Bicara Makna G20, Makarim Wibisono: Kita Ingin Gotong Royong Jadi Inspirasi Internasional

Bicara Makna G20, Makarim Wibisono: Kita Ingin Gotong Royong Jadi Inspirasi Internasional
info gambar utama

"Kalau G20 ini bisa berjalan dengan baik, InsyaAllah akan membuat semacam partnership atau kemitraan yang menggantikan keberadaan kompetisi, permusuhan, dan perang-perang dagang."

---

Sebagai wadah yang membentuk komunitas secara merata dengan keikutsertaan baik negara-negara maju dan berkembang di seluruh dunia, Group of Twenty atau G20 telah menjadi salah satu organisasi paling berpengaruh dalam menangani isu-isu penting dari berbagai aspek yang dihadapi secara global.

Pada tahun ini, Indonesia mendapat kesempatan menjadi Presidensi sekaligus tuan rumah KTT G20 2022 yang acaranya puncaknya berlangsung pada bulan Oktober mendatang. Untuk bisa mecapai suatu kebijakan multilateral yang tertuang dalam bentuk deklarasi akhir dan membawa kemaslahatan bagi semua pihak, jalan panjang tentu sudah lebih dulu dipersiapkan bahkan sejak tahun 2021 lalu, saat KTT G20 2021 berakhir.

Membahas segala macam persiapan, potensi, dan harapan yang dimiliki Indonesia termasuk eksistensi dari G20 itu sendiri, dalam berperan menjadi tempat bagi sejumlah negara untuk bertukar pandangan dan bekerja sama, salah satu pakar dan praktisi yang sudah berkecimpung dalam dunia diplomasi internasional selama puluhan tahun yakni Prof. Dr. Makarim Wibisono, berbincang secara eksklusif bersama GNFI mengenai pandangannya, Rabu (26/10/2022).

Apa yang disampaikan oleh sosok Duta Besar RI untuk PBB periode 2004-2007 tersebut, mengenai eksistensi G20 dan keikutsertaannya sebagai bagian dari komunitas global Values 20 (V20)? Berikut rangkuman perbincangannya.

Mengenal V20, Komunitas Global yang Mengedepankan Gagasan Bernilai untuk Kebijakan G20

Apa yang membuat Prof Makarim menerima kesempatan bergabung menjadi bagian V20? Kontribusi personal apa yang ingin diberikan dalam keikutsertaan ini?

Prof. Dr. Makarim Wibisono
info gambar

Saya sejak tahun 1991 sudah mengikuti masalah-masalah organisasi internasional secara intensif. pada saat itu saya bisa mengetahui sederet organisasi dari berbagai aspek baik keuangan, moneter, politik di PBB, lingkungan hidup, wanita, dan sebagainya.

Namun saya melihat bahwa kondisi organisasi internasional saat ini cukup menurun, malah kalau boleh saya berterus terang dapat dikatakan tidak bisa berbuat apa-apa. Seperti kasus konflik di Syria (Suriah), sudah lebih dari 500 ribu jiwa meninggal tapi PBB tidak bisa berbuat apa-apa.

Ada juga Myanmar di mana lebih dari 500 ribu jiwa terusir dari negaranya sendiri dan lari ke Bangladesh, itu juga tidak bisa berbuat apa-apa. Berangkat dari hal tersebut, banyak sekali diskusi-diskusi yang saya ikuti baik di Eropa maupun Amerika pada saat itu, dan saya melihat jika G20 ini memiliki potensi untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi internasional lainnya.

Di V20 ini akhirnya saya bertemu dengan teman-teman yang menyatakan jika orientasi (komunitas V20) adalah untuk mendorong supaya semua public policy--kebijakan publik multilateral yang dibuat oleh G20 didasari oleh evidence based, dan gagasan atau values (nilai-nilai) yang berorientasi kepada manusia, bukan semata-mata berorientasi pada keuntungan, atau kemajuan nuklir, dan lain sebagainya.

Dari situ saya dengan senang hati ikut terlibat dalam hal ini.

Bagaimana pandangan Prof. Makarim mengenai kebijakan yang telah dihasilkan dari G20 selama dua tahun terakhir, terutama setelah V20 yang hadir sebagai pemberi masukan dibentuk?

Saya lihat bagaimana hasil dari G20 yang berlangsung di Saudi Arabia (2020), banyak sekali pembahasan yang dilakukan mulai dari perubahan iklim, lingkungan hidup, keuangan, dan lain sebagainya.

Kemudian di Roma (2021) juga dilakukan, tapi memang ada sedikit komentar ataupun kekecewaan pada saat di Glasgow, di mana pada aspek lingkungan hidup masih terdapat beberapa pembahasan yang belum dituntaskan.

Jadi kita harap, hal-hal semacam itu bisa diselesaikan pembahasannya di Indonesia pada bulan Oktober mendatang.

Apakah sudah ada konsep dan gagasan yang telah disiapkan dan akan diajukan oleh para pakar sekaligus praktisi Indonesia yang terlibat dalam V20?

Kita sangat serius dalam mengundang lahirnya gagasan-gagasan yang muncul untuk disampaikan kepada para kepala negara di G20 bulan Oktober nanti dalam bentuk komunike, jadi kita membuka kesempatan yang sangat luas mulai bulan Februari.

Pada bulan Maret nanti, task force atau tim yang mendorong pengumpulan gagasan ini akan mengumpulkan elemen-elemen yang akan termuat dalam komunike tadi, jika sudah mulai masuk selanjutnya draft dari komunike akan mulai tersusun dari A-Z pada bulan Juli.

Baru pada bulan September, satu bulan sebelum puncak dari G20 2022, kita sudah bisa merumuskannya dengan lengkap. Tapi, dalam prosesnya itu kita bertemu dengan teman-teman pakar dan praktisi, ada sekitar 400 nama yang ingin terlibat dalam perumusan ini dan diusahakan tetap membuka kesempatan bagi para ahli dari Indonesia untuk bertambah.

Mengenai gagasan, kita sangat menginginkan ide luhur kita yang berkenaan dengan gotong-royong dapat menjadi salah satu inspirasi internasional. Karena jika gotong royong itu muncul tidak hanya profit making activities yang ada, tapi juga bagaimana upaya untuk mengatasi masalah secara bersama.

Memahami Peran G20, dan Fakta Terpilihnya Indonesia Sebagai Presidensi di Tahun 2022

Bagaimana V20 menyoroti dua persoalan isu pandemi dan permasalahan iklim, serta bagaimana upaya penangangan yang ideal menurut cara pandang V20?

Pada tahun lalu di tengah pandemi saat ingin melakukan PCR, yang baru diagnosis dan belum sampai kepada obatnya saja itu susah, belum lagi untuk vaksinnya.

Jadi kita menginginkan agar perasaan gotong royong yang ada sebagai nilai-nilai leluhur Indonesia agar bisa terserap kepada masyarakat internasional, sehingga bisa mendorong adanya collective endeavour (usaha kolektif) untuk mengatasi masalah tersebut.

Misalnya saja diusahakan adanya stock pairing mengenai vaksin yang tersedia untuk siapa saja negara-negara yang membutuhkan dengan segera. Hal-hal semacam itu yang akan muncul jika semangat gotong royong bisa berkembang.

Sama halnya dengan isu yang berkaitan dengan permasalahan iklim, seperti diketahui yang namanya green house industry itu semuanya membutuhkan uang. Saat ini orientasinya kalau kita punya uang, maka kita bisa beli industri yang hijau, tapi bagaimana kalau kita menjadi negara yang memiliki situasi terbatas?

Hal-hal seperti itu yang juga bisa dijawab solusinya dengan ide gotong-royong, dengan saling memberikan bantuan sehingga green house industry itu bisa menjadi lebih murah dan lebih mudah diakses oleh siapapun, karena prinsip gotong-royong dipakai oleh banyak negara.

Jika merujuk pada kerangka kompas berkelanjutan (Sustainability Compass framework), isu atau hal apa yang ingin disorot oleh V20 secara keseluruhan?

Dari segi kesejahteraan masyarakat dan ekonomi secara global, bisa dilihat dari situasi ketika suatu negara ingin meng-hire seseorang yang katakanlah Indonesians, jadi belakangan ini ada gejala semacam sentimen nasionalistik yang ekstrem.

Misal pada saat Donald Trump berkuasa, itu mereka menggaungkan ungkapan “lets buy the American” secara global, jadi bukan beli barang dari China atau negara lainnya. Hal-hal semacam itu yang seharunya bisa merendah jika ada semangat atau ide gotong royong yang menguat antar negara.

Jika ada semangat gotong-royong yang menguat, dampak lebih luas misal ketika ada kesempatan pekerjaan yang terbuka dan bisa menampung tenaga dari warga negara asing, kenapa tidak dibuka?

Saat kita saling membutuhkan dengan negara lain dan saling membuka diri, maka dunia ini akan menjadi lebih ideal terutama jika semangat luhur yang bernilai positif seperti gotong royong mampu terserap dengan baik.

Apakah realisasi komunike/gagasan akhir yang dihasilkan dari V20 Summit sebelumnya sudah cukup terserap serta terealisasi dengan baik dan memuaskan oleh para pemimpin G20?

Saat kita membicarakan hal tersebut pada tanggal 15 Oktober tahun lalu, saya sempat berbincang dengan Dimah Al-Sheikh, Sherpa dan founding V20 dari Saudi Arabia, dia sangat puas dengan apa yang telah dibuat sehingga hasilnya memang tampak.

Kemudian sebelumnya kita sempat berbincang juga dengan founding V20 lainnya Dr. Mandeep Rai dan Dr. Ghazi Binzagr, mereka sempat menyatakan jika apa yang dikeluarkan pada deklarasi G20 di Roma tahun lalu mempunyai bekas dalam produk atau kesepakatan yang disampaikan oleh para kepala negara.

Jadi, saya berkeyakinan jika kita merumuskan dengan baik segala aspirasi yang ada, ini akan menghasilkan komunike yang konkrit dan dirasa penting oleh mereka (pemimpin negara G20).

Sementara itu jika bicara salah satu contoh konkret dari komunike yang terserap saat G20 Arab Saudi 2020, pada deklarasi yang dibacakan terdapat frasa yang menyebut pentingnya values based education, dan itu sudah menjadi pencapaian yang memuaskan di mana komunike panjang yang diajukan oleh komunitas V20 nyatanya diserap ke dalam deklarasi G20.

Karena negosiasi untuk bisa masuk ke dalam deklarasi tentu tidak mudah, di mana sebanyak 20 delegasi dari berbagai negara harus sepakat.

5 Hal yang Dikemukakan Indonesia Saat Jadi Pembicara Utama G20

Menurut Prof. Makarim, sudah sejauh mana peran dan kontribusi Indonesia dalam realisasi target G20 dari tahun ke tahun?

KTT G20 Roma, Italia
info gambar

Kita mengetahui bahwa Indonesia ini memiliki kondisi keunggulan yang kuat itu di bidang apa. Salah satu contohnya, kita kuat di bidang komoditas tapi kurang kuat di bagian teknologi tinggi, di situ Indonesia selalu senantiasa untuk melakukan keterbukaan dengan negara lain mengenai transfer technology.

Tentu tidak berlangsung secara besar-besaran, tapi setidaknya itu bisa memberikan hubungan timbal balik dan kontribusi yang berarti. Salah satu contoh misalnya saat ini kita sedang mengembangkan industri perhubungan dan infrastruktur, atau seperti memproduksi pesawat tempur dengan Korea Selatan yang mengajak Indonesia sehingga bagaimana caranya supaya kita bisa bersama-sama menghasilkan produk yang baik.

Sehingga hal yang tadinya bersifat kompetisi atau saling bersaing, tapi sekarang nadanya adalah kolaborasi atau bekerja sama untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

Memang usaha yang sifatnya inovatif tidak bisa langsung berhasil dengan cepat, tapi membutuhkan CBM (Confidence Building Measure) dulu. Jadi bagaimana agar kita bisa meningkatkan kepercayaan terlebih dulu, agar hasil transfer knowledge tidak akan saling merugikan, dan itu yang penting.

Apa yang diharapkan dari kebijakan dan hasil deklarasi KTT G20 Indonesia kali ini?

Saya melihat bahwa G20 adalah kelompok dari negara-negara yang punya potensi lebih dibandingkan dengan negara-negara dunia lainnya. Di dunia ini ada sekitar 196 lebih negara, tapi 20 negara yang terlibat dalam G20 ini mempunyai kualifikasinya tersendiri.

Saya merasa bahwa G20 ini forumnya dan ini tempatnya. Saat ini kita terbuka (kepada GNFI), kalau kita hanya bicara atau pergi ke organisasi-organisasi yang isinya didominasi oleh sesama negara-negara berkembang, yang bisa kita lakukan hanya menyatukan suara di antara komunitas-komunitas kita saja.

Tapi kalau kita bersatu dalam suatu kelompok yang imbang dalam arti kata terdiri dari negara-negara berkembang dan ada juga negara industri maju, maka kita memasuki wilayah yang memang tempatnya untuk mempersatukan dua kepentingan yang dapat menghasilkan sesuatu.

Kalau G20 ini bisa berjalan dengan baik, InsyaAllah akan membuat semacam partnership atau kemitraan yang menggantikan keberadaan kompetisi, permusuhan, perang-perang dagang, semua itu digantikan dengan kemitraan baik antara negara maju dengan negara berkembang, inilah tempatnya.

Blok Perdagangan RCEP Resmi Berlaku, Bagaimana Progres Indonesia?

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Siti Nur Arifa lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Siti Nur Arifa.

SA
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini