Biografi Lasminingrat, Pejuang Emansipasi Perempuan asal Garut

Biografi Lasminingrat, Pejuang Emansipasi Perempuan asal Garut
info gambar utama

Hari ini, mungkin kawan GNFI melihat Google Doodle yang menunjukkan ilustrasi mengenai sosok perempuan yang bernama Lasminingrat. Perlu diketahui, ia merupakan salah satu pejuang perempuan di tanah air.

Mungkin kalian sudah tidak asing dengan nama Kartini, Dewi Sartika, atau Cut Nyak Dien. Sebenarnya, Indonesia juga memiliki banyak tokoh perempuan yang punya andil dalam kemajuan bangsa, khususnya soal pemberdayaan perempuan untuk mengangkat derajatnya agar bisa setara dengan laki-laki.

Lalu, bagaimana riwayat dari kehidupan Lasminingrat ini dan apa saja jasa-jasa atau upaya yang sudah ia lakukan semasa hidupnya untuk kemajuan perempuan?

Ratu Kalinyamat dari Tanah Jepara, Pembangun Poros Maritim dan Disegani Portugis

Sejarah Awal kehidupan Raden Ayu Lasminingrat

Raden Ayu Lasminingrat atau yang kerap disebut sebagai Lasminingrat ini lahir pada 29 Maret 1854 di Garut dan tutup usia pada 1948 di usianya yang ke 94 tahun. Lasminingrat dikenal sebagai tokoh yang memiliki pengaruh besar untuk kesetaraan gender.

Ia adalah putri pertama dari pasangan Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Yang mana, ayahnya adalah seorang sastrawan serta penghulu di wilayah Garut.

Lasminingrat lahir di masa ketika pendidikan bukanlah sebuah hal yang menjadi hak asasi, apalagi untuk anak-anak perempuan. Namun, atas inisiatif ayahnya ia bisa menempuh pendidikan di Kontrolir Levisan atau Levyson Norman yang merupakan pejabat Belanda sekaligus kenalan dari ayahnya.

Dari Levyson Norman ini ia bisa baca tulis, termasuk juga dengan bahasa Belanda. Ia sudah tergolong mahir di masa tersebut untuk fasih dalam berbahasa Belanda, apalagi untuk usia anak-anak. Bahkan, Lasminingrat juga menjadi perempuan keturunan Sunda pertama di Garut yang menguasai bahasa Belanda.

Semasa pembelajarannya tersebut, ia banyak bersentuhan dengan hal-hal yang berbau kebudayaan barat. Mulai dari buku-buku ilmu pengetahuan barat, novel fiksi, hingga pemikiran-pemikiran dari cendekiawan barat.

Hal ini semakin membuka pengetahuannya terkait dengan berbagai hal yang sebelumnya tidak pernah ia ketahui. Pemikirannya bahkan melampaui perempuan di zamannya, yang mana ia bercita-cita untuk mewujudkan kesetaraan gender untuk perempuan.

Biografi Dewi Sartika, Pahlawan Pendidikan Perempuan

Menulis dan mendirikan sekolah

Selain itu, ia juga punya minat dengan dunia pendidikan yang menurutnya adalah kunci untuk memajukan masyarakat. Di tahun 1879, ia mulai menulis berbagai buku berbahasa Sunda dari berbagai bidang, mulai dari ilmu alam, sosiologi, psikologi, agama, hingga moral. Semuanya ia manfaatkan untuk mendidik anak-anak di daerahnya.

Dengan buku berbahasa Sunda, tentunya ilmu-ilmu tersebut akan lebih bisa diterima secara luas. Salah satu karyanya yang dikenal banyak orang saat itu adalah Warnasari dan Carita Erman.

Pada 1903, ia turut membantu Dewi Sartika untuk membuka Sakola Istri yang berada di Kabupaten Bandung. Langkah besar selanjutnya yang ia lakukan untuk memajukan pendidikan adalah mendirikan Sakola Kautamaan Istri yang bertempat di Pendopo Garut pada tahun 1907.

Mulanya, tempat ini hanyalah sebuah tempat untuk kalangan bangsawan saja untuk mengakses dan berbagi pengetahuan, termasuk soal pemberdayaan perempuan. Di sini juga Lasminingrat bisa memberikan buku atau tulisan yang menjadi buah pemikirannya.

Aktivitas menulisnya sempat terhenti karena pernikahannya dengan Bupati Garut, Raden Adipati Aria Wiratanudatar VII. Fokusnya pun lebih ke soal pendidikan perempuan saja. Lalu, pada tahun 1911, sekolahnya semakin berkembang setelah pindah lokasi ke Jalan Ranggalawe.

Murid di sekolahnya pun mencapai 200 orang yang terdiri atas 5 kelas. Pihak Hindia Belanda juga mengakui sekolahnya sebagai institusi pendidikan dan mengapresiasi jasanya.

Pada masa pendudukan Jepang, sekolah ini berubah nama menjadi Sekolah Rakyat (SR) hingga akhirnya pasca kemerdekaan dikelola oleh pemerintah dan kini menjadi SDN Regol.

Hingga sekarang, jasa-jasanya sangat dikenang dalam ranah intelektual dan pemberdayaan perempuan. Bahkan, ia juga diusulkan untuk menjadi pahlawan nasional oleh Pemerintah Kabupaten Garut.

Ratu Sinuhun: Tonggak Lahirnya Undang-Undang Ramah Perempuan di Palembang

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Muhammad Fazer Mileneo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Muhammad Fazer Mileneo.

MM
SA
MS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini