Geliat Pinggiran Kota Semarang Pasca Pandemi

Geliat Pinggiran Kota Semarang Pasca Pandemi
info gambar utama

Tahun demi tahun pandemi telah kita lalui bersama dengan aneka ragam cerita di dalamnya. Masih teringat jelas ketika pertama kali datang ke tempat ini sekitar awal tahun 2022, suasana sepi yang begitu bisu langsung datang menyambut. Gambaran suasana kampus yang ada di benak saya berkebalikan 180° dengan situasi yang ada. Sebuah rasa tak nyaman lantas menyeruak di dada.

Universitas Negeri Semarang yang biasanya ramai oleh hilir mudik kawula muda kini menjelma kampung terpencil dengan segelintir warga. Perekonomian nampak surut drastis. Penjual makanan yang dahulu menjadi langganan saya telah banyak yang gulung tikar, menyisakan bangunan-bangunan kosong tak berpenghuni. Ya, seperti itulah gambaran keadaan tempat ini setengah tahun silam.

Situs Batujaya: Jejak Kegemilangan Pelabuhan Internasional Citarum

Seiring waktu, pemerintah kembali mengizinkan aktivitas belajar mengajar untuk dilakukan secara tatap muka. Angin segar pun datang begitu sejuknya bersama dengan berita bahagia di pagi-pagi buta. Akhirnya kampung sekitar kampus yang memang biasa ramai didominasi oleh aktivitas mahasiswa hidup kembali.

Perekonomian

Sore hari yang biasanya sepi kini telah berganti. Suasana malam pun turut berubah jadi jauh lebih hangat. Jalanan utama telah kembali padat, terutama di jam makan, jam berangkat, serta pulang kuliah. Tak jarang, saya harus rela bermacet-macetan demi segera tiba di tempat tujuan. Namun, entah kenapa hati ini merasakan gembira sekaligus haru dengan kemacetan itu.

Sepanjang jalan, mata saya mendapati deretan toko besar dan kecil telah terisi. Tak ada lagi ruko terbengkalai dengan cat yang memudar di dindingnya yang berselimut debu tebal dan rusak di beberapa sudutnya. Beberapa masih tampak sepi, sedangkan beberapa lainnya selalu ramai tak kenal henti. Kadang saya lebih memilih untuk makan di tempat yang sepi sebab malas mengantre terlalu lama.

Dunia telah sembuh? Saya harap demikian. Setidaknya di wilayah Semarang pada umumnya dan sekitar tempat tinggal saya pada khususnya sudah tak ada lagi kasus mengerikan yang disebabkan oleh pandemi seperti yang selalu meneror masyarakat beberapa tahun ke belakang. Protokol kesehatan nampak telah dijalankan secara otomatis oleh sebagian orang, meskipun tak sedikit juga yang menjadi abai.

Tarif KRL Jabodetabek Bakal Naik Usai Lebaran 2023, Begini Faktanya

Religi

Diizinkannya perkumpulan atau kerumunan juga memberikan angin segar pada kegiatan keagamaan di daerah ini, khususnya bagi umat Islam. Kegiatan rutin bapak-bapak setiap malam Jum'at kini terdengar kembali bergema di pengeras suara masjid di seantero kampung.

Setiap waktu salat—paling banyak Subuh dan Magrib—para jamaah berbondong-bondong datang ke masjid untuk melaksanakan salat secara berjamaah. Perubahan paling mencolok akan bisa Kawan temukan dari kegiatan salat Jumat. Berbeda dengan sebelumnya, Kawan GNFI akan mendapati para jamaah memenuhi masjid begitu tanda dimulainya salat Jumat dikumandangkan. Ingatan saya pun kembali pada waktu-waktu sebelum pandemi melanda dunia.

Kuliner

Bagi para warga dan mahasiswa Unnes, keberadaan pasar Krempyeng di dusun Banaran, Sekaran, Gunungpati sudah tak asing lagi di telinga. Pasar yang selalu ramai setiap hari Minggu pagi itu tak luput dari amukan pandemi hingga membuatnya tutup total.

Setelah penantian yang begitu panjang, kini para pedagang bisa tersenyum gembira sebab mahasiswa telah kembali dan siap menjadi pembeli paling potensial. Semangat perekonomian membara lagi.

Di pagi hari, Kawan GNFI bisa menemukan aneka makanan lezat seperti sate ayam, bubur ayam, aneka jajanan pasar (cenil, lopis, gathot, tiwul, klepon, grontol), kue pukis pasar Banaran yang telah ada setidaknya sejak 2007, dan tak lupa juga menu 'gudangan' sebagai ikon khas kuliner Kota Semarang.

Oh iya, Pasar Krempyeng juga sudah direnovasi hingga menjadi lebih rapi dan lega, lho, Kawan. Di bagian belakang yang tadinya hanya dimanfaatkan sebagai lahan parkir telah berdiri pojok kuliner yang diisi aneka penjual makanan mulai dari seblak hingga ayam geprek dan milkshake dengan harga yang ramah di kantong. Beberapa kedai bahkan buka sampai malam hari. Sayang, tempatnya yang minimalis membuat pembeli tak bisa leluasa makan di tempat.

Setiap malam Minggu—jika lapangan tidak becek oleh hujan—ada pasar kaget yang biasa disebut oleh warga setempat dengan sebutan pasar malam. Event ini tidak pernah sepi pengunjung. Kawan GNFI dapat mencoba beragam wahana permainan anak di samping wisata kuliner, busana, serta berbagai pernak-pernik lainnya. Event tersebut biasa didominasi oleh anak muda dan anak-anak kecil bersama orang tuanya.

Mitos Buk-Buk Neng, Tradisi yang Bisa Temukan Orang Hilang di Mojokerto

Sekolah

Seluruh lembaga pendidikan di sekitar kota Semarang, terutama area Gunungpati sudah aktif sepenuhnya. Tak hanya jenjang pendidikan tinggi saja, bahkan mulai KB, TK, SD, SMP, dan SMA pun sama. Kesibukan pagi hari guna mempersiapkan keperluan sekolah anak membuat kehidupan pagi di pinggiran kota Semarang ini begitu meriah. Semua ini sungguh sangat berbeda 180° dengan keadaan sebelum Idulfitri yang masih seperti kota mati.

Dengan mulai normalnya aktivitas masyarakat di segala lini, saya sangat berharap pandemi dapat segera berakhir. Kehidupan normal yang begitu diimpikan berangsur-angsur tampak di depan mata. Kiranya dengan menjalankan protokol kesehatan setiap hari, pandemi tak akan berani datang lagi.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

KR
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini