Mengenal Perdagangan Karbon dan Penerapannya di Indonesia

Mengenal Perdagangan Karbon dan Penerapannya di Indonesia
info gambar utama

Sebagai wujud komitmen dalam mendukung pencapaian net zero emission (netral karbon) dan menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) secara resmi telah memulai perdagangan karbon.

Namun, dalam konteks netral karbon dan menurunkan emisi gas rumah kaca, Indonesia telah memulai langkahnya, sebagai wujud komitmennya kepada dunia. Bahkan, inisiasi itu tertuang dalam wujud peta jalan perdagangan karbon subsektor pembangkit tenaga listrik.

Apakah sebenarnya perdagangan karbon itu?

Emisi Karbon 2022 di Indonesia Menurun, Ini Langkah Untuk Terus Mendukung Penurunannya

Mengenal perdagangan karbon

Perdagangan karbon (carbon trading) adalah pembelian dan penjualan kredit atas pengeluaran karbon dioksida atau gas rumah kaca. Melalui perdagangan itu, harapannya tingkat emisi di bumi bisa berkurang. Selain, meminimalkan dampak perubahan iklim.

Sebagaimana bersumber dari Indonesia.go.id, pilihan melakukan perdagangan karbon merupakan salah satu tahapan penting untuk mencapai target tersebut. Pemerintah meyakini, perdagangan karbon diharapkan dapat memantik potensi bisnis sejalan yang menjanjikan.

Melalui skema tersebut, perusahaan yang mampu menekan emisi, dapat menjual kredit karbon mereka ke perusahaan yang melampaui batas emisi. Alhasil, sumber penerimaan perusahaan yang berhasil menekan emisi bakal bertambah.

Dari hal tersebut, Indonesia berharap bisa menurunkan emisi dan emisi efek rumah kaca (CO2e) lebih dari 36 juta ton CO2e pada 2030 dan netral karbon pada 2060.

Semua itu dipayungi lewat Peraturan Presiden (Perpres) nomor 98 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.

Mengenal FOLU Net Sink 2030, Program Atasi Emisi Karbon RI yang Didukung Berbagai Negara

Bagaimana penerapannya?

Lantas, bagaimana pencapaian pengurangan emisi Indonesia? Data Kementerian ESDM menyebutkan capaian penurunan emisi CO2 sebesar 40,6 juta ton (2018), 54,8 juta ton (2019), 64,4 juta ton (2020), 70 juta ton (2021), 91,5 juta ton (2022), dan pada 2023 diproyeksikan bisa 116 juta ton.

Berkaitan dengan tahapan itu, pemerintah memulai perdagangan karbon dengan hanya melibatkan 99 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan kapasitas 33.569 megawatt (MW)

Perdagangan karbon tahun ini juga hanya dilakukan mandatori pada PLTU yang terhubung ke jaringan tenaga listrik PT PLN (Persero) dengan kapasitas lebih besar atau sama dengan 100 MW.

Seiring itulah, seperti dikemukakan Menteri ESDM Arifin Tasrif, pemerintah juga telah menerbitkan aturan mengenai penyelenggaraan nilai ekonomi karbon.

Dia menegaskan, perdagangan karbon tersebut berjalan sesuai mekanisme pasar. Nilai ekonomi karbon yang diatur tersebut, katanya, menjadi insentif bagi perusahaan yang bisa mengurangi emisi gas rumah kaca.

Di Indonesia, nilai transaksi perdagangan karbon fase 1 diperkirakan menembus USD9 juta per tahun, dengan asumsi jumlah karbon yang potensial untuk diperdagangkan secara langsung antarperusahaan sebesar 500.000 ton CO2e, dan harga kredit karbon yang diproyeksi sebesar USD2 hingga USD18 per ton CO2e.

Adapun, ke depan harga akan mengacu pada mekanisme pasar saat bursa karbon terbentuk. Pembentukan bursa karbon kini masih menjadi salah satu agenda penting Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

COP27: Indonesia Terima Komitmen Pembiayaan Rp6,3 Triliun untuk Atasi Krisis Iklim

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Muhammad Fazer Mileneo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Muhammad Fazer Mileneo.

MM
SA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini