Tiga Tokoh Penegak Hukum Di Indonesia Yang Patut Dijadikan Teladan

Tiga Tokoh Penegak Hukum Di Indonesia Yang Patut Dijadikan Teladan
info gambar utama

Di tengah maraknya kasus yang menyeret oknum aparat penegak hukum yang cukup ramai di masyarakat seperti kasus yang menimpa pembunuhan berencana ajudan Ferdy Sambo, Brigadir Nofriansyah Yosua, Irjen Teddy Minahasa yang tersandung kasus narkoba, dan kasus suap-menyuap yang terjadi di Mahkamah Agung.

Hal ini tidak bisa dipungkiri bagi masyarakat Indonesia telah mencoreng wajah hukum Indonesia. Namun, terlepas dari kasus tersebut, ada beberapa tokoh aparat penegak hukum yang selalu menjunjung integritas, kesedarhanaan, dan kejujuran. Adapun tokoh-tokoh penegak hukum yang Kawan GNFI bisa teladani sikapnya.

Raden Ayu Lasminingrat, Pejuang Emansipasi Perempuan dari Garut

1. Hoegoeng Imam Santoso

Hoegeng Imam Santoso dikenal dengan sebutan Jenderal Hoegeng merupakan Kapolri Ke-5 Kepolisian Negara Republik Indonesia. Hoegeng lahir di Pekalongan pada 14 Oktober 1921. Sosok Hoegeng dikenal sebagai polisi yang memiliki kejujuran, keberanian, dan integritas yang tinggi.

Hal ini dilihat dari kesehariannya yang jauh dari hidup mewah. Ujian mengenai integritasnya diuji ketika menjadi Kapolri. Saat itu, beliau sedang menangani kasus penyelundupan mobil mewah yang marak terjadi pada zaman orde baru. Negara kerap kali dirugikan akibat ulah para penyelundup yang memasukkan barang dari luar negeri atau mengirim barang ke luar negeri tanpa prosedur yang benar. Para penyelundup juga tidak membayar bea masuk atau keluar barang.

Kasus penyelundupan mobil mewah yang ditangani Hoegeng tercatat berkisar 3000 unit tanpa membayar bea masuk. Salah satu pelakunya ialah seorang pengusaha yang bernama Robby Tjahjadi yang pada waktu itu merupakan sosok yang dekat dengan Presiden Soeharto.

Suatu ketika Hoegeng dipanggil menghadap Suharto di rumahnya di Menteng, yang pada waktu itu Hoegeng juga sekalian melaporkan perkembangan kasus penyelundupan mobil mewah yang kerap merugikan negara tersebut. Namun, alangkah terkejut Hoegeng ketika hendak datang ke rumah Presiden Suharto. Orang yang kerap kali ia incar, yakni Robby Cahyadi lebih dulu berada di rumah Presiden Suharto.

Lantas, hal ini membuat Hoegeng terpukul dan tidak melanjutkan niatnya untuk menghadap Presiden Suharto. Beliau pulang dengan perasaan kecewa atas ketidakadilan bagi seorang penegak hukum. Bayangkan saja, Hoegeng sudah memberantas kejahatan penyelundupan yang merugikan negara. Akan tetapi, pelaku kejahatan yang memiliki banyak uang malah berkompromi dengan pejabat negara.

Oleh karena benar kata Gus Dur yang menyebutkan, “Hanya ada tiga polisi yang jujur di Indonesia, yakni: Patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal Hoegeng.”

2. Baharudin Lopa

Baharuddin Lopa merupakan Jaksa Agung Republik Indonesia ke-17 yang menjabat dari 6 Juni 2001-3 Juli 2001. Lopa lahir di Pambusuang, Polewali Mandar, Sulawesi Selatan pada 27 Agustus 1935. Ia merupakan sosok penegak hukum yang dikenal jujur, pemberani, dan sederhana.

Bentuk keberanian Lopa dilihat dari tidak pandang bulu dalam menangani perkara-perkara besar seperti: Presiden Soeharto dengan perkara KKN, Bob Hasan dengan perkara korupsi pemetaan hutan, dan Tony Gozal dengan perkara manipulasi dana reboisasi. Terdapat suatu kisah kesederhanaan yang dialami Lopa ketika ia membeli mobil sedan merek Corolla dari Jusuf Kalla yang pada waktu merupakan seorang pengusaha otomotif.

Dengan memiliki hubungan kedekatan diantaranya, Jusuf Kalla memberi harga mobil sedan tersebut senilai Rp5 juta yang harga aslinya senilai Rp 27 juta. Namun, Lopa menolak penawaran tersebut. Ia membayar mobil tersebut dengan harga asli senilai Rp 27 juta dengan pembayaran kredit yang dapat diselesaikannya dalam jangka waktu tiga tahun.

Salah satu kata bijak yang cukup terkenal dari Baharuddin Lopa, "Banyak yang salah jalan, tapi merasa tenang karena banyak teman yang sama-sama salah. Beranilah menjadi benar meskipun sendirian."

Tes Calistung Resmi Dihapus sebagai Syarat Masuk SD Tahun Ini

3. Artidjo Alkostar

Artidjo Alkostar dikenal berprofesi sebagai Hakim Agung yang memulai kariernya tahun 2000 dan pensiun tahun 2018. Artidjo Alkostar dikenal sebagai sosok yang memegang teguh nilai-nilai kejujuran dan anti korupsi. Bagi para sarjana hukum maupun para ahli hukum, sosok Artidjo Alkostar dikenal sebagai hakim yang selalu memberikan hukuman yang lebih berat kepada koruptor ketika menangani kasus korupsi.

Bahkan menurut pengakuan Artidjo sendiri, dia ingin sekali menghukum mati para koruptor ketika kasus korupsi ditanganinya, tetapi undang-undang negara yang terlalu berat mensyaratkan hukuman mati kepada koruptor.

Terdapat satu kisah yang dapat Kawan GNFI tiru pada sosok Artidjo Alkostar ketika ia berprofesi sebagai Hakim. Suatu hari, Artidjo Alkostar memutus perkara korupsi yang pada waktu itu terdakwa menggunakan kuasa hukum yang merupakan teman Artidjo Alkostar. Waktu itu, Artidjo memvonis berat pada terdakwa tersebut.

Kemudian, terdakwa melalui kuasa hukumnya ingin dipertemukan dengan Artidjo. Alhasil, Artidjo menolak pertemuan itu. Terdakwa pun mendatangi keponakan Artidjo dengan menyerahkan cek yang isinya dapat ditentukan oleh Artidjo sendiri agar dapat vonis ringan. Namun, Artidjo tetap memegang teguh nilai anti korupsi. Ia menolak mentah-mentah pemberian tersebut.

Salah satu kata bijak dari Artidjo yang dapat Kawan GNFI teladani ialah, "Kejujuran tidak bisa diajarkan, tapi bisa dihidupkan, karena itu sudah diinstal oleh Allah SWT hati yang bersih, Bagaimana cara menghidupkannya? Bergaulah kamu dengan orang bijak sehingga kejujuran akan tumbuh."

Jadi Bagian dari Sejarah, Ini Deretan Hal Menarik Sepanjang MotoGP Mandalika 2022

Dari ketiga tokoh di atas dapat, Kawan GNFI ketahui bahwa nilai-nilai kejujuran, anti korupsi, dan integritas merupakan nilai-nilai yang mulia dan luhur. Orang yang memiliki nilai-nilai tersebut menjadikan dirinya sebagai orang yang bernilai, baik dimata orang, dan menjadi harum namanya ketika sudah tiada. Sebagaimana kata Warren Buffet yang mengatakan “Kejujuran adalah hadiah yang sangat mahal. Jangan mengharapkannya dari orang yang murahan.”

Referensi: wikipedia.org | kemenkeu.go.id | kaskus.co.id | wikipeadia (Hoegeng) | wikipedia (Artidjo Alkostar)

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan. Artikel ini dilengkapi fitur Wikipedia Preview, kerjasama Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.

WA
KO
GI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini