Menyoal Industri Pariwisata yang Tak Selalu Indah dan Apa Itu Pariwisata Berkelanjutan?

Menyoal Industri Pariwisata yang Tak Selalu Indah dan Apa Itu Pariwisata Berkelanjutan?
info gambar utama

Pariwisata merupakan industri yang terus berkembang di seluruh dunia. Orang-orang didorong untuk terus melakukan perjalanan liburan, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri.

Orang-orang bepergian jauh dari rumah untuk bersenang-senang, mendapatkan pengalaman baru dengan mengunjungi tempat baru, mempelajari sejarah dan budaya, mencicipi makanan lokal di destinasi tujuan, berbelanja, dan melakukan berbagai aktivitas liburan lainnya.

Pertumbuhan industri pariwisata erat kaitannya dengan peningkatan perekonomian di sebuah daerah atau negara. Meski Amerika Serikat dan Eropa selama bertahun-tahun sibuk dengan pekerjaan pariwisata, dalam beberapa tahun gejolak serupa juga telah menyebar hingga ke Asia, termasuk Indonesia.

Meski menguntungkan untuk perekonomian negara secara umum, pariwisata juga menyimpan sisi negatif dan pembahasan soal pariwisata berkelanjutan pun sedang marak dibicarakan. Apa hubungan keduanya?

Industri Pariwisata Menggeliat, Prokes Makin Diperkuat

Pertumbuhan industri pariwisata dan dampaknya

Ilustrasi | @Breslavtsev Oleg Shutterstock
info gambar

Industri pariwisata terus mengalami peningkatan dan didasari oleh berbagai faktor. Ada sekelompok orang yang memang memiliki uang lebih dan diprioritaskan untuk perjalanan daripada membeli aset seperti rumah atau barang.

Ditambah lagi, perjalanan masa kini juga lebih mudah dan murah. Ada banyak tiket dengan harga miring untuk transportasi, akomodasi, dan atraksi di destinasi wisata. Ada begitu banyak agen wisata yang menawarkan paket liburan dengan mengunjungi berbagai objek wisata terpopuler dengan biaya terjangkau. Sarana dan prasarana pendukung kegiatan wisata pun telah difasilitasi oleh negara.

Media sosial juga turut berpengaruh pada peningkatan industri pariwisata. Tak selalu soal pamer kegiatan berlibur, sebab aktivitas ini pada akhirnya juga dapat menghasilkan keuntungan pribadi, misalnya bagi fotografer atau travel blogger.

Di sisi lain, pariwisata yang dibangun demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dan mendatangkan wisatawan sebanyak-banyaknya rentan memiliki dampak destruksi terhadap lingkungan, sosial, dan budaya.

Ada beberapa dampak yang mungkin sering terlupakan bagi orang-orang yang tidak tinggal di daerah wisata, misalnya pekerjaan musiman dan bayaran rendah, sebagian besar uang dari wisawatan masuk ke perusahaan besar bukan ke penduduk setempat, kemudian budaya dan tradisi berubah ketika turis berdatangan.

Lain itu ada juga soal benda-benda pada objek wisata rusak karena turis tak bertanggung jawab, dan jangan lupa adanya kerusakan lingkungan akibat sampah-sampah turis, perusakan habitat untuk membangun hotel atau tempat wisata buatan.

Wisatawan mengeluh karena mengunjungi tempat wisata yang ramai dan penuh sampah. Di sisi lain, kedatangan wisatawan juga membuat beberapa warga yang tinggal di daerah tempat wisata merasa kurang nyaman karena terlalu ramai dan mereka tidak mendapatkan apa-apa dari sana.

Dampak negatif seperti itu terkadang sulit dicegah. Padahal, pariwisata sejatinya dapat membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat. Jika dikelola dengan baik, pariwisata bukan hanya mempercepat pertumbuhan ekonomi negara, tetapi juga menjamin kelestarian alam, budaya, dan pemberdayaan masyarakat lokal.

Salah satu upaya yang diterapkan untuk mengatasi persoalan tersebut adalah konsep pariwisata berkelanjutan atau sustainable tourism. Apa maksudnya?

Peran Teknologi dalam Menghidupkan Kembali Pariwisata di Indonesia

Tujuan dan penerapan konsep pariwisata berkelanjutan

 Ilustrasi | @Petrmalinak Shutterstock
info gambar

Pada dasarnya pariwisata berkelanjutan merupakan konsep berwisata yang memberikan dampak terhadap lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi pada masa kini dan masa depan. Konsep ini dapat diterapkan pada segala bentuk destinasi wisata dan tidak mengacu pada jenis pariwisata tertentu.

Menurut Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO), pariwisata berkelanjutan harus dapat memanfaatkan secara optimal sumber daya lingkungan yang menjadi elemen kunci pengembangan pariwisata, memelihara proses ekologi, dan membantu pelestarian warisan alam dan keanekaragaman hayati.

Konsep tersebut juga harus menghormati keaslina sosial-budaya setempat dan melestarikannya, juga berkontribusi pada pemahaman dan toleransi antar-budaya.

Juga tak lupa untuk memastikan operasi ekonomi jangka panjang yang layak, memberikan manfaat sosial-ekonomi kepada semua pemangku kepentingan yang terdistribusi secara adil, termasuk pekerjaan yang stabil dan peluang memperoleh pendapatan serta layanan sosial bagi masyarakat setempat, dan berkontribusi pada pengentasan kemiskinan.

Pembangunan pariwisata berkelanjutan juga harus mempertahankan tingkat kepuasan wisatawan yang tinggi dan memastikan pengalaman yang berarti bagi para wisatawan, sekaligus meningkatkan kesadaran mereka tentang isu-isu keberlanjutan dan mempromosikan praktik pariwisata berkelanjutan di antara wisatawan.

Frans Teguh, Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Berkelanjutan dan Konservasi, menjelaskan bahwa ada empat pilar yang menjadi area fokus pelaksanaan kepariwisataan berkelanjutan.

Pilar-pilar tersebut adalah pengelolaan yang berkelanjutan seperti bisnis pariwisata, ekonomi berkelanjutan, keberlanjutan budaya agar terus dikembangkan tetapi tetap dijaga, dan keberlanjutan aspek lingkungan.

Di indonesia, ide mengenai pariwisata berkelanjutan telah digagas oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) sejak tahun 2015.

Adapun latar belakang ide tersebut adalah mewujudkan pengembangan pariwisata berkelanjutan yang meliputi destinasi pariwisata berkelanjutan, observatorium pariwisata berkelanjutan, sertifikasi pariwisata berkelanjutan, industri pariwisata berkelanjutan, serta pemasaran dan manajemen pariwisata berkelanjutan.

Sebagai contoh penerapan pariwisata berkelanjutan di Tanah Air, misalnya di Unggul Ponggok, Klaten, Jawa Tengah.

Desa ini sejak awal dikenal karena potensi sumber air melimpah dan masyarakat turun langsung mengelola serta memanfaatkannya untuk irigasi sawah dan atraksi wisata seperti latihan menyelam, swafoto di dalam air, dan menyelam. Kini, Unggul Ponggok menjadi salah satu destinasi wisata dengan penghasilan mencapai Rp4 miliar per tahun.

Contoh lain bisa kita lihat di Desa Gorontalo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur yang tengah berupaya untuk mewujudkan pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan. Masyarakat di desa tersebut melakukan berbagai aktivitas pengolahan sampah plastik dengan menggunakan mesin.

Dengan menggunakan metode pirolisis, nantinya semua sampah plastik yang dikumpulkan akan diolah dengan teknologi tinggi untuk menghasilkan bahan bakar solar, yang juga dapat digunakan oleh nelayan ketika melaut.

Pada awal tahun 2022, Kemenparekraf juga berkolaborasi dengan Jejak.in meluncurkan apliksi Carbon Footprint Calculator terkait isu pariwisata berkelanjutan. Program ini merupakan salah satu upaya Kemenparekraf dalam melakukan pengimbangan nilai emisi yang telah dihasilkan kegiatan wisata dengan menyerap jejak karbon demi membantu mencegah dampak buruknya pada iklim.

Selain untuk menguatkan reputasi pariwisata jelang Presidensi G20, kolaborasi ini juga dilakukan untuk monitoring carbon-offset di destinasi pariwisata menuju skema carbon trading di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif.

Kota/Kabupaten di Indonesia yang Bergantung pada Sektor Pariwisata

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dian Afrillia lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dian Afrillia.

DA
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini