Minyak Akar Wangi, Aroma yang Setia Makmurkan Garut Selama Lima Generasi

Minyak Akar Wangi, Aroma yang Setia Makmurkan Garut Selama Lima Generasi
info gambar utama

Minyak akar wangi sudah sangat setia menghidupi lima generasi di Garut, Jawa Barat. Kegigihan para pelaku usaha membuat aroma wangi itu terus melalang buana ke sejumlah negara meski tidak sedikit menghantam kendala.

Setelah periode kemerdekaan, butuh waktu 20 tahun bagi warga untuk kembali menanam dan membuat pabrik penyulingan sederhana. Perlahan minyak akar wangi Garut menemukan pelanggannya sehingga membuka pasar ekspor.

Melacak Kehadiran Gong Nekara Selayar yang Dipercaya Berumur Ribuan Tahun

Mayoritas perusahaan parfum dan perisa (bahan tambahan) makanan dari Italia, Prancis, Jepang, dan Amerika Serikat. Mereka berebut produksi minyak akar wangi Garut yang hanya mampu memproduksi 30 ton per tahun.

Meski belum sebesar Haiti, negara terbesar penghasil minyak akar wangi dengan 80-100 ton per tahun. minyak Garut tak kehilangan daya tarik. Harganya mencapai Rp900.000 hingga Rp2,8 juta per kilogram (kg).

“Kesejahteraan masyarakat terangkat. Rumah warga direnovasi, pemilik lahan pergi haji, dan pemuda desa yang merantau kembali ke rumah,” ucap Cornelius Helmy dalam Tanah Air: Minyak Para “Dewa” untuk Dunia yang dimuat Kompas.

Gantungkan hidup

Sumarna bersama istrinya, Ihat setiap harinya berjalan ke kaki Gunung Kamojang. Dirinya bergegas meninggalkan rumahnya di Kampung Cidadali, Desa Tanjungkarya, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Jabar sejak pagi hari.

Hanya berkaos oblong, Sumarna tidak membuang waktu. Dirinya menghujamkan garpu bermata dua untuk mencabut akar serabut dari tanah gembur 1,5 meter. Dalam sehari mereka bisa mengumpulkan 300 kilogram akar wangi basah.

Kaya Akan Rempah Sejak Dulu, Indonesia Jadi Produsen Kayu Manis Terbesar di Dunia

“Sebagai pekerja yang dibayar per hari, saya hanya minta selalu sehat setiap hari. Akar wangi ini memberi kami kehidupan. Kami hanya butuh kerja keras untuk memanfaatkannya,” kata Sumarna.

Sumarna mewakili npas sekitar 10.000 masyarakat Garut yang menggantungkan hidup dari akar wangi. Mulai dari buruh di kebun, pekerja tempat penyulingan, pengepul bermodal lebih besar hingga eksportir yang membawa minyak ke sejumlah negara.

Perlu dikembangkan

Sejak tahun 1850 yang lalu, ketika akar wangi pertama kali dipanen di Garut, harga jual minyak hasil penyulingan jadi pemikat utama. Bahan perisa makanan dan parfum itu laku dijual Rp900.000 - Rp1,2 juta per kilogram.

Harganya jauh lebih mahal setelah setelah melewati pemurnian hingga Rp2,8 juta per kilogram. Garut menyumbangkan 30 ton per tahun dari rata-rata produksi dunia sekitar 100-150 ton per tahun.

“Akar wangi masih bisa dikembangkan. Dengan pendampingan intensif pola budidaya dan ketersediaan alat modern, celah pasar minyak yang belum tergarap sekitar 100 ton per tahun pasti bisa diraih,” katanya.

Jalur Rempah Indonesia di Daftar Warisan Budaya UNESCO

Usaha perlahan untuk mengembalikan harumnya akar wangi dilakukan oleh masyarakat. Di satu hamparan lahan, mereka menanam satu jenis unggul, Vetiveria zizanioides. Pupuk organik dipilih ketimbang pupuk kimia.

Untuk hasil yang baik, mereka sabar menunggu panen pertama, 12 bulan setelah ditanam. Dia mencontohkan, nilai ekspor ke sejumlah negara Eropa pada Januari 2014. Ekspor 3,5 ton minyak akar wangi ke sejumlah negara Eropa bisa mencapai miliaran rupiah.

“Akar wangi ini memberikan berkah untuk yang kreatif,” kata Eden.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini