Solidaritas dan Hal Baik Lain tentang Aksi Petani Kendeng

Solidaritas dan Hal Baik Lain tentang Aksi Petani Kendeng
info gambar utama

Pegunungan Kendeng terbentuk atas material berupa batuan kapur atau gamping, dalam istilah geologi disebut karst. Pegunungan ini membentang di pesisir utara pulau Jawa, sehingga sering juga disebut Pegunungan Kapur Utara. Bentangan pegunungan ini meliputi sejumlah kabupaten, yaitu Pati, Grobogan dan Rembang di Jawa Tengah, serta Blora, Tuban, Bojonegoro dan Lamongan di Jawa Timur.

Karst merupakan salah satu bahan utama pembuat semen. Itu alasan mengapa Pegunungan Kendeng diincar oleh berbagai perusahaan produsen semen. Tercatat sejak 2006, PT Semen Indonesia (saat itu bernama PT Semen Gresik) berencana membangun pabrik di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati. Namun rencana ini ditolak Wong Sikep, warga kampung adat Sedulur Sikep yang tinggal di kawasan tersebut. Ancaman atas gagalnya pertanian akibat terganggunya sumber air menjadi alasan penolakan ini.

Karst terbentuk selama jutaan tahun, berfungsi sebagai penyedia sistem hidrologi alami. Sifat batuan kapur adalah mudah meloloskan air, sehingga membuat kawasan di sekitarnya menjadi area resapan. Pegunungan Kendeng telah ditetapkan sebagai kawasan lindung imbuhan air oleh Provinsi Jawa Tengah (Nomor 6 Tahun 2010 Pasal 63), dan sebagai kawasan lindung geologi sesuai Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Rembang (Nomor 14 Tahun 2011 Pasal 9).

Wong Sikep menangi gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang pada 2009. Izin lingkungan dibatalkan, dengan temuan ketidaksesuaian taat ruang pada analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Gugatan tersebut dimenangi hingga Mahkamah Agung. Di tahun yang sama, PT Semen Indonesia memindahkan rencana pabriknya ke Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang. Setahun kemudian, PT Indocement masuk ke Kabupaten Pati untuk membangun pabrik di Kecamatan Kayen dan Tambakromo yang tak jauh dari wilayah Sedulur Sikep.

Mengantongi surat izin penambangan (IUP) dan Surat Keputusan pemberian izin lokasi oleh Bupati Rembang (2011), ditambah pelolosan AMDAL oleh Gubernur Jawa Tengah (2012), PT Semen Indonesia akhirnya mengadakan peletakan batu pertama pembangunan pabriknya pada Juni 2014. Warga Kendeng, sebutan bagi warga yang tinggal di sekitar wilayah Pegunungan Kendeng, lakukan protes dengan memblokir jalan pabrik. Aksi berlangsung ricuh, aparat keamanan menggunakan kekerasan untuk menghalau puluhan peserta aksi yang mayoritas merupakan ibu-ibu tersebut.

Sejak itu perjuangan warga Kendeng yang sebagian besar adalah petani ini, mendapat simpati publik yang lebih luas. Tak hanya warga sekitar, nyaris tiap aksi warga Kendeng kini selalu mendapat bantuan masyarakat dari berbagai wilayah di tanah air. Dari puluhan aksi yang telah dilakukan untuk mempertahankan hak atas kelestarian lingkungan tempat tinggalnya, ada banyak hal baik yang membuat setiap aksi petani Kendeng pantas dipertimbangkan.

1. Konsistensi

Penghidupan utama warga Kendeng adalah bertani. Ketika kehilangan air, maka lahan pertanian terancam hilang. Warga tak ingin menjadi tidak berdaya di tanahnya sendiri. Hasutan pihak yang mendukung pembangunan pabrik, hardikan petugas keamanan, ancaman penguasa hingga suap materi tak membuat warga mengurungkan niat. Tolak pabrik semen, begitu kata mereka sejak delapan tahun lalu hingga hari ini.

2. Integritas

Tak banyak warga Kendeng yang mengenyam pendidikan tinggi. Tak banyak pula yang mengerti apa itu AMDAL dan istilah lain terkait hukum, lingkungan dan bisnis. Yang mereka mengerti adalah, lahan pertaniannya akan kesulitan air jika batuan gamping di Pegunungan Kendeng dibabat. Itu dahulu, sebelum mereka mendapat bantuan publik. Mereka kini paham apa itu AMDAL dan berbagai penjelasan teoritis terkait fungsi karst, serta mengerti pentingnya gugatan kelompok (class action). Pamahaman tersebut membuat integritas mereka tak perlu lagi dipertanyakan.

3. Simpatik

Kesederhanaan petani Kendeng tercermin dalam berbagai aksi. Tak pernah mereka bertindak brutal, apalagi yang sampai merugikan warga dan negara. Aksi simpatik, ini yang selalu dilakukan. Selain mampu mengetuk hati publik, aksi seperti ini cenderung mampu menunjukkan esksistensi mereka sebagai warga yang berdaulat.

4. Solidaritas

Warga Kendeng tak pernah bergerak sendiri. Ketika puluhan ibu mendapat perlawanan dari aparat keamanan, warga desa mereka datang untuk memberi bantuan. Tak hanya warga sekitar, masyarakat dari berbagai wilayah di nusantara pun mendukung perjuangan mereka dengan berbagai cara. Ada yang ikut aksi turun ke jalan, mempersiapkan kebutuhan logistik, memberi bantuan hukum, menyuarakan advokasi lewat media, bahkan dukungan berbentuk doa.

5. Kreativitas

Dukungan berbagai elemen masyarakat membuat aksi-aksi warga Kendeng menjadi tak mudah dilupakan. Ide para seniman yang mencetak advokasi menjadi desain poster dan kaos yang mengundang pandangan mata, kata-kata berbagai pewarta yang mampu bangkitkan peduli publik, hingga kerja para aktivis lingkungan yang menerjemahkan suara warga lewat aksi-aksi tak biasa. Berjalan telanjang kaki sepanjang 122 kilometer dari Pati menuju Semarang untuk mengawal putusan PTUN ( 2015), pernah mereka lakukan. Yang terkini dan berulang dikerjakan adalah aksi menyemen kaki di depan Istana Merdeka Jakarta, sebagai bentuk pemasungan hak mereka oleh kepentingan pabrik semen.

6. Viral

Mendapat simpati publik untuk hal yang diperjuangkan merupakan salah satu tujuan aksi massa. Yang dilakukan petani Kendeng selama ini berhasil menarik massa, tak hanya di dunia nyata, namun juga dunia maya. Aksi Kendeng berulang kali menjadi topik yang paling banyak diperbincangkan di media sosial, sehingga menjadi viral selama beberapa tahun terakhir. Tagar pengelompokan pesan yang paling banyak digunakan adalah #Kendeng #KendengLestari #SaveKendeng #PasungSemen #DipasungSemen #DipasungSemen2 #PetaniDipasungSemen #Rembang #RembangMelawan #TolakPabrikSemen #SaveKendengLestari #SaveKendengHills dan #SaveNorthKendeng.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini