Riwayat Masuknya Praktik Perkebunan Hidroponik di Indonesia

Riwayat Masuknya Praktik Perkebunan Hidroponik di Indonesia
info gambar utama

Hidroponik bukan lagi menjadi hal baru bagi masyarakat di tanah air. Praktik bercocok tanam satu ini semakin banyak diminati, karena menawarkan cara yang lebih mudah dalam mengelola sumber pangan yang dapat dikonsumsi sehari-hari.

Dalam praktiknya, hidroponik juga bisa dilakukan dengan lebih leluasa di atas lahan terbatas. Sehingga hidroponik tidak hanya bisa dilakukan oleh petani atau masyarakat di perdesaan, namun juga masyarakat di perkotaan yang kemudian memunculkan istilah urban farming.

Hidroponik adalah budidaya tanaman dengan memanfaatkan air sebagai media tumbuhnya, dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman. Pemberian nutrisi menggunakan ukuran satuan parts per million (ppm) yang diberikan kepada tanaman, mulai dari pindah tanam dari semaian sampai dengan minggu akhir menjelang panen.

Dalam praktiknya hara tanaman yang terlarut dalam air menjadi larutan hara, dan dimanfaatkan kembali dengan cara resirkulasi (sistem tertutup) menggunakan energi listrik. Seperti yang disebutkan, kelebihan sistem hidroponik adalah penggunaan lahan yang lebih efisien.

Lain itu lingkungan maupun pemberian nutrisi pupuk dapat diatur, tidak ada gulma, bebas dari racun pestisida, penggunaan pupuk dan air lebih efisien, serta periode tanam lebih pendek.

Selain mudah, kebutuhan akan pasokan pangan yang terjamin kualitasnya karena digarap sendiri juga jadi salah satu alasan utama dari semakin populernya tren hidroponik. Tapi, bagaimana sebenarnya praktik pertanian satu ini pertama kali muncul dan masuk ke Indonesia?

Uniknya Kebun Hidroponik Tenaga Surya di Noja Bali

Berawal dari tanaman hias

Bukan hal baru, sebenarnya hidroponik adalah suatu metode bertanam yang sudah ada sejak tahun 1627. Ide awalnya dituliskan oleh seseorang bernama Francis Bacon yang menyebutu bahwa tanaman juga bisa ditanam dengan media lainnya selain tanah, yaitu menggunakan media air.

Baru di sekitar tahun 1699 dilakukan penelitian yang lebih lengkap tentang metode hidroponik ini, yang saat itu dilakukan oleh John Woodward. Namun hasilnya berbeda, hasil dari tanaman yang ditanam dengan hidroponik ini ternyata lebih bagus dengan menggunakan air yang keruh ketimbang air yang bersih (jernih).

Faktanya praktik hidroponik baru masuk ke Indonesia pada tahun 1970-an, hanya saja kala itu praktiknya baru diterapkan pada tanaman hias oleh seorang praktisi pertanian asal Cipanas, Jawa Barat bernama Iin Hasim.

Sedangkan praktik yang mulai diterapkan pada tanaman jenis sayuran sendiri baru dipopulerkan pada kisaran tahun 1982 oleh Bob Sadino. Saat itu ia memulai praktik hidroponik sayuran skala industri dengan melakukannya di atas lahan seluas 2,5 hektare.

Setelahnya, hidroponik semakin dikenal pada tahun 1983 setelah digelar pameran flora dan fauna di Monas. Sejak saat itu hingga tahun 2003, memang sebenarnya baru ada sedikit perusahaan yang mengembangkan praktik hidroponik ke dalam skala industri, salah duanya Momenta Agrikultura dan PT Kebun Sayur Segar.

Kemudian berkembang hidroponik tanpa atap yang mulai diperkenalkan pada tahun 2006. Sementara kepopuleran paling terasa dari praktik hidroponik dimulai ketika menjadi tren dalam industri pertanian di tahun 2012.

Dengan semakin mudahnya penyebaran informasi melalui teknologi dan media sosial, tren hidroponik semakin meningkat di tahun 2014. Tidak hanya dilakukan oleh industri, namun praktik ini juga mulai dilakukan dalam skala rumahan.

Mengenal Budikdamber, Metode Budidaya Ikan dan Sayur dalam Satu Tempat

Jenis sayuran yang populer ditanam secara hidroponik

Bagi sejumlah kalangan yang sudah terbiasa dan mendalami ilmu hidroponik, menjalaninya bukan perkara rumit. Namun situasi berbeda akan terasa bagi mereka yang baru pertama kali terjun menggarap kegiatan ini.

Tak heran, jika biasanya jenis sayuran yang dipilih adalah tanaman yang mudah untuk ditanam dan dirawat. Dan nyatanya memang ada beberapa jenis sayur yang populer dan banyak dipilih bagi mereka yang ingin melakukan kegiatan hidroponik.

Apa saja jenisnya?

Bayam, menanam bayam hidroponik bayam tidak terlalu sulit. Masa panen dari sayur satu ini berkisar antara 25-30 hari setelah tanam. Pemberian nutrisi juga dilakukan secara bertahap setiap minggunya.

Selama 30 hari, bayam membutuhkan sinar matahari guna menunjang fotosintesis untuk memaksimalkan pertumbuhan. Sedangkan untuk pertumbuhan, hidroponik bayam membutuhkan tingkat nutrisi maksimal 1.600 ppm hingga masa panen.

Kangkung, tanpa metode hidroponik, sebenarnya kangkung sendiri merupakan salah satu jenis tanaman sayur yang bisa tumbuh dengan mudah di Indonesia. Pertumbuhan sayur satu ini terbilang cepat dan dapat dipanen pada usia 3-4 minggu dengan cara memotong bagian batangnya.

Kemudian hanya dengan membiarkan akar kangkung yang telah dipotong berada ditempat semula, maka bagian batang dan daun dari sayur ini akan kembali tumbuh dengan sendirinya. Sementara itu dari segi perawatan hodroponik kangkung sendiri terbilang cukup mudah.

Kangkung hanya membutuhkan kontrol nutrisi tanaman dan air yang bagus untuk mendukung proses pertumbuhannya. Adapun tingkat nutrisi air yang baik untuk tanaman hidroponik kangkung adalah 1.050 hingga 1.400 ppm.

Sawi pakcoy, banyak dibudidayakan secara hidroponik karna perawatannya tak kalah mudah. Pertumbuhannya dapat dipanen pada usia 30-35 hari setelah tanam. Untuk konsumsi pribadi, sawi pakcoy dapat dipanen secara bertahap.

Konsentrasi nutrisi yang dibutuhkan agar pakcoy dapat tumbuh maksimal berada di kisaran 1.400 ppm untuk sistem hidroponik

Sawi pagoda, selain pakcoy, jenis sawi lain yang juga banyak ditanam secara hidroponik adalah sawi pagoda. Sawi pagoda bisa dipanen dalam usia 30-35 hari setelah tanam. Tak jauh berbeda dengan pakcoy, tingkat nutrisi yang dibutuhkan oleh sawi pagoda berada di angka 1.550 ppm.

Mengenal Aeroponik, Sistem Pertanian di Udara yang Cocok untuk Masyarakat Perkotaan

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Siti Nur Arifa lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Siti Nur Arifa.

Terima kasih telah membaca sampai di sini