Jejak Tangkiwood, Meriahnya Kampung Para Artis dari Barat Jakarta

Jejak Tangkiwood, Meriahnya Kampung Para Artis dari Barat Jakarta
info gambar utama

Daerah Tangki di Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat bukan hanya sekadar wilayah biasa. Pada masa kejayaannya tempat ini tongkrongan favorit dari para artis dan seniman kenamaan di Batavia.

Dipaparkan dari Detik, Hasan Tiro masih mengingat masa-masa kejayaan daerah Tangki. Tokoh masyarakat ini dengan nada bangga mengungkapkan Kampung Tangkiwood ini sangat beken pada tahun 1950 hingga 1970-an.

Pada masa itu, dia masih sering melihat artis sering nongkrong di pinggir-pinggir jalan saat tidak ada kegiatan atau show di luar. Mereka juga sering menggelar pertunjukan di Taman Hiburan Rakyat, Lokasari yang dulu berada di sebelah kawasan tersebut.

“Waktu itu zamannya (gubernur) Ali Sadikin, disebut Tangkiwood karena tempat kumpulnya bintang film,” kata Hasan pada 2014 silam.

Menikmati Tradisi Ngerahul dalam Masyarakat Betawi untuk Menghilangkan Jenuh

Hasan mengungkapkan bahwa para artis top ketika itu juga masih tinggal di Kampung Tangki. Tetapi kemudian yang tersisa hanyalah Laila Sari (red: meninggal pada tahun 2017), selebihnya ada yang sudah pindah atau meninggal dunia.

Bahkan pada masa itu, anak-anak warga setempat juga sering diajarkan kesenian seperti Lenong. Tetapi pada masa kini, seiring berakhirnya era Tangkiwood sebagai kampung artis, kesenian Betawi juga berangsur hilang.

“Sedih, sudah gak ada keseniannya, gak ada lagi yang ngelening. Ada rindu juga dengan zaman itu. Sekarang sudah gak ada, ngarepin juga sudah ya gak mungkin,” tuturnya.

Jejak sisa Tangkiwood

Pada 2017 silam, Laila Sari masih sempat menceritakan pengalamannya sebagai artis yang lahir dari Tangkiwood. Ketika era 1940 hingga 1950-an, jelas Laila, kebanyakan artis menempati Gang Tangkiwood II, persis di depan Kali Beton.

Dimuat dari CNNIndonesia, gang itu bermula dari kedai kecil yang dikenal dengan nama Warung Sengki. Dinamai begitu karena pemiliknya adalah Babah Sengki yang merupakan keturunan Tionghoa. Warung itu hingga kini masih berdiri.

Hingga ke belakang warung tersebut lantas berjejer permukiman artis yang kerap tampil di panggung Sandiwara Prinsen Park atau Taman Hiburan Lokasari. Laila menuturkan bahwa banyak artis yang tinggal di sana karena sosok Tan Ing Hi, pemilik Prinsen Park.

Pembangunan Jalur MRT, Benarkah Mengancam Situs Bersejarah di Jakarta?

Saat itu Tan Ing Hi membuatkan kompleks untuk para seniman dari luar kota. Kompleks itu dibuat agar para pemain musik, pameran, penari, penyanyi, hingga para kru tinggal tak jauh dari lokasi pentas.

Salah satu seniman yang ternama pada masa itu adalah Moesa. Dirinya adalah pemilik sandiwara. Kelak orang mengenal Moesa sebagai ayah dari Mas Sardi yang menikah dengan Mak Bibah Alias Hadidjah.

Mereka lalu melahirkan Idris Sardi, pemain biola kenamaan. Namanya bahkan hingga kini masih dikenal. Putra Idris Sardi, juga kini menjadi pemain film yang sangat tenar, yaitu Lukman Sardi.

Ketenaran yang pupus

Laila menjelaskan bahwa dari rumah Moesa, kemudian berjejer rumah-rumah seniman lainnya yang berasal dari Sunda, Jawa, Palembang, hingga Filipina. Dirinya masih hafal puluhan rumah petak tempat tinggal seniman tersebut.

“Belum begini sih rumahnya, zaman dulu-dulu masih belum pakai bata segala,” katanya.

Tetapi kini permukiman artis dan seniman itu sudah tidak ada. Walau masih padat penduduk, penghuninya tidak lagi seniman, namun sudah beragam. Tangkiwood tidak lagi menunjukkan sebuah daerah seni bahkan bisa dibilang kumuh.

Menurutnya para seniman yang dahulu tinggal di sana memilih untuk pindah rumah atau kembali ke asalnya. Tangkiwood yang awalnya mempunyai rencana matang soal perkampungan artis, namun akhirnya harus pupus.

Legenda Mbah Kondor, Monyet Penjaga Ancol Sebelum Menjadi Taman Impian

Ketika itu Bing Slamet yang disebut menggagas nama Tangkiwood memimpikan daerah itu tersohor layaknya Hollywood. Namun akhirnya mimpi itu hanya menjadi bunga tidur menjelang 1970, saat produksi film mencapai puncaknya.

Nama Tangkiwood terus meredup hingga awal 1980-an, penyebabnya adalah teknologi televisi yang baru muncul. Para artis kemudian mencoba mencari peruntungan di luar Prinsen Park.

Ali Sadikin sebenarnya berusaha menahan laju eksodus para pelaku seni itu. Dirinya sempat mengambil langkah dengan merenovasi beberapa rumah artis serta figuran yang namanya mulai meredup bahkan memberikan santunan.

“Sayang upaya tersebut tak manjur. Sampai akhirnya tak ada satupun artis yang mau bermukim di sana. Tangkiwood pun berubah menjadi kampung mati, nyaris tak berpenghuni,” tulis Mahbub Junaidi dalam Tangkiwood, Hollywood Ala Indonesia yang dimuat Tirto.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini