Kandungan Minyak dan Gas Bumi dari Pulau Pasir yang Diklaim Australia

Kandungan Minyak dan Gas Bumi dari Pulau Pasir yang Diklaim Australia
info gambar utama

Pulau Pasir beserta kawasan di sekitarnya diperkirakan memiliki kandungan minyak dan gas Bumi cukup besar sehingga terdapat eksplorasi migas di lokasi tersebut. Klaim sepihak Australia diduga karena ingin mendominasi minyak dan gas Bumi di kawasan itu.

Hal tersebut dibuktikan setelah MoU pada tahun 1974, Australia langsung bergerak cepat dengan menggandeng kontraktor migas asal Australia, Woodside, untuk meneliti kandungan minyak di kawasan itu dan kemudian memang menemukan potensi tersebut.

Diketahui pada tahun 2020 pemerintah Australia membuka pelepasan areal eksplorasi minyak bumi. Kawasan Laut Timor dan perairan di Pulau Pasir juga diketahui memiliki potensi gas Bumi dan Minyak dengan jumlah yang diperkirakan mencapai 5 juta barel.

Ikatan Persahabatan Abadi Masyarakat Flores Hadapi Ancaman Bencana

Karena itu Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) bersama dengan Pusat Penelitian Jubilee Australia pada September 2022 mendesak Pemerintah Australia segera menghentikan pengeboran minyak dan gas di perairan gugusan Pulau Pasir.

“Gugusan Pulau Pasir merupakan hak milik masyarakat adat Timor-Rote-Sabu dan Alor lebih 500 tahun yang lalu. Saya meminta kepada Pemerintah Federal Australia untuk segera menghentikan beberapa upaya yang dilakukan di Gugusan Pulau Pasir ini dan hormatilah hak ulayat masyarakat adat kami bangsa Indonesia sebagaimana yang anda hormati terhadap hak-hak ulayat masyarakat adat Aborigin di Australia,” jelas Ketua YPTB, Ferdi Tanoni diwartakan Media Indonesia.

Merusak alam

Fedi melihat pengeboran minyak diteruskan, berisiko bagi perairan NTT. Dia mengatakan pada 2020 Pemerintah Australia membuka proses konsultasi pelepasan Areal Pelepasan Areal Eksplorasi Minyak Bumi yang berjarak sekitar 150 kilometer dari Pulau Rote.

Menurutnya kasus tumpahan minyak Montara pada 2009 yang mencemari perairan NTT berjarak 250 kilometer dari Rote, merupakan tumpahan minyak terburuk yang menghancurkan mata pencaharian nelayan dan petani rumput.

Sejumlah nelayan dan anak-anaknya luka-luka bahkan meninggal akibat terlalu sering terkena minyak yang mengalir hingga ke perairan NTT itu. Hal yang buruknya adalah ganti rugi dari Pemerintah Australia belum dibayarkan kepada nelayan.

Sifon, Tradisi Tak Biasa Setelah Melakukan Khitan di NTT

Karena itu Ferdi minta Pemerintah Pusat serius menangani masalah garis batas maritim di Pulau Pasir karena kawasan tersebut rawan menimbulkan sengketa. Salah satunya adanya pada tahun 2012, beberapa nelayan sempat ditangkap oleh polisi perbatasan Australia.

Pasalnya potensi yang ada di kawasan itu mampu mendukung perekonomian negara, mengingat sampai saat ini perjanjian yang sudah ditandatangani sejak tahun 1974 itu belum pernah diratifikasi kembali oleh Indonesia dan Australia.

“Dengan menguasai gugusan Pulau Pasir, Provinsi NTT berpeluang menambah pendapatan daerah dan negara mengingat potensi yang dimiliki sangat banyak,” ucapnya.

Aksi pemerintah?

Tetapi hingga kini Ferdi mempertanyakan mengapa dalam kasus Ambalat pemerintah sempat mengerahkan pasukan, namun pada Celah Timor yang sudah lama dibicarakan, didiamkan dan seolah-olah tidak ada persoalan di sana.

Oleh karena itu, dirinya meminta Komisi I DPR RI dan Pemerintah segera melakukan beberapa upaya diplomasi maupun jalur hukum untuk segera mendapatkan kembali hak negara yang telah dicaplok oleh Australia.

“Pemerintah Australia harus bisa menunjukkan bukti kepemilikan Pulau Pasir itu agar bisa dipertanggungjawabkan klaimnya. Namun hingga saat ini bukti tersebut tidak pernah ditunjukkan,” ucap Ferdi.

Perjalanan Du Anyam, Hampir Tujuh Tahun Menjadi Wadah Kehidupan Para Wanita di NTT

Klaim atas gugatan Pulau Pasir bertentangan dengan Konvensi Hukum Laut PBB 1982 (United Nations Convention on the Law of Sea atau UNCLOS 1982). Dalam konvensi ini dijelaskan bahwa bila jarak dua negara kurang dari 400 mil laut maka yang digunakan adalah median line atau garis tengah.

Dalam kenyataannya jarak antara Australia, Timor Leste dan Indonesia kurang dari 400 mil sehingga sepatutnya Indonesia mendapatkan hak yang sama di Laut Timor. Karena itulah, Ferdi menyatakan Indonesia harus melakukan sesuatu.

“Media terbaik untuk menyelesaikan kasus ini adalah arbitrase. Selain hemat biaya, proses arbitrase tidak makan waktu terlalu lama, namun memiliki keputusan mutlak dan mengikat,” ucapnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini