Berusia Ratusan Tahun, Langgar Gipo Rekam Jejak Perjuangan Arek Surabaya

Berusia Ratusan Tahun, Langgar Gipo Rekam Jejak Perjuangan Arek Surabaya
info gambar utama

Sebuah mushola sederhana dengan dinding berwarna putih dan jendela hijau di sekitar wilayah Masjid Agung Sunan Ampel, Surabaya terlihat dari luar biasa saja. Namun, bangunan yang terletak di Jl Kalimas Udik ini merupakan jejak sejarah.

Dinukil dari Merdeka, mushola bernama Langgar Gipo ini didirikan pada tahun 1700 an, walau ada juga yang menyebut tahun 1834. Tetapi yang jelas Langgar Gipo ini telah berdiri selama ratusan tahun.

Langgar Gipo ini didirikan oleh keluarga Sagipoddin yaitu Tsaqifuddin atau H Abdul Latif bin Kamal bin Kadirun seorang saudagar/pedagang kaya. Dirinya ketika itu tinggal di kawasan kampung elit Ngampel.

Legenda Akek Antak, Jejak Islamisasi di Bangka Belitung dan Kearifan Lingkungan

“Nama Tsaqifuddin berubah menjadi Sagipoddin karena lebih lekat dengan lidah orang Jawa (dialek logat Jawa),” tulis Laman Tourism Surabaya.

Nama itu kemudian dipendekkan lagi menjadi Gipo. Sagipoddin sendiri menurut bahasa Arab memiliki arti perintis agama. Gipo kemudian menjadi tanda nama keluarga, semacam marga atau fam.

Keluarga Gipo juga masih merupakan kerabat keluarga Mas Mansur, tokoh Muhammadiyah di Surabaya. Salah satu keturunan Gipo, Hasan Gipo menjadi ketua Nahdlatul Ulama (NU) yang pertama.

Tempat bersejarah

Hasan Gipo merupakan seorang yang aktif dalam berorganisasi dan juga seorang diplomat ulung. Dari Langgar Gipo, dirinya kemudian mendirikan organisasi Tashwirul Afkar yang merupakan cikal bakal berdiri NU di wilayah timur.

Langgar Gipo ini kemudian menjadi saksi berkumpulnya para kyai dan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia seperti Kyai Wahab Hasbullah. KH Mas Mansyur, maupun HOS Tjokroaminoto.

Jejak Kerajaan Islam di Tanah Papua

.”Langgar Gipo juga pernah difungsikan sebagai asrama haji, tempat transit calon jamaah haji sebelum berangkat ke Tanah Suci dengan kapal dari Pelabuhan Tanjung Perak, jadi ada banyak sejarah di tempat ini,” ujar Kuncarsono Prasetyo, Direktur Kultura Nusantara yang dimuat Kumparan.

Langgar ini juga menjadi tonggak perjuangan para arek-arek Surabaya dalam mengusir penjajahan di Tanah Air. Bangunan yang jadi saksi bisu masa perjuangan sehingga ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemkot Surabaya.

Tidak terawat

Pada 2020 silam, masyarakat ramai membahas kondisi Langgar Gipo yang mulai tidak terawat. Karena itulah atas dorongan ahli waris, pihak Kultura Nusantara melakukan revitalisasi terhadap bangunan bersejarah itu.

Pemugaran dilakukan demi menyelamatkan keberadaan Langgar Gipo sebagai bangunan bersejarah. Kuncar menegaskan bahwa pemugaran Langgar Gipo murni dilakukan dengan melibatkan komponen masyarakat.

“Ini murni swadaya masyarakat tanpa ada campur tangan pemerintah. Kalau di luar negeri sudah ada kegiatan ini (pemugaran bangunan bersejarah secara swadaya publik), tapi ini jadi yang pertama di Indonesia,” tukasnya.

Bedug, Simbol Akulturasi Antara Budaya China Dan Islam

Selain pembersihan, Kuncar menyatakan bahwa revitalisasi Langgar Gipo ini akan juga mengembalikan struktur bangunan dua lantai ini. Pasalnya kondisinya yang rusak parah sudah terlihat karena lantai dua sudah tak bisa digunakan.

Dengan adanya revitalisasi secara swadaya ini diharapkan ada kepedulian dari warga terhadap bangunan bersejarah itu. Kuncar meyakini di luar sana masih banyak bangunan bersejarah yang nasibnya sama seperti Langgar Gipo.

“Penyelamatan bangunan bersejarah tidak hanya menjadi tanggungan pemerintah, tapi juga masyarakat. Nantinya kita juga akan mencari tempat-tempat bersejarah lainnya yang nasibnya sama seperti Langgar Gipo,” pungkasnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
SA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini