Romantika Cengkeh: Berikan Semerbak Aroma Kesejahteraan di Minahasa

Romantika Cengkeh: Berikan Semerbak Aroma Kesejahteraan di Minahasa
info gambar utama

Cengkeh menjadi penanda sejarah, sosial, ekonomi, politik, dan budaya masyarakat Sulawesi Utara khususnya Minahasa. Cengkeh menjadi sumber kebahagiaan, keuntungan, dan kemakmuran pada dekade 1970.

Dalam catatan sejarah, cengkeh masuk ke Minahasa pada pertengahan abad ke 20, tanaman ini dibawa dari Maluku Utara dan ditanam secara massal. Sisa-sisa pohon kopi dibabat lalu diganti dengan cengkeh.

Taman cengkeh ini tumbuh subur dalam waktu 5-10 tahun. Dalam buku Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Sulawesi Utara tahun 1978 menyebut cengkeh di Minahasa mulai ditanam tahun 1878.

Jalur Rempah dan Saling Silang Peradaban yang Memperkaya Bahasa Ambon

Sejarawan Universitas Sam Ratulangi Raymond Mawikere menyebut ketika cengkeh berbuah lebat di Minahasa, di Pulau Jawa berkembang pulau industri rokok kretek yang sebagian bahan bakunya menggunakan cengkeh.

Tercatat pada tahun 1940, cengkeh yang ditanam di Minahasa bisa mencapai 300.000 batang pohon. Di sinilah cengkeh Minahasa layaknya madu yang jadi rebutan para pedagang dari Nusantara.

“Aroma dan mutu cengkeh Minahasa bertumbuh di daerah pegunungan ternyata lebih baik dari produksi Maluku Utara,” katanya yang dimuat Kompas.

Menggerakkan ekonomi

Ishak Salim dalam catatannya tentang cengkeh di Minahasa menyebut emas coklat ini telah menggerakkan ekonomi, bukan hanya pemilik kebun cengkeh, melainkan juga para buruh tani, pemetik, mandor kerja sampai sopir angkut.

Periode 1970-an, total cengkeh produktif di Minahasa mencapai 15.357 hektare. Sektor pertanian cengkeh itu mampu menyerap tenaga kerja hingga 460.710. Angka ini bahkan melebihi jumlah penduduk Minahasa sekitar 200 ribu orang.

Bonanza cengkeh menjadikan Kabupaten Minahasa tahun 1970-an sebagai daerah paling makmur di Indonesia. Harga cengkeh waktu itu Rp1.100 per kilogram, sedangkan harga beras waktu itu Rp25 per kilogram.

Rempah di Balik Ritual Pengobatan Tradisional di Sulawesi Selatan

Grup band legendaris Koes Plus pun bercerita tentang petani Minahasa melalui lagu Diana Putri Paman Petani. Tetapi Raymond mengatakan bonanza cengkeh mengubah kultur masyarakat Minahasa dari hidup efisien dan tertindas menjadi boros.

“Sikap konsumtif petani jadi makanan empuk,” jelasnya.

Bila menyusuri jalan menuju ke desa, tampak deretan rumah besar mewah. Halaman rumah-rumah itu tampak lapang berlantai semen yang dulu untuk menjemur cengkeh.
Rein Tumilaar, masih mengingat kejayaan para petani cengkeh di Minahasa.

“Dulu, rumah ini dipenuhi mobil Hardtop. Mereka beli kulkas untuk menaruh pakaian. Padahal ketika itu pasokan listrik masih sangat terbatas. Di sini kami pernah pesta makan minum tanpa air putih. Untuk cuci tangan saja pakai bir,” cerita pria yang juga merupakan petani tersebut.

Petani yang terpuruk

Tetapi petani cengkeh mulai merasakan jatuh bangun memasuki tahun 1990-an, hal ini setelah pemerintah mengintervensi harga dan pembelian yang dikenal sebagai tata niaga cengkeh.

“Cengkeh impor pun masuk bebas dengan tujuan ekonomi pengusaha,” tulis Jean Rizal Layuck dalam Ekspedisi Jalur Rempah: Romantika Cengkeh Minahasa.

Tahun 1992, harga beli cengkeh di kalangan petani Rp7.500 per kilogram. Harga itu sudah termasuk Dana Penyertaan Masyarakat Rp2.000 per kilogram dan Dana Simpanan Wajib Khusus Petani Rp1.500 per kilogram.

Jadi petani hanya memperoleh harga sebesar Rp4.000 setiap kilogram. Akan tetapi pembelian yang terjadi di tingkat petani hanya Rp2.500 per kilogram. Kebijakan itu dinilai ekstrem karena telah menikam martabak masyarakat Minahasa.

Gastrodiplomasi Menjadi Jalur untuk Meningkatkan Ekspor Rempah dan Kuliner Nusantara

“Banyak anak tidak sekolah. Kebun cengkeh ditebang dan dijadikan kayu bakar yang dinilai lebih menguntungkan,” kata Dosen Antropologi Universitas Sam Ratulangi, Albert Kusen.

Beruntung ketika Soeharto lengser, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) membuat kebijakan drastis, yakni menahan laju impor. Hal ini membuat harga cengkeh melambung tinggi mencapai Rp70.000 per kilogram.

Gus Dur pun dikenang sebagai pahlawan oleh petani cengkeh Minahasa. Kenaikan harga ini memberikan angin segar bagi para petani. Sebagai contoh, hanya dengan menjual 1 kilogram cengkeh kering, mereka bisa membeli 30-35 kilogram beras berkualitas medium.

Kini meski harga cengkeh di Minahasa 10 kali lipat dari harga beras sekitar Rp115.000 per kilogram, harga itu hanya mampu menutup ongkos produksi yang kian mahal. Kini romantika cengkeh Minahasa hanya berujung kesedihan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini