Mengenal Bawon, Sistem Panen Padi di Lampung yang Dikenal Sejak Zaman Kolonial Belanda

Mengenal Bawon, Sistem Panen Padi di Lampung yang Dikenal Sejak Zaman Kolonial Belanda
info gambar utama

Pada masa itu, sistem kolonisasi diberlakukan oleh pemerintah Hindia Belanda. Indonesia pada waktu itu ialah wilayah yang mengirimkan bahan-bahan baku mentah. Pada waktu kolonisasi diberlakukan didaerah tujuan yakni Lampung. Pemerintah kolonial Belanda menerapkan sistem baru untuk mengurangi pengeluaran keuangan saat depresi ekonomi.

Sistem ini dikenal menggunakan nama Sistem Bawon yang mulai diberlakukan pada tahun 1932. Sistem tersebut ada ketika para kolonis yang menetap d Gedong Tataan pada tahun 1929 sambil membawa keluarga dan kerabat sekampung mereka yang masih berada di Jawa, untuk membantu mereka dalam memotong padi di waktu panen.

Karena luasnya sawah dan ladang yg ditanami padi, maka ketika panen mereka kekurangan tenaga saat memotongnya. Sebab para kolonis tidak mempunai cukup uang untuk mendatangkan keluarga serta kerabatnya, maka mereka meminta pada pemimpin kolonisasi agar pemerintah dapat mendatangkan orang-orang tersebut.

Kisah Mbah Boncolono, Maling Sakti dari Kediri yang Ditakuti Belanda

Tempat tinggal serta makan selama orang-orang itu membantu memotong padi (membawon). Maka dari sinilah timbul sistem Bawon yang dipraktekkan pemerintah sejak dari tahun 1932.

Ternyata dengan sistem itu pemerintah bisa berhemat, sebab biaya yg dikeluarkan hanya untuk biaya migrasi kolonis saja. Selain adanya sistem ini telah mendorong perluasan pertanian khususnya di daerah Lampung pada masa itu.

Seperti yang kita ketahui bahwa pertanian di daerah Lampung pada masa itu memang belum berkembang. Hal ini disebabkan pada awalnya wilayah Lampung dikenal sebagai daerah perkebunan produsen lada, kopi dan tebu pada masa itu. Namun, akibat dampak depresi ekonomi dunia yang terjadi saat itu, minat warga Jawa mengikuti kolonisasi semakin banyak.

Inilah yang mendorong pemerintah untuk merubah pola kolonisasi supaya dapat menekan biaya dengan sistem Bawon. Pemukim kolonisasi memakai tenaga kerja pemukim baru dengan prinsip tolong-menolong dan gotong-royong.

Penempatan pemukim baru dilakukan pada bulan Februari-Maret ketika menjelang kegiatan panen padi pada permukiman lama, sehingga mereka bisa mengikuti bawon.

Wilayah baru yang dibuka oleh pemerintah Hindia Belanda berada di lokasi Gedong Dalam,Sukadana. Sebagian penduduk yg dipindahkan antara tahun 1932-1934 itu pun sudah mulai menempati daerah tersebut.

Wajit Cililin, Hidangan Mewah di Kalangan Kaum Bangsawan Zaman Belanda

Menggunakan periodisasi sistem, hal itu menunjukkan kebijakan kolonisasi tidak sekadar hanya buat memindahkan penduduk karena kepadatan yg terjadi pada Jawa. Pemerintah Hindia Belanda memiliki tujuan politis lain demi mempertahankan kepentingan penjajah.

Sebelum Perang Dunia II Meletus, keadaan kolonisasi Gedong Tataan semakin hari semakin baik. Walaupun dibalik keadaan yang semakin baik ini ternyata memiliki kendala dan tantangan seperti yang dialami kolonis saat di Pulau Jawa.

Kekurangan tanah serta pergeseran milik tanah ke tangan pihak lain menimbulkan golongan minoritas yg mempunyai tanah luas dan golongan tinggi yang bisa dikatakan hanya memiliki pekarangan tempat tinggal saja.

Demikian pula penggilingan-penggilingan padi milik Tionghoa yg terdapat di berbagai tempat bisa dikatakan dapat menguasai hidup perekonomian warga tani seluruhnya dengan sistem idjonnja. Semua itu ialah hal-hal yang membuat sebagian besar warga kolonis kembal mengalami kesulitan hidup sebagaimana halnya keadaan mereka di jawa dahulu.

Banyaknya kelemahan-kelemahan dari sistem Bawon berhubungan dengan apa yang sudah dijelaskan diatas. Bahkan Jika kita telusuri hingga saat ini, masih banyak sekali rakyat desa yang menerapkan sistem Bawon ini.

Salah satu pertimbangan sistem ini dipertahankan yaitu karena gabah yang merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan sehari sehari, sehingga hanya dengan diberikan upah dalam bentuk ini, penggarap lahan akan merasa bahwa bawon saja sudah cukup.

Selain itu bagi pemilik huma, dengan adanya sistem ini pihak pemilik huma merasa dilonggarkan karena hanya memberikan upah berupa hasil panen, tidak berupa uang.

Asal-Usul Dokter Hewan di Indonesia, Eksis Sejak Zaman Belanda

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

VD
KO
SA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini