Car Free Day dan Pilihan Pemulihan Ekonomi Pascapandemi

Car Free Day dan Pilihan Pemulihan Ekonomi Pascapandemi
info gambar utama

Sempat terhenti karena kebijakan pembatasan sosial selama dua tahun, kegiatan Car Free Day (CFD) kembali diadakan di berbagai kota di Indonesia seiring pelonggaran pembatasan sosial. Kegiatan mingguan yang berlangsung semenjak dua dekade lalu di Indonesia ini, menjadi salah satu pilihan yang dipakai pemerintah untuk memulihkan kembali perekonomian pascapandemi, khususnya UMKM. Keramaian pengunjung yang menghadiri CFD dari ketika prapandemi pun menjadi sebuah alasan mengapa kegiatan ini dipilih sebagai strategi pemulihan ekonomi.

Laksana yin dan yang, barisan berpakaian putih-putih khas seragam karate berjalan menyusuri kawasan Jalan Pancasila Kota Tegal dari arah timur. Sementara barisan berkaus hitam dengan tulisan sebuah ponsel layar sentuh, berparade dari arah barat disertai maskot yang ikut turun ke jalan.

Mereka “dipertemukan” dalam satu acara bernama Car Free Day, hari Minggu (26/02) lalu. Tidak hanya kampanye, kegiatan untuk merayakan hari bebas kendaraan bermotor ini juga dimanfaatkan berbagai pedagang untuk meraup keuntungan dari pengunjung.

Mulai dari sarapan pagi seperti nasi campur hingga bubur ayam, aneka minuman dingin dan saset, hingga berbagai kue kiwari seperti salad buah, mille crepe, kue tart dan jajanan lama dengan kemasan baru seperti telur gulung, jagung susu keju, maupun kamir.

Pasar Lama Tangerang dalam Jejal Akulturasi Masyarakat Pribumi dengan Tionghoa

Komoditas mainan anak-anak seperti lato-lato, balon, dan lampu stik; maupun persewaan kendaraan mainan seperti sepeda dan skuter listrik juga dimanfaatkan untuk menambah keseruan akhir pekan bagi pengunjung yang hadir bersama teman, keluarga, bahkan yang sendirian.

Tersebar di Berbagai Lokasi, Beragam Keunikan Daerah Mewarnai

CFD diadakan di banyak kota di Indonesia. Biasanya, lokasi pelaksanaan kegiatan tersebut adalah ruang publik yang ramai pengunjung, bisa berupa jalan, taman kota atau alun-alun, hingga pantai.

Berdasarkan wawancara secara informal melalui Whatsapp yang dilakukan kepada beberapa narasumber yang mengaku bahwa kota tempat tinggalnya mengadakan CFD, ditemukan berbagai keunikan yang ada di masing-masing daerah. Sebagai contoh, di Kota Madiun, acara hari bebas kendaraan bermotor justru diadakan di sirkuit balapan, atau lebih tepatnya Taman Lalu Lintas Bantaran Sungai Kota Madiun.

Sementara itu di Manado, kegiatan hari bebas kendaraan bermotor diadakan di dekat pantai dengan mengadakan acara tari zumba sebagai kegiatan rutin. Berbeda lagi dengan pendapat dari narasumber lainnya yang pernah menghadiri CFD di lima kota berbeda.

Ia menganggap masing-masing tempat memiliki kelebihan dan kekurangan. Salah satu yang dicontohkan adalah keindahan matahari terbit yang bisa disaksikan dari bukit di Kota Semarang. Ada juga wilayah yang bisa dimanfaatkan untuk berlatih menggunakan sepatu roda. Namun, terdapat pula daerah yang terlalu ramai dan macet, sehingga membuat rasa lelah lebih besar dibandingkan lainnya.

Belanja Pakaian di Jajaran Toko Kios-Kios Mobil di Pasar Tasik Cideng

Manfaat Ekonomi “vs” Pandemi

Sebuah studi dengan metode penelitian kualitatif yang dilakukan di IAIN Kediri tahun 2020 menyebutkan bahwa keberadaan CFD di Kabupaten Kediri dapat meningkatkan pendapatan pedagang kaki lima, yang sebelum adanya kegiatan tersebut berkisar di bawah Rp1.000.000,00 menjadi Rp1.000.000,00 – Rp1.900.000,00 (Khotimah, 2020).

Penelitian lain dari Universitas Islam Majapahit tahun 2022, yang mengkaji tentang pendapatan pedagang pascapandemi di Kota Mojokerto, menyebutkan bahwa pembukaan CFD kembali mampu menaikkan pendapatan hingga 30% (Isnaini, Verlandes, dan Sayidah, 2022).

Pandemi yang menyebabkan penghentian kegiatan CFD di berbagai daerah seakan menjadi “episode lain” yang harus dilalui bagi para pedagang yang meraih keuntungan dari adanya kegiatan tersebut. Karena banyak yang mengalami penurunan pendapatan jika dibandingkan dengan sebelum adanya wabah yang mengharuskan penerapan kebijakan pembatasan sosial tersebut.

Masalah Umum Seputar CFD

Masalah yang umum ditemui dalam pelaksanaan ini tidak jauh dari sampah yang berserakan akibat pengunjung yang terlalu ramai dengan minimnya penyediaan fasilitas tempat sampah terdekat. Di samping itu, pelaksanaan CFD sesungguhnya juga masih banyak yang menyimpang dari tujuan utama yang berorientasi pada kebersihan udara.

Namun, hal tersebut tidak menafikan bahwa CFD beralih menjadi penggunaan ruang publik untuk melakukan interaksi sosial, aktivitas ekonomi, hingga penerapan pola hidup sehat dengan berolahraga secara rutin. Sekilas, CFD pun seolah menjadi pemindahan keramaian semata, sebab pengunjung tetap mengendarai kendaraan bermotor untuk menghadiri pusat lokasi.

Selain masalah sampah, seorang narasumber juga mengaku bahwa area CFD yang terlalu ramai menimbulkan kerawanan adanya pencopet.

5 Tips Belanja Thrifting di Pasar, Pilih dengan Saksama!

Dari Manakah CFD Bermula?

Penyelenggaraan CFD memiliki sejarah yang cukup panjang. Menurut Car Free Day Indonesia, kegiatan yang merupakan kampanye pengurangan pencemaran udara ini semula diinisiasi pada tanggal 25 November 1956 di Belanda, yang kemudian disusul oleh Perancis pada tahun 1995.

Kegiatan ini pun tersebar di berbagai kota yang ada di seluruh dunia hingga akhirnya tanggal 22 September diperingati sebagai Hari Bebas Kendaraan Bermotor Internasional. Di Indonesia, Kota Surabaya mencatatkan diri sebagai kota pertama yang mengadakan CFD pada tahun 2000. Hari bebas kendaraan bermotor di Indonesia pun menjadi sebuah kegiatan mingguan yang juga beralih menjadi pemulihan ekonomi pascapandemi.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini