Ali Sadikin dan Gagasan Lawas untuk Gabungkan Depok ke Jakarta

Ali Sadikin dan Gagasan Lawas untuk Gabungkan Depok ke Jakarta
info gambar utama

Wali Kota Depok Mohammad Idris kembali memunculkan wacana agar Depok dan daerah penyangga bisa bergabung menjadi bagian dari Provinsi DKI Jakarta. Menurutnya usul ini berkaitan dengan penerapan Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN).

Selain itu Idris menuturkan bahwa gagasan Jakarta Raya ini merupakan pengembangan ide sejak zaman Orde Baru. Katanya gagasan ini sudah muncul dari mantan Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso.

“Sebenarnya ide penggabungan kota-kota penyangga dari ibu kota Jakarta ini kan sudah lama, sudah dari zaman Gubernur Sutiyoso. Bahkan dulu mempunyai ide gagasan dulu kalau enggak salah namanya Megapolitan,” ujar Idris, Kamis (14/7/2022) yang dimuat Kompas.

Sebelum digaungkan oleh dua tokoh ini, ide pemekaran wilayah Ibu Kota ini sebetulnya juga pernah digagas oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin. Ketika itu Ali melihat pemusatan kegiatan ekonomi, sosial, hingga budaya di Jakarta telah memunculkan persoalan baru.

Ditulis oleh Ramadhan KH dalam Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977 menyebut perkembangan Ibu Kota terus berjalan dan menjadi daya tarik bagi warga luar untuk datang merantau ke Jakarta.

GOR Bulungan: Cara Menghilangkan Tawuran dengan Memunculkan Tongkrongan

Karena kondisi ini membuat Bang Ali -sapaan akrabnya- melihat adanya kerugian yang akan timbul pada masa yang akan datang. Misalnya dari aspek kependudukan, Ali melihat adanya arus untuk mengatasi urbanisasi yang semakin meningkat.

Karena itu Bang Ali perlu mulai berpikir untuk mengembangkan pusat pertumbuhan baru yang terencana. Ketika itu pemerintah pusat tengah menyusun konsepsi pembangunan kawasan Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).

Namun ketika itu, Ali menilai untuk merealisasikan rencana tersebut tidaklah mudah dan membutuhkan anggaran yang cukup besar. Menurut Ali, dalam pelaksanaan Jabodetabek yang banyak bergerak hanyalah Gubernur Jakarta.

“Kebutuhan (perluasan) tidak bisa ditahan-tahan. Lama terasa sekali sikap Jawa Barat pasif. Alasannya biaya,” ujar Ali dalam buku tersebut.

Pemerintah Pusat sebelumnya menyampaikan soal pelebaran wilayah Jakarta luasnya bisa mencapai Ciawi, Bogor, Bekasi, Tangerang, sehingga Jawa Barat dibelah dua. Namun Ali menolak, karena garis-garis batasnya tidak tepat.

Ali menilai biasanya garis batas itu harus jelas secara fisik, misal sungai, gunung atau jalan. Setelah melakukan kajian, staf Ali mengusulkan beberapa daerah yang bisa bergabung di antaranya Cibinong, Depok, dan Bekasi.

“Garis itu yang saya ajukan waktu pertemuan dengan Gubernur Jawa Barat, Solihin Gautama Purwanegara,” ujar Ali.

Rencana pembangunan tiga tahap

Pemerintah Jakarta kemudian meluncurkan Rentjana Regional Metropolitan Djakarta. Rencana ini memaklumatkan pembentukan daerah pertumbuhan baru melalui penyebaran industri, pemukiman, dan fasilitas umum di wilayah sekitar Jakarta.

Para perancang Rentjana Regional Metropolitan Djakarta telah menargetkan beberapa wilayah sekitar Jakarta agar menjadi pusat pertumbuhan baru. Wilayah yang dipilih seperti Cibinong dan Citereup di Bogor.

Cibinong akan dijadikan pusat perdagangan buah, sedangkan Citereup menjadi pusat industri. Sebuah jalan raya akan tersedia guna mendukung pembangunan di dua kota ini. Jalan raya itu bernama Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi).

“Jalan itu sendiri lebarnya 100 meter. Kiri-kanan jalan Jagorawi diapit oleh jalur hijau, masing-masing selebar 1.000 meter.” tulis Djaja, 26 Maret 1966 yang dimuat oleh Historia.

Pada dekade 1970, rencana menambah pusat pertumbuhan baru di Jakarta semakin gencar. Setelah adanya laporan kursus tenaga-tenaga perencana Kabupaten Bogor, Tangerang, dan Bekasi pada tahun 1973.

Kiprah Ali Sadikin Mempercantik Perkampungan Kumuh di Jakarta

Laporan ini mengandung proyeksi pertumbuhan jumlah penduduk Jabodetabek dari 1973 hingga 2000. Selain itu, terdapat pula pemetaan industri dan pengembangan infrastruktir pendukungnya.

Harapan mewujudkan konsep Jabodetabek semakin konkret setelah keluarnya Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No.151 tahun 1975 tentang perubahan dan pembulatan batas wilayah DKI Jakarta.

“Di mana sebagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat dimasukan dalam wilayah Provinsi DKI Jakarta dan sebagian wilayah DKI Jakarta dimasukkan dalam Provinsi Jawa Barat,” jelas Hendropranoto Suselo dalam Tinjauan Singkat Perkembangan Jabodetabek yang termuat dalam Prisma, 5 Mei 1977.

Ali Sadikin dalam Gita Jaya kemudian memperkenalkan karakteristik wilayah Jabodetabek terbagi tiga: wilayah perkotaan, perdesaan, dan peralihan dari desa ke kota. Pengembangan Jabotabek akan melalui tiga tahap.

Tahap pertama (1975-1980) menyasar pengembangan Tangerang, Depok, dan Bekasi sebagai permukiman dan industri. Pembangunan fasilitas pendukung seperti listrik, sekolah, jalan raya dan pasar.

Tahap kedua (1980-1990) menekankan pengembangan daerah industri di Cibinong, Bogor, Tangerang, dan Cikarang. Di dalamnya ada pembangunan daerah hijau di sekitar Jakarta dan daya tampung Tangerang, Bogor dan Cikarang menjadi masing-masing 250 ribu jiwa.

Sarana pendukungnya antara lain jalan lingkar luar Jakarta dan jalur rel tunggal kereta api Depok-Bogor yang akan ditingkatkan menjadi jalur rel ganda kereta api

Tahap ketiga (1990-2000) berupa peningkatan daya tampung Bogor sebesar 500 ribu jiwa. Tangerang sebanyak 250 ribu jiwa, dan Cikarang sekitar 400 ribu jiwa.

Tetapi ini juga menyasar pengembangan Ciputat Ciledug, Cileungsi, dan Cibinong menjadi permukiman. Lalu juga ada pengembangan wilayah industri di selatan Tangerang, jalan Cibinong-Bogor, dan sebelah timur Cikarang.

Tidak sejalan dengan Jabar

Gagasan ini kemudian Ali sampaikan kepada Gubernur Jabar, Solihin di operation room, Balai Kota, Jakarta. Dalam ruang itu terdapat peta yang masih bertirai di mana Ali pun mengajukan gagasannya.

“Mang Ihin, saya akan mendasarkan penyambutan saya pada peta ini. Karena kita orang-orang yang praktis, harus operasional,” tutur Ali kepada Solihin yang dimuat Kompas.

Gayung ternyata tidak bersambut. Ali malah melihat wajah Solihin mengkerut saat melihat peta itu. Dalam peta itu tergambar sebagian dari Bekasi sudah masuk wilayah Jakarta, seperti juga sebagian dari Tangerang dan Bogor.

Ali kemudian melanjutkan perkataannya bahwa dirinya ditugaskan oleh rakyatnya untuk memenuhi kebutuhan pengembangan Jakarta. Sedangkan disisi lain, menurut Ali, Jawa Barat tidak bisa membangun.

Bang Ali lebih yakin pembangunan daerah itu akan lebih cepat jika dilaksanakan oleh DKI Jakarta. Ketika itu, Solihin dikabarkan hanya diam berpikir dan mengerutkan dahi. Dirinya malah beranggapan gagasan Ali itu sebagai strategi yang kerdil.

Kiprah Ali Sadikin Jadikan Film Nasional Tuan Rumah di Jakarta

“Saya kira Bang Ali pengatur strategi ulung yang besar. Kalau Jakarta dikembangkan seperti itu, secara strategis tidak akan membawa perkembangan yang luar biasa,” sindir Solihin kepada Ali.

Mang Ihin malah menawarkan gagasan yang lebih besar lagi. Dirinya berpandangan akan lebih baik bila Jakarta dan Jabar disatukan sekaligus. Dirinya melihat bila potensi Jakarta dan Jabar bersatu tidak akan tertandingi.

“Kalau sepotong-potong seperti maunya Bang Ali, no way, Jabar bisa membangun atau tidak, itu soal lain. Harus kira-kira dulu dong siapa gubernurnya,” tutur Solihin waktu itu.

Dikabarkan perundingan ketika itu sangat emosional. Keberanian Mang Ihin menentang Bang Ali kemudian ramai muncul di media massa. Ada orang yang pro dan kontra mendukung antara keduanya.

Ali memang melihat Solihin sangat menaruh perhatian kepada wilayahnya ketika itu. Jabar memang daerah agraris dan Solihin paham betul masalah pertanian. Sedangkan Ali memperdalam bidang industri, pedagangan, dan jasa.

Namun karena adanya tekanan dari pihak Pemprov DKI Jakarta, ada beberapa kesepakatan yang diambil pada akhirnya. Seperti pelurusan-pelurusan garis batas yang tadinya berbelok lalu diluruskan.

“Kalau begitu, tidak akan jadi-jadi,” ujar Ali.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini