Jejak Kaki Para Transmigran Jawa yang Mewarnai Daratan Lampung

Jejak Kaki Para Transmigran Jawa yang Mewarnai Daratan Lampung
info gambar utama

Bila mengunjungi Provinsi Lampung, begitu mudah menemukan nama-nama kampung atau orang Jawa. Tak mengherankan karena daerah tersebut merupakan tujuan transmigrasi pertama di Indonesia.

Biang kerok dari semua hal ini adalah Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Conrad Theodore van Deventer yang memberlakukan politik etis pada tahun 1899. Lampung kemudian menjadi hinterland, penyangga dan pemecah kepadatan penduduk di Pulau Jawa.

Sejak 1905, Pemerintah Hindia Belanda memulai kebijakan memindahkan warga dari Pulau Jawa dengan tujuan “balas budi” kepada pribumi pasca penerapan tanam paksa (culture stelsel) selama berabad-abad lamanya.

Kisah Hidup Mata Hari, Agen Rahasia Perang Dunia I yang Pernah Hidup di Jawa

Salah satunya adalah visi besar Pemerintah Hindia Belanda yang telah memperhitungkan bahwa Pulau Jawa sebagai pusat pemerintah akan mengalami beban pembangunan. Gedong Tataan, pun dipilih sebagai lokasi pertama transmigrasi.

“Wilayah yang terpilih untuk transmigrasi pertama kali itu adalah warga Bagelen di Karesidenan Kedu (sekarang Purworejo, Jawa Tengah). Ketika itu kepadatan penduduknya 425 jiwa per kilometer persegi. Sudah sangat padat. Sementara di Lampung, saat itu hanya 2-3 jiwa per kilometer,” ujar Wakidi, dosen sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang dimuat Kompas.

Subsidi bagi transmigran

Para transmigran ini tiba di Pelabuhan Teluk Betung dengan menaiki kapal laut melalui Batavia. Di masa itu, Teluk Betung masih berupa pelabuhan kecil yang baru saja dibangun ulang pasca letusan Gunung Krakatau 1883.

Yulvianus Harjono dalam Hinterland Jawa di Sumatra menyebut untuk membuat transmigran betah, awalnya pemerintah Hindia Belanda memberikan bantuan berupa premi 20 gulden, biaya hidup 0,4 gulden per hari, dan alat pertanian 13,5 gulden.

“Mereka juga dibangunkan rumah bedeng dari kayu dan papan. Sebagian peninggalan transmigran itu disimpan di Museum Transmigrasi yang terdapat di Gedong Tataan,” tulisnya.

Kisah Sri Lanka, Tempat Para Tokoh yang Terbuang dari Hindia Belanda

Tetapi menurut Kromosemito, cicit dari transmigran di Bagelen, banyak warga yang tak betah lalu kembali ke Pulau Jawa. Salah satu pemicunya adalah karena tandusnya lahan. Mereka lebih memilih menjadi buruh di perkebunan swasta.

Sementara itu di daerah Metro, transmigran dikelola dengan baik, khususnya pertanian. Saluran irigasi sepanjang 100 kilometer dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1930-an, dan hingga kini masih berfungsi dan dirawat.

“Tidak mengherankan Lampung tercatat sebagai salah satu sentra produksi pertanian terbesar,” ucapnya.

Terekam dalam kebudayaan

Setelah transmigrasi pertama tahun 1905, orang-orang dari Jawa terus dipindahkan ke Lampung. Dalam catatan Museum Nasional Ketransmigrasian, sepanjang 1905-1943 terdapat 51.000 kepala keluarga yang dipindahkan ke Lampung.

Saat ini, keturunan mereka tersebar di sejumlah daerah di Lampung, seperti Kabupaten Tanggamus, Pringsewu, dan Metro. Pemberian nama yang sama persis itu, bukan tanpa alasan, namun untuk mengobati rindu para transmigran.

“Alasan lainnya agar mereka merasa tetap berada di jawa meskipun telah pindah. Dengan begitu, mereka tetap betah di Lampung,” kata Kepala Seksi Pelayanan Museum Nasional Eko Sunu Sutrisno.

Gaya Pakaian Eropa: Simbol Modernitas dan Bentuk Perlawanan Kaum Pribumi

Beberapa masyarakat keturunan Jawa, misalnya di Kabupaten Tulang Bawang Barat kini menggagas konsep kota multikultural dengan meletakkan seni budaya sebagai pembangunan daerah.

Pemkab bekerja sama dengan para seniman dari Studio Hanafi dari Jawa Barat dan mendampingi anak-anak muda mengembangkan budayanya dalam dua tahun terakhir, dan ditampilkan dalam Festival Tubaba.

“Pemerintah tak ingin hanya menyiapkan infrastruktur, tetapi juga sumber daya manusianya. Tulang Bawang Barat diharapkan menjadi percontohan kota multikultural.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini