Museum 1.000 Moko: Kisah Tersimpan Tentang Leluhur Masyarakat Alor

Museum 1.000 Moko: Kisah Tersimpan Tentang Leluhur Masyarakat Alor
info gambar utama

Museum Daerah 1.000 Moko, Jln, Diponegoro, Kota Kalabahi, Pulau Alor, Nusa Tenggara Timur menyimpan jejak peradaban masyarakat. Gedung yang dibangun pada tahun 2003 ini bertujuan menjaga dan merawat benda-benda purbakala, termasuk moko dan nekara.

“Museum didirikan Ans Takalapeta, mantan Bupati Alor periode 2003-2013. Tujuan utama melestarikan dan menjaga moko sebagai warisan budaya di daerah itu agar tetap dipahami dan dijaga generasi muda. Mojo sebagai mas kawin wajib yang berlaku di kalangan masyarakat Alor sepanjang masa,” kata Pelaksana Tugas Kepala Museum Daerah 1.000 Moko Yulianti Peny yang dimuat Kompas.

Lodok Lingko: Sawah Jaring Laba-Laba yang Jaga Kedaulatan Petani di NTT

Gedung Museum 1.000 Moko dibagi menjadi ruang-ruang khusus untuk menyimpan benda-benda bersejarah yang menunjukkan perjalanan sejarah suku bangsa Alor. Ruang-ruang itu juga dimanfaatkan sebagai tempat wisata dan studi.

Selain moko dan nekara, museum yang berada di lahan seluas 1 hektare itu juga menyimpan pakaian tradisional masyarakat Alor, terutama cawat dari kayu. Cawat dari kulit ini masih berlaku di kalangan masyarakat Alor.

Makna simbolis

Peny menyebut nama Museum 1.000 Moko memiliki makna simbolis dan filosofi. Sebutan 1.000 moko menunjukkan daerah ini (Alor) memiliki moko dalam jumlah besar dan sebagai benda warisan leluhur yang perlu dilestarikan.

Moko sebenarnya tidak dibuat di Alor. Kemungkinan asal usul mako dari Tiongkok dan Vietnam melalui perdagangan zaman dahulu. Konon, sebuah kapal layar dari Tiongkok membawa ribuan moko terdampar di Kalabahi sekitar abad ke 14.

Budaya Patungan Masyarakat Manggarai NTT Demi Biayai Kuliah

Warga kemudian beramai-ramai mengambil barang yang dibawa kapal itu untuk dibawa pulang, termasuk moko. Setelah itu hampir di semua rumah, terutama rumah kaum bangsawan dan orang kaya di Alor, tersimpan di moko.

“Semakin banyak moko yang dimiliki orang itu semakin dihormati dan disegani oleh warga sekitar,” ucap Peny.

Mendapat perlakukan khusus

Kolektor moko, Elia Tapaha mengatakan moko yang ditemukan oleh warga di dalam tanah, gua, dan sebagian diyakini sebagai jelmaan dari leluhur. Karena itu moko mendapatkan perlakukan khusus dari masyarakat

“Rumah tempat menyimpan moko ini juga dimanfaatkan mahasiswa dan pelajar di alor untuk belajar. Ahli-ahli dan peneliti moko melakukan studi dan mengambil data di sini,” ucapnya.

Tradisi Kurban Ayam untuk Meramal Nasib pada Masa Depan di Flores

Elia menjelaskan bahwa tidak ada pungutan bagi pengunjung. Dirinya akan memberikan kesempatan kepada semua warga Alor untuk mengenal tradisi dan budaya mereka tanpa hambatan dan beban.

Selain itu tidak semua moko yang tersimpan di rumah Elia untuk dijual, terutama moko warisan Suku Tapaha. Dia bisa menjual moko hasil pembelian dari masyarakat atau yang ditemukan di gua dan di dalam tanah.

Setiap akhir Mei, Agustus, Desember, dan Februari. Elia memberi sesajen kepada moko koleksinya. Dirinya yakin, leluhur selalu tinggal di dalam moko itu. Dia menyembelih satu ayam jantan merah untuk sesaji.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini