimia, murah dan penerimaan masyarakat khususnya Suku Sasak lebih besar.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini