Tahun Depan, BBM Ramah Lingkungan Bakal Gantikan Premium dan Pertalite

Tahun Depan, BBM Ramah Lingkungan Bakal Gantikan Premium dan Pertalite
info gambar utama

Masih kencang soal ingar-bingar upaya pemerintah menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang disampaikan dalam KTT COP26 beberapa waktu lalu, sebagai upaya perwujudan dekarbonisasi pada 2060--atau lebih cepat.

Saat ini, dikabarkan pemerintah sedang menyiapkan peta jalan (roadmap) untuk mengalihkan penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) RON 88 (premium) dan RON 90 (pertalite) ke BBM yang lebih ramah lingkungan.

Meski begitu, rencana yang bakal digulirkan mulai tahun depan tersebut masih menunggu persetujuan Presiden Joko Widodo (Jokowi), melalui pengesahan Peraturan Presiden (Perpres).

Wacana ini memang bukan barang baru, sejak beberapa tahun terakhir, pemerintah terus mewacanakan akan menghapus BBM premium, namun belum juga terealisasi. COP26 boleh dibilang menjadi momentum yang tepat untuk menerapkan wacana ini secara lebih konkret.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, pada Agustus 2021 lalu mengatakan bahwa BBM premium sudah mulai dikurangi secara bertahap dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

Ia mengharapkan masyarakat mulai aware untuk mengonsumsi BBM dengan RON yang lebih tinggi (90 ke atas) untuk menekan emisi GRK. Dalam catatan Arifin, Indonesia menjadi salah satu negara yang masih saja menggunakan BBM dengan RON rendah.

Tak berbeda dengan Arifin, Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Soerjaningsih, mengatakan saat ini Indonesia mulai memasuki masa transisi dari BBM RON 90 menuju BBM yang lebih ramah lingkungan.

"Kita memasuki masa transisi di mana premium akan digantikan dengan pertalite, sebelum akhirnya kita akan menggunakan BBM yang ramah lingkungan," katanya, mengutip Detikcom.

Saat ini, sambungnya, hanya ada tujuh negara yang masih menggunakan BBM premium, namun dengan volume yang sangat kecil. Hal itu disebabkan kesadaran masyarakat untuk menggunakan BBM berkualitas baik.

Soal Penghapusan BBM Pertalite dan Premium, Ini Tahapannya

Presiden pertama yang menghapus BBM premium

Jika ini benar-benar diwujudkan, maka Presiden Jokowi akan tercatat sebagai presiden pertama di republik ini yang berani menghapuskan BBM premium. Sekaligus menjalankan janji saat ia dilantik sebagai presiden pada 2014 lalu.

Saat itu--2014--salah satu janjinya adalah membuat kebijakan signifikan dengan menghilangkan subsidi BBM premium pada awal 2015. Sayangnya, kebijakan itu tak konsisten. Salah satu alasannya adalah melihat kemampuan atau daya beli masyarakat.

Terkait wacana ini, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan, mengatakan bahwa dibutuhkan transisi yang efektif untuk mendorong masyarakat mengonsumsi BBM yang kualitas lebih baik dari premium atau pertalite.

Wajar saja, karena dua jenis BBM tadi memiliki harga cukup terjangkau untuk masyarakat bawah, terlebih saat ini banyak sekali masyarakat bawah yang berprofesi sebagai ojek online (ojol). Jika wacana ini tak diatur dengan baik, tentu akan sangat mengganggu produktivitas dan dampak ekonomi masyarakat.

Mamit berpendapat, bahwa pemerintah perlu rencana pemberian subsidi untuk BBM pertamax (RON 92), jika BBM murah tadi dihapus.

''Sama dengan Malaysia yang pemerintahnya memberikan subsidi kepada penggunaan BBM RON tinggi. Selain itu, mumpung revisi UU Migas belum selesai, bisa dimasukan soal petroleum fund, yakni dana yang bisa digunakan dalam berbagai macam kegiatan, seperti untuk membantu masyarakat saat harga minyak dunia tinggi, untuk kegiatan explorasi mencari cadangan migas baru, dan membantu pengembangan EBT,” bebernya pada Bisnis.com.

Pendek kata, Mamit mendukung rencana ini, karena dinilai sebagai bentuk penerapan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 20/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O, yang mensyaratkan standar minimal RON 91 sebagai standar EURO-4.

Begini Langkah Strategis Pemerintah Kurangi Impor BBM

Dilakukan secara bertahap

Pemerintah memang menetapkan BBM tipe EURO-4 mulai tahun 2019 secara bertahap hingga 2021. Tahapan penghapusan BBM ROM 88 dan 90 pun dilakukan melalui beberapa langkah.

Langkah pertama adalah dengan melakukan pengurangan bensin premium dan pertalite disertai dengan edukasi untuk mendorong konsumen menggunakan BBM RON 90 ke atas.

Langkah selanjutnya adalah terapan distribusi produk yang dijual di SPBU dengan hanya menjual dua varian BBM yang lebih ramah lingkungan, yakni BBM RON 92 (pertamax) dan BBM RON 95 (pertamax turbo).

Seperti disebutkan tadi, konsumsi BBM RON rendah masih menjadi pilihan bagi masyarakat kecil. Data Pertamina menyebut, bahwa konsumsi BBM premium dan pertalite dari tahun ke tahun masih mengalami lonjakan.

Misalnya, penggunaan BBM premium pada 2018 secara nasional mencapai 31,3 persen dari konsumsi BBM secara nasional. Sementara pada 2019, angkanya naik menjadi 33,3 persen. Sedangkan penggunaan BBM pertalite, pada 2018 mencapai 52,4 persen, kemudian terkatrol 56,3 persen di 2019.

Jelas, ini bukan perkara gampang untuk melakukan transisi bahan bakar murah ke bahan bakar yang diklaim lebih ramah lingkungan, yang notabene memiliki harga yang relatif lebih mahal.

Butuh stimulus atau subsidi yang terukur agar cita-cita untuk menurunkan emisi karbon di tahun 2030 bisa tercapai secara optimal.

Target BBM Satu Harga di Seluruh Indonesia Tahun 2019

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Mustafa Iman lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Mustafa Iman.

Terima kasih telah membaca sampai di sini