Kaum Fasisme Indonesia Bergerak Melawan Penguasa Kolonial!

Kaum Fasisme Indonesia Bergerak Melawan Penguasa Kolonial!
info gambar utama

Apakah kawan tahu, saat dahulu masa penjajahan terdapat kaum fasis dan terdapat partai yang berideologi nazisme di Indonesia yang berusaha melawan pihak kolonial? Yap, artikel ini akan meringkas dari buku yang berjudul "Orang dan Partai Nazi di Indonesia: Kaum Pergerakan Menyambut Fasisme" karya Wilson (2008) yang diterbitkan melalui Komunitas Bambu.

Buku ini akan menguak bagaimana sebenarnya kaum pergerakan memahami perkembangan fasisme dari sisi rakyat jajahan. Apakah masyarakat umum akan membantu simpatisan partai Nazi yang akan menjadi peluang menuju kemerdekaan Indonesia? Atau mereka harus bekerja sama dengan penguasa kolonial untuk menghalau kaum fasisme?

PERGERAKAN NASIONAL

Organisasi Boedi Oetomo| Foto: Kompas.com
info gambar

Kemunculan pergerakan nasional merupakan fenomena yang berhubungan langsung dengan kolonial Belanda. Sepanjang abad ke-19, terjadi perubahan sosial secara cepat di Hindia Belanda. Saat itu mulai dibangun kapitalisme di Hindia Belanda, macam pendidikan dan pembangunan sarana komunikasi, seperti kereta api, jalan raya, dan pelabuhan.

Hal ini menyebabkan arus mobilisasi penduduk ke kota-kota besar. Menyebabkan munculnya panggung pergerakan yang diisi oleh kaum muda berpendidikan barat. Bibit nasionalisme muncul dari kelompok sosial yang mendapat kesempatan mengenyam pendidikan barat. Perkumpulan orang-orang dari berbagai institusi pendidikan telah meruntuhkan pembatas kedaerahan. Melalui pendidikan di sekolah, kaum muda mulai mengetahui bahwa rahasia kekuatan dan keunggulan kaum eropa adalah ilmu pengetahuan dan organisasi. Semenjak itu, mulai bermunculan beragam organisasi kepemudaan.

Tong Hoa Hwen Koan didirikan tahun 1900 menjadi organisasi pertama di Hindia Belanda. Disusul oleh Jamiatul-Khair yang didirikan oleh keturunan Arab tahun 1905. Awal abad ke-20, kaum buruh Hindia Belanda mendirikan Staats Spoor Bond (1905), dan Cultuur Bond (1908). Tak mau kalah, kumpulan kelompok priyayi jawa yang bersekolah di STOVIA mendirikan Budi Utomo tahun 1908. Dan, disusul dengan pendirian Sarekat Islam dan Indische Partij.

INDONESIA DI DALAM ALIRAN DUNIA

Pergerakan dalam Revolusi Bolshevik pada 1917 | Foto: abhiseva.id
info gambar

Memasuki abad ke-20, pergerakan nasional di Hindia Belanda semakin terkait dengan kebangkitan gerakan rakyat di berbagai belahan dunia. Keberhasilan revolusi Rusia menjadi momentum penting yang memberikan semangat baru kepada pergerakan rakyat terjajah, khususnya di Hindia Belanda. Revolusi tersebut telah mengilhami suatu kepercayaan tentang kemampuan rakyat jajahan untuk menemukan jalurnya sendiri dalam mencapai kemerdekaan.

Mereka telah menantang dan menghancurkan belenggu imperialisme. Selain revolusi Bolshevik yang mengguncang dunia, masalah depresi besar pada 1930 juga mendapatkan perhatian besar. Awal 1929 mulai dirasakan krisis ekonomi dunia. Krisis ekonomi menghancurkan sendi-sendi perekonomian negara industri maju akibat kelimpahan produksi yang tidak sebanding dengan daya beli tinggi dari masyarakat.

Krisis mulai menyebar ke arah politik. Kaum muda, menengah, pegangguran yang tenggelam dalam krisis mulai mencari jawaban dari ide-ide fasisme Italia dan sosialisme Jerman. Krisis ekonomi dan politik menjadi penyebab kemunculan fasisme dan nazisme, dan menggiring dunia menuju pecahnya Perang Dunia II. Di Hindia Belanda, kolonialisme dan depresi ekonomi membuat penderitaan rakyat bumiputera semakin berlipat ganda. Gubernur Jenderal de Jonge tak mampu berbuat banyak menghadapi krisis ini.

PERKUMPULAM KAUM FASCIST DI INDONESIA

Perkembangan fasisme di Eropa menyebar sampai ke Hindia Belanda. Sehingga tiga partai fasis di Hindia Belanda bermunculan. Kehadiran partai Nederlandsch Indische Fascisten Organisatie (NIFO) dan Fascisten Unie (FU) menumbuhkan keyakinan baru di kalangan Indonesia bahwa mereka akan mampu melalui krisis ekonomi dan memperoleh kembali status quo sosial ekonomi mereka.

Ucapan salam “heil Hitler” dan “heil Fuehrer” menjadi mode di kalangan kaum muda Indo. Partai fasis ketiga adalah Partai Fascist Indonesia (PFI) yang didirikan oleh Dr. Notonindito di Bandung. Orang-orang pergerakan radikal dalam PNI Baru dan Partindo merupakan para penentang gigih fasisme. Meskipun terdapat perbedaan dalam taktik perjuangannya yaitu kooperatif dan non kooperatif.

Kedua partai tersebut memiliki anggapan yang sama bahwa fasisme adalah benteng terakhir dari kapitalisme untuk mempertahankan diri dari krisis ekonomi dan politik. Di luar PNI Baru dan Partindo terjadi kebingungan dalam menyikapi fasisme. Satu sisi mereka mengutuk fasisme, disisi lain menganggap fasisme sebagai alat untuk melawan kolonialisme.

Pertentangan dalam melihat fasisme juga terjadi dalam kaum pergerakan. Orang-orang pergerakan PSII dan Parindra serta sebagian rakyat bumiputera percaya ramalan jayabaya menganggap Jepang sebagai saudara tua. Maksudnya adalah mereka akan membantu mereka untuk melepaskan belenggu kolonialisme Belanda. Gerindo yang didirikan tahun 1937 merupakan oposisi terhadap ide-ide tersebut. Gerindo melihat suati gejala dari konsep nasionalisme yang sempit dan berujung pada chauvinisme. Parindra dengan ide-ide “Indonesia Raya” dan “Indonesia Mulia” mengingatkan kembali pada ide-ide “Jerman Raya” yang mengakibatkan peristiwa holocaust atau pembantaian jutaan orang Yahudi oleh Nazi.

HINDIA BELANDA MENJELANG MATAHARI TERBIT

Melihat krisis yang semakin memuncak, tiga kekuatan politik dominan, yaitu Gerindo, Parindra, dan PSII membuat federasi nasional. Federasi nasional tersebut memiliki nama Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Dengan semboyan Indonesia berparlemen, Gapi tampaknya bersiap “mengambil alih” kekuasaan bila krisis tiba.

Pemerintah kolonial menanggapi semua kecemasan kaum pergerakan terhadap fasisme itu dengan menunjukkan kekolotannya. Usulan Gapi untuk membentuk milisi bumiputra yang dipersenjatai ditolak. Termasuk juga penolakan terhadap gagasan Indonesia berparlemen. Adanya Amerika Serikat di Pearl Harbour menjadi titik keangkuhan pemerintah kolonial bahwa fasisme akan dihentikan mereka. Namun, mereka keliru lantaran Pearl Harbour dapat diluluhtahkan dengan mudah oleh Jepang hanya dalam satu hari saja.

Saat Jepang sudah menguasai Indonesia, penyumbang paling kencang anti fasisme adalah dari aktivis PKI ilegal dan Gerindo yang keras dan konsisten menjadi buruan nomer satu. Antara Maret dan April 1942, pemerintahan militer Jepang melakukan penangkapan terhadap anggota Gerindo dan PKI ilegal di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

November 1942, tokoh utama perlawanan antifasis, Amir Sjarifuddin ditangkap di Jakarta. Sementara itu, Kelompok pemuda revolusioner dibawah D.N Aidit, M.H. Lukman, Sidik Kertapati, dan Suko. Sementara Sjamsuddin mendirikan Gerakan Indonesia Merdeka (Gerindom). Mereka hanya sebatas mempelajari literatur politik dan propaganda anti fasisme saja. Tokoh pergerakan tua, Tjipto Mangoenkoesoemo mendirikan Gerakan Rakjat Anti Fasis (Geraf) bersama Widarta, Armunanto, Sudjoko, dan Suwignjo. Perlawanan fasisme terus berlangsung meskipun dalam skala kecil.

Demikianlah, babak akhir dari kekuasaan politik kolonial Belanda yang berjaya ratusan tahun dan harus menyerah oleh Jepang pada tanggal 8 Maret 1942. Sikap yang tidak peduli terhadap usulan dari kaum pergerakan federasi nasional Gapi, menjadi cerminan dari ketakutan mereka bahwa isu anti fasisme akan menjadi isu anti kolonialisme.

Sumber: Wilson (2008). Orang dan Partai Nazi di Indonesia: Kaum Pergerakan Menyambut Fasisme. Jakarta: Komunitas Bambu.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AM
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini