Menyaksikan Keunikan Uma Lengge dan Tari Adu Kepala di Desa Maria

Menyaksikan Keunikan Uma Lengge dan Tari Adu Kepala di Desa Maria
info gambar utama

Di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, ada sebuah desa wisata bernama Maria Wawo atau biasa disebut Desa Wisata Maria yang masyarakatnya memegang teguh nilai-nilai budaya dan gotong-royong hingga kini.

Desa yang berjarak sekitar satu jam dari Bandar Udara Sultan Muhammad Salahuddin di Bima ini memiliki kebiasaan yang disebut rawi rasa, yaitu tradisi kumpul bersama dan saling membantu dalam kehidupan sosial.

Masyarakat Desa Maria mengenal istilah mbolo weki, teka ra nee, dan weha rima yang berarti saling bantu dan gotong royong dalam menyelesaikan pekerjaan tanpa mengharapkan imbalan.

Menurut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno, Desa Maria juga dinilai dapat memberikan multiplier effect yang mendalam bagi masyarakat yang ada di Kabupaten Bima.

Sebagai sebuah desa wisata, Desa Maria punya berbagai potensi yang menjadi daya tarik untuk dikunjungi wisatawan.

Bukan Labuan Bajo, Intip Pesona Kota Soe yang Menakjubkan di NTT

Cagar budaya uma lengge

Di Desa Maria terdapat bangunan uma lengge dan jompa sebagai tempat penyimpanan hasil pertanian sekaligus tempat tinggal. Uma lengge merupakan bangunan tradisional Suku Mbojo yang mendiami wilayah tersebut. Semua bahan yang digunakan untuk membangunnya terdiri dari kayu, bambu, dan rumbia.

Umumnya, uma lengge memiliki atap kerucut dan bangunannya berukuran 2x2 meter dengan tinggi 5 meter. Sedangkan jompa sendiri bentuknya serupa rumah panggung yang tinggi dan beratapkan genteng.

Totalnya ada 13 uma lengge dan 103 jompa milik masyarakat yang sudah diwariskan secara turun-temurun. Uma lengge yang sudah ada sejak ratusan tahun silam ini merupakan salah satu ikon kebudayaan Desa Maria sekaligus menjadi simbol ketahanan pangan masyarakat Bima karena hasil panen yang disimpan di sana bisa bertahan hingga setahun.

“Daya tarik wisata budaya uma lengge sangat langka. Bernilai sejarah tinggi karena ini adalah situs warisan budaya dari para leluhur Suku Mbojo yang memiliki nilai sejarah dan keunikan tinggi dalam industri pariwisata. Kami akan terus memberikan pendampingan di Desa Wisata Maria agar objek wisata ini tumbuh dan menjadi destinasi wisata baru di Indonesia,” ujar Sandiaga.

Termasuk cagar budaya, di uma lengge juga wisatawan bisa berfoto-foto di depan bangunan rumah dengan busana khas masyarakat Bima yaitu rimpu. Umumnya rimpu terdiri dari dua lembar sarung nggoli yang dipakai untuk atasan dan bawahan.

Uniknya, bagi yang belum menikah, rimpu yang digunakan bermodel seperti cadar dan hanya memperlihatkan bagian mata. Sedangkan bagi yang sudah menikah dapat menampilkan seluruh wajahnya.

Sumba Masuk Daftar Destinasi Wisata Terbaik Dunia Versi Conde Nast Traveler

Wisata alam dan kesenian

Selain keunikan uma lengge, Desa Maria juga punya objek wisata alam yang wajib dikunjungi. Salah satunya adalah Oi Wobo yang merupakan pesanggrahan atau tempat peristirahatan para pejabat belanda pada masa kolonial.

Di Oi Wobo terdapat kolam pemandian dengan air yang jernih dan udaranya pun sejuk sehingga wisatawan dapat menikmati waktu bersantai di lokasi ini.

Kemudian, ada pula Diwu Wau yang akan menyajikan pemandangan berupa sawah terasering yang juga dikelilingi oleh pohon kelapa. Pertanian memang tak bisa dipisahkan dari masyarakat Bima karena menjadi salah satu mata pencaharian mereka.

Di Diwu Wau, pengunjung bisa menikmati pemandangan persawahan yang serba hijau dan menyegarkan mata.

Desa Maria juga punya beberapa atraksi budaya seperti tari adat makatua, tari wura bongi monca, kareku kandei, dan tari mpa’a ntumbu tuta. Bila mengunjungi desa wisata ini, Anda pun dapat membeli oleh-oleh buatan masyarakat lokal seperti aksesori, kerajinan tangan, kopi, dan kain tenun khas Bima yaitu tembe nggoli.

Bahkan, pengunjung juga bisa melihat bagaimana proses pembuatan tembe nggoli. Pada dasarnya kain tenun ini dibuat dari benang kapas atau katun dan identik dengan warna-warna cerah. Tentunya kain ini masih dibuat dengan alat tenun tradisional dan proses pembuatan selembar sarung saja bisa sampai dua minggu.

Menyoal Industri Pariwisata yang Tak Selalu Indah dan Apa Itu Pariwisata Berkelanjutan?

Menyaksikan Mpa'a Ntumbu Tuta

Jika di Nias ada lompat batu, di Madura ada karapan sapi, dan debus di Banten, Desa Maria juga punya sebuah pertunjukan ekstrem yang disebut Mpa'a Ntumbu Tuta atau biasa disebut ntumbu saja.

Tradisi tersebut menampilkan adu kepala antara dua pria dewasa layaknya adu domba. Ntumbu bukan sesuatu yang baru dan sudah ada sejak ratusan tahun lalu pada masa Kesultanan Bima.

Pada pelaksanaannya akan dipilih dua orang dewasa dan akan saling membenturkan kepala secaa bergantian. Jadi, satu orang dalam posisi bertahan dan satunya menyerang. Ntumbu biasa dimeriahkan oleh tabuhan gendang dan silu atau alat musik dari daun lontar.

Ketika menyaksikan pertunjukan ini, kedua peserta akan benar-benar membenturkan kepalanya bahkan sampai terdengar suara keras. Namun, peserta tidak kesakitan dan tidak ada pertumpahan darah karena sebelumnya sudah dirapalkan mantra oleh tetua adat sehingga memberikan efek kebal.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dian Afrillia lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dian Afrillia.

DA
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini