Tradisi Bakar Batu Papua, Kegiatan Memasak Bersama yang Sarat Toleransi

Tradisi Bakar Batu Papua, Kegiatan Memasak Bersama yang Sarat Toleransi
info gambar utama

Di Indonesia, ada berbagai tradisi-tradisi unik yang dijalankan di berbagai daerah saat bulan Ramadan. Mungkin, tradisi-tradisi dengan acara meriah di daerah Jawa sudah kerap diketahui dari berbagai liputan-liputan atau konten yang ada di media sosial.

Tetapi, jangan lupakan juga soal Papua. Sebab, meskipun Islam bukan menjadi agama mayoritas, tetapi bukan berarti tidak ada tradisi selama Ramadan hingga Idul Fitri yang masih dilakukan secara turun-temurun hingga sekarang.

Salah satu tradisi yang menarik perhatian adalah "bakar batu", yang berasal dari Papua dan diadakan menjelang Ramadan atau Idul Fitri setiap tahunnya. Tradisi bakar batu merupakan salah satu keunikan dalam budaya Papua yang menjadi atraksi wisata menarik, terutama bila Anda berkunjung ke daerah papua pegunungan ketika Ramadan.

Berburu Bubur Pedas, Menu Berbuka yang Penuh Kehangatan Khas Melayu Deli

Tradisi masyarakat Papua Pegunungan

Bakar batu adalah suatu tradisi memasak yang dilakukan dengan cara menanamkan batu yang sudah dipanaskan ke dalam lubang yang berisi makanan. Tradisi ini selama Ramadan di Papua umumnya dilakukan oleh masyarakat di wilayah pegunungan tengah.

Biasanya, kegiatan ini melibatkan banyak warga dari berbagai usia yang saling membantu dalam proses persiapan dan memasak hidangan, kemudian bersama-sama menikmati makanan yang sudah disiapkan. Proses pembuatan makanan dengan bakar batu ini memakan waktu yang cukup lama, bisa mencapai 8-10 jam. Namun, hasil dari bakar batu ini sangat lezat dan nikmat.

Sebelum dimasak, makanan yang akan dipanggang biasanya akan dibumbui dengan rempah-rempah khas Papua dan dibungkus dengan daun pisang. Proses pemanggangan biasanya memakan waktu yang cukup lama dan dilakukan dengan cara menumpuk batu-batu tersebut dan menyalakan api di bagian bawahnya.

Selama menunggu makanan matang, mereka biasanya berkumpul di sekitar lokasi bakar batu dan berbincang-bincang sambil menunggu waktu berbuka puasa.

Setelah makanan matang, masyarakat akan menikmati hidangan tersebut bersama-sama dalam acara yang disebut sebagai "makan bersama". Tradisi ini biasanya dilakukan sebagai bentuk persaudaraan dan kebersamaan antar anggota masyarakat.

Di samping itu, tradisi bakar batu juga dianggap sebagai simbol keberagaman budaya yang ada di Papua. Masyarakat di Papua memiliki banyak tradisi dan kebiasaan yang unik dan berbeda-beda, namun semua itu bisa disatukan dalam tradisi bakar batu yang dilakukan bersama-sama.

Sejarah dari tradisi bakar batu di Papua tidak bisa dipastikan dengan pasti karena tidak ada dokumen tertulis mengenai hal tersebut. Namun, secara turun temurun, tradisi ini telah diwariskan dari nenek moyang dan terus dilestarikan hingga sekarang.

Mengutip dari budaya-indonesia.org, pada perkembangannya, tradisi bakar batu ini mempunyai berbagai nama. Cotohnya, masyarakat Kabupaten Paniai menyebutnya sebagai Gapiia, lalu di Kabupaten Wamena disebut sebagai Kit Oba Isogoa atau Barapen.

Bubur India Masjid Pekojan Semarang yang Jadi Takjil Khas Selama Ratusan Tahun

Adaptasi dengan nilai-nilai Islam

Secara pelaksanaan, sebenarnya bakar batu juga menjadi tradisi ketika ada perayaan atau perwujudan rasa syukur tertentu oleh warga Papua Pegunungan selain saat jelang Ramadan atau Idul Fitri. Untuk pilihan makanannya sangat beragam, seperti babi, ayam, dan sayuran yang akan dimasak dengan cara dipanggang di atas batu tersebut.

Namun karena babi termasuk haram dalam Islam, maka makanan yang dimasak tentunya berasal dari hewan-hewan yang halal untuk dikonsumsi. Dalam budaya orang Jayawijaya di Kota Jayapura, keluarga-keluarga Kristen dan Islam akan berkumpul bersama untuk melaksanakan tradisi tersebut. Begitu pula soal iurannya.

Namun, di tahun ini ada perbedaan dalam pelaksanaannya. Mengutip dari ANTARA Kepri, Ustaz Abdul Kahar Yelipelle selaku Pengurus Masjid Baiturrahim Jayapura mengatakan tradisi bakar batu yang biasanya dilakukan menjelang Idul Fitri 2023 pelaksanannya akan diundur.

Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan atas meninggalnya Ketua ikatan keluarga Distrik Walesi Jayawijaya, Papua Pegunungan, di Jayapura sebelum bulan puasa Ramadhan. Bakar batu rencananya baru akan diadakan setelah perayaan Idul Fitri pada bulan April 2023.

"Bagi umat Islam, bakar batu ini berisikan ratusan ekor ayam yang dibeli menggunakan iuran yang sudah dijalankan sebelum bulan puasa," katanya sebagaimana diwartakan ANTARA Kepri.

Kegiatan tradisional ini juga menjadi salah satu daya tarik wisata bagi wisatawan yang berkunjung ke Papua, terutama pada bulan Ramadan. Wisatawan dapat merasakan sensasi memasak dan menikmati makanan tradisional Papua dengan cara yang berbeda dan unik.

Kue Asida, Takjil Andalan khas Maluku

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Muhammad Fazer Mileneo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Muhammad Fazer Mileneo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini