Kisah Dampu Awang di Balik Kegemilangan Rembang sebagai Kota Bahari

Kisah Dampu Awang di Balik Kegemilangan Rembang sebagai Kota Bahari
info gambar utama

Sejarah maritim Jawa lahir pertama kali di Rembang bahkan jauh sebelum Kerajaan Majapahit muncul. Daerah ini khususnya Lasem telah menjadi Kota Bahari dengan sejumlah nahkoda kapal, panglima, dan pendekar laut.

Di Rembang juga muncul cerita tentang saudagar yang sohor dengan gelar dampu awang. Dampu Awang berasal dari bahasa Sanskerta dang puhawang yang artinya nakhoda yang dihormati.

“Julukan itu diberikan kepada orang yang mempunyai semangat besar menjaga, melindungi, dan memajukan maritim,” papar A Hendriyo Widi dan Sonya Hellen Sinombor yang dimuat Kompas.

Yang Terbaru Dari Museum Batik Tiga Negeri

Ditulis oleh Hendro, kisah mengenai dampu awang itu bermula pada tahun 230 sebelum Masehi. Waktu itu para pendatang dari Yunan, China yang dipimpin oleh Kie Seng Dhang berlabuh di Kragan sekitar 30 kilometer dari Kota Rembang, Jawa Tengah.

Generasi Kie Seng Dhang, Hang Sambarada menurunkan dampu awang pertama yakni Sie Ba Ha atau Sibaha. Sosok ini adalah saudari Sie Ma Ha yang terkenal sebagai Ratu Shima penguasa Kerajaan Kalingga pada abad VII.

Para pendekar laut

Dijelaskan olehnya sosok Sibaha ini merupakan seorang pendekar laut yang mempertahankan wilayah perairan Lasem, Teluk Lusi dan Jepara yang konon pada waktu itu menjadi jalur pelayaran dan perdagangan.

“Waktu itu Rembang masih terpisah dengan Jepara yang berada di Kepulauan Muria,” ucap Hendro.

Konon, Sibaha kerap menantang berkelahi pelaut-pelaut tangguh yang melewati area kekuasaannya. Dirinya bersumpah, pendekar tangguh yang dapat mengalahkannya akan dijadikan suami.

Solidaritas dan Hal Baik Lain tentang Aksi Petani Kendeng

Tokoh lain yang disebut-sebut sebagai dampu awang pada abad Mataram Islam adalah Oei Ing Kiat, panglima perang Tionghoa ketika Perang Kuning. Dia meninggal dalam perang Godo antara Tionghoa Lasem dan Belanda pada 1741.

Sejak abad 14, Lasem telah menjadi salah satu pusat kekuasaan maritim Majapahit. Begitu pentingnya posisi Lasem, Hayam Wuruk sampai menempatkan adiknya, Dewi Indu sebagai penguasa dan populer dengan nama Bhre Lasem.

Bhre Lasem bersuamikan Rajasa Wardhana, yang terkenal sebagai dampu awang, nahkoda sekaligus saudagar yang punya hubungan dengan daerah-daerah di Asia Tenggara. Di Lasem, penyaringan prajurit Majapahit dilakukan.

Di tempat itu seleksi prajurit dilakukan dengan patholan atau gulat pantai yang kini masih dikenal di Rembang. Adapun punggawa yang akan naik jabatan diuji di Goa Tintah dan dilantik. Pada masa itu gelar dampu awang tak terdengar, namun semangatnya masih ada.

“Namun semangat dampu awang tetap hidup di hari masyarakat pesisir Rembang. Semangat itu hidup di hari prajurit-prajurit maritim Majapahit yang diseleksi di pesisir Rembang,” kata Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Rembang, Edi Winarno.

Mewarisi semangat

Kini sosok dan semangat dampu awang tinggal cerita sejarah. Akan tetapi, semangat kebaharian yang diturunkan terus hidup di tengah masyarakat. Laut tetap jadi bagian hidup masyarakat Rembang.

“Hampir 20.000 orang di ujung timur laut Provinsi Jateng ini menggantungkan diri pada laut,” kata Hendro.

Selain memiliki nelayan tangguh, Rembang juga memiliki keahlian membuat kapal tradisional. Keahlian ini menempatkan Rembang sebagai salah satu daerah produsen kapal tradisional dan perahu terbaik di Tanah Air.

Dua Siswa SMK di Rembang Buat Kreasi Canting Elektrik

Kemampuan penduduk Rembang membuat kapal tidak ragukan. Karena sejak zaman dahulu, Rembang tersohor sebagai daerah pembuat kapal dan perahu. Hal ini karena Rembang memiliki hutan jati dengan kayu jati terbaik.

Bekas dok dan galangan kapal peninggalan Belanda dan Jepang di Desa Dasun, Kecamatan Lasem, serta temuan perahu dagang pada abad VII di Desa Pujulharjo, Kecamatan Rembang, menjadi bukti dari semarak negeri bahari itu.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
SA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini