Tinggalkan Kota, Pasangan Muda Ini Dedikasikan Hidup untuk Pendidikan di Pelosok Papua

Tinggalkan Kota, Pasangan Muda Ini Dedikasikan Hidup untuk Pendidikan di Pelosok Papua
info gambar utama

Satu lagi kalangan insan yang menghidupkan aksi kemanusiaan mulia bermodalkan niat setulus hati, yaitu Zakharia Primaditya dan Putri Kitnas Inesia, pasangan suami istri muda yang sudah mendedikasikan bertahun-tahun hidupnya untuk gerakan kemanusiaan di bidang pendidikan bagi masyarakat pelosok di tanah Papua.

Adit dan Putri--begitu sapaan akrab mereka, pasangan yang sama-sama masih menginjak usia 36 tahun ini ibarat penerang ilmu bagi kalangan anak-anak di Kampung Kosarek, yang berlokasi di pelosok Kabupaten Yahukimo. Kampung tersebut memiliki jarak tempuh sekitar tujuh hari dari kota terdekat, Wamena.

Mengapa sampai tujuh hari? Karena memang tidak ada akses jalan yang bisa dijangkau oleh transportasi berupa kendaraan. Untuk bisa sampai ke kampung tersebut, mereka harus menyusuri hutan. Sebenarnya bisa saja datang ke Kampung Kosarek menggunakan pesawat perintis, tapi biaya yang harus dikeluarkan tentu tidak sedikit.

Kisah Pria dari Papua, Lepas Kesempatan Jadi Bupati Demi Bina Anak Jalanan di Nabire

Tentang Adit dan Putri

Adit dan Putri
info gambar

Meski usia keduanya masih terbilang muda, namun petualangan humanis Adit dan Putri di Papua sudah berjalan lebih dari satu dekade. Memang, awalnya tidak langsung terjun ke wilayah pelosok seperti sekarang, melainkan menjadi bagian dari beberapa lembaga pendidikan dan organisasi di wilayah kota Papua.

Putri sendiri diketahui sudah tinggal di Papua dan bekerja di LSM sejak tahun 2008, sementara itu Adit baru mulai menginjakkan kakinya untuk menjalani hidup di pulau yang sama sejak tahun 2011.

Bicara mengenai latar belakang, Putri memiliki gelar Sarjana Komunikasi dari Universitas Indonesia, dirinya bahkan menempuh pendidikan magister di Austria. Sementara itu Adit memiliki bekal wawasan akan ilmu Hubungan Internasional selama berkuliah di Universitas Parahyangan.

Jika ingin, mereka sebenarnya bisa saja memilih hidup di kota, bekerja di perusahaan ternama dalam sebuah ruangan sejuk pada salah satu gedung pencakar langit di Jakarta misalnya. Tapi, apa yang mereka sebut dengan panggilan akan tanggung jawab kemanusiaan sejatinya memang sudah tidak dapat lagi diganggu-gugat.

Sehingga di sinilah mereka sekarang, Rumah Belajar Kosarek, yang menjadi satu-satunya tempat bagi lebih dari 60 anak untuk bisa mendapatkan pendidikan. Rumah belajar itu sekaligus menjadi bagian dari Kawan Kasih Tumbuh, sebuah gerakan yang mereka inisiasi saat pertama kali merasa mendapat panggilan untuk mendedikasikan hidupnya akan aksi kemanusiaan.

Kisah Iin Herlina dalam Upaya Meningkatkan Literasi di Wilayah Pelosok Flores

Awal mula perjalanan

Awal perjalanan keduanya untuk mengabdikan diri memberikan jendela ilmu dan pendidikan ke wilayah pelosok Papua di mulai sejak tahun 2017. Sebelum itu, mereka diketahui sama-sama menjadi tenaga pengajar di Sekolah Ob Anggen, Bokondini. Putri menjadi guru, staf personalia, sekaligus pelatih kurikulum, sementara Adit mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah.

Keduanya memulai misi mereka dengan berjalan kaki menyusuri 26 kampung di Kabupaten Yahukimo, hingga pada akhirnya sampai di Kampung Kosarek. Mengutip BBC Indonesia, menurut penuturan Putri banyak anak usia sekolah di Kosarek namun tidak bisa membaca, menulis, dan berhitung. Hal itu terjadi karena sekolah formal yang ada terakhir kali beroperasi di distrik tersebut pada tahun 2006.

Melihat kondisi tersebut, Adit dan Putri menyampaikan misi untuk menghidupkan kembali pendidikan kepada misionaris gereja setempat, karena memang seluruh penduduknya beragama Kristen. Ibarat berjodoh, niat yang mereka sampaikan pun disambut baik.

"Bagi mereka, kami adalah pergumulan dan jawaban doa mereka, dan bagi kami mereka juga adalah jawaban dari doa-doa kami," tutur Putri.

Masih menurut sumber yang sama, realisasi misi mereka diketahui baru benar-benar berjalan di kisaran bulan Oktober 2018. Bermodalkan uang tabungan pribadi, Adit dan Putri pertama kali menetap pada sebuah rumah lama tak berpenghuni yang berdiri dari dinding kayu.

Saat itu, mereka juga menyebut belum memiliki akses internet untuk bisa terhubung ke dunia luar.

"Kami benar-benar nekat. Kami tidak ada pengalaman misionaris, tidak ada pengalaman crowdfunding, cari dana atau apa pun. Kami hanya komitmen ke Tuhan," ujar Adit menambahkan.

Panti Asuhan Alkaaf, Kisah Inspiratif Menggugah Kemanusiaan

Berhasil membangun kepercayaan diri anak Kosarek

Menjalankan misi pendidikan, ada ragam hal yang diajarkan oleh Adit dan Putri, mulai dari pelajaran agama, matematika, dan bahasa. Bedanya, pelajaran disampaikan dengan cara yang variatif dan menyenangkan seperti berdongeng, permainan, kuis berhadiah, dan lagu.

Satu perubahan besar yang paling terasa, menurut penuturan Putri anak-anak di Kosarek awalnya dapat dikatakan pemalu dan rendah diri, karena mereka tidak memiliki cukup ruang untuk beraspirasi. Namun semenjak dibina dan diajak melakukan kegiatan yang dapat mengasah kemampuan seperti bernyanyi, bermain musik, drama, atau membaca puisi, rasa kepercayaan diri itu perlahan tumbuh dan semakin besar.

"Sekarang kalau anak Mome Lemnep Ae (julukan rumah belajar) ditanya siapa yang mau buat penampilan, semua angkat tangan baku rebut, karena kepercayaan diri mereka sudah tumbuh," terang Putri antusias.

Satu hal yang menarik, masyarakat dan anak-anak di Kosarek pasalnya memiliki pemahaman sendiri akan bahasa sehari-hari yang digunakan, mereka kurang begitu paham Bahasa Indonesia, bahasa sehari-harinya adalah Bahasa Mek.

Karena hal itu pula, dalam berhitung, membaca, dan lain sebagainya, Adit dan Putri telah menyesuaikan standar pengajaran Bahasa Indonesia yang diselaraskan dengan Bahasa Mek.

"Kami mau memperkenalkan pendidikan dan pengetahuan yang baru di luar dunia mereka tapi dengan cara yang dekat, bahasa yang dekat di hati mereka, paling tidak untuk anak usia dini," jelasnya.

Melihat perkembangan yang ada di Kampung Kosarek, baik Adit dan Putri mengaku terharu akan pertumbuhan yang telah terlihat. Mereka merasa telah berhasil menyentuh jiwa masyarakat terutama anak-anak di Kosarek untuk mau tumbuh bersama.

Seperti yang disampaikan oleh keduanya kepada anak-anak yang telah mereka didik selama beberapa tahun terakhir ini, A'un sembe nu phende yeng meikno, yang artinya “kami berdua sayang kalian semua”.

Carlos Ferrandiz, Penjamin Kehidupan Masyarakat Desa Hu’u di Pulau Sumbawa

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Siti Nur Arifa lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Siti Nur Arifa.

Terima kasih telah membaca sampai di sini