Deklarasi Windhoek, Dokumen "Khas" Milik Kebebasan Pers

Deklarasi Windhoek, Dokumen "Khas" Milik Kebebasan Pers
info gambar utama

Pada Tanggal 3 Mei kemarin, peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia atau World Press Freedom Day dilaksanakan dengan mengusung tema “Shaping a Future of Rights: Freedom of expression as a driver for all other human rights”. Artinya adalah “Membentuk Masa Depan Hak: Kebebasan berekspresi sebagai pendorong untuk semua hak asasi manusia lainnya”.

Bicara mengenai Hari Kebebasan Pers ini juga, tidak terlepas dari sejarahnya yang bermula dari Deklarasi Windhoek. Dikutip dari narasi.tv, pada tahun 1991, sekelompok jurnalis Afrika mengajukan banding saat Konferensi UNESCO di Windhoek, Namibia. Acara ini didukung oleh 12 lembaga internasional, mulai dari penyandang dana Nordic, International Federation of Journalists, Friedrich Ebert Stiftung, dan World Association of Newspapers.

Sebanyak 63 peserta dari 38 negara hadir. Hage Geingob, selaku perdana menteri Namibia yang baru merdeka, dalam acara ini menyoroti dan mendukung pentingnya kemerdekaan dan peran pengawas pers. Dokumen banding yang kemudian dikenal dengan nama “Deklarasi Windhoek” ini bermaksud untuk meletakkan dasar pers yang bebas, independen, dan pluralis .

Lebih lanjut, Deklarasi Windhoek adalah pernyataan prinsip kebebasan pers yang disusun oleh jurnalis surat kabar di Afrika selama seminar UNESCO tentang “Mempromosikan Pers Afrika yang Independen dan Pluralistik” di Windhoek, Namibia, dari 29 April hingga 3 Mei 1991. Deklarasi Windhoek disahkan oleh Konferensi Umum UNESCO pada sesi ke-26 (1991). Dari situ, UNESCOpun mendirikan Hari Kebebasan Pers Sedunia yang diproklamasikan oleh Majelis Umum PBB pada Desember 1993. Sejak saat itu, Hari Kebebasan Pers Sedunia diperingati setiap tanggal 3 Mei.

RI Terima Medali "Pengorbanan Terhormat" dari Turki Atas Misi Kemanusiaan Pascagempa

Di Afrika sendiri, deklarasi tersebut diadopsi pada tahun 1991 dalam iklim optimisme. Hal itu sebagian besar disebabkan oleh kebebasan yang baru ditemukan di Namibia, lambatnya penguraian apartheid di Afrika Selatan serta meningkatnya perlawanan terhadap kediktatoran Afrika dan rezim otokratis tipe pembangunan. Konteks ini menghasilkan dorongan untuk reformasi demokrasi dalam lingkungan media yang berubah dengan cepat, termasuk juga di seluruh benua.

Gwen Lister (right) at the UNESCO workshop in 1991 with then Prime Minister and now president of Namibia, Hage Geingob. Foto: akademie.dw.com
info gambar

Dalam tubuh pemerintahan misalnya, perspektif Windhoek terus menyiratkan peran penting pemerintah dalam standar kualitas kebebasan, pluralisme, dan kemandirian yang tegas. Negara harus proaktif dalam melindungi jurnalis dan memajukan peluang bagi warga negara untuk menjalankan kebebasan berekspresi. Dan negara harus menghindari pengendalian media, dan menghindari monopoli negara atas media.

Selanjutnya, pandangan Windhoek tentang pluralisme menunjukkan bahwa negara memastikan dukungan legal dan praktis dari sektor-sektor seperti layanan publik dan media komunitas. Maka dari itu, Deklarasi Windhoek sering digadang-gadang menjadi "yang pertama" dalam menjunjung tinggi kebebasan setiap orang di manapun untuk menyuarakan pendapatnya, serta akses mereka ke berbagai sumber informasi independen, seperti yang dihimpun dari europarl.europa.eu.

Deklarasi Windhoek ini turut menghasilkan efek domino pada negara-negara lain. Ada, semakin banyak negara yang telah memberlakukan undang-undang kebebasan informasi. Diwartakan dari unesco.org, mereka melihat terdapat peningkatan penerimaan standar profesional dan etika dalam jurnalisme, dan lebih banyak sistem media nasional bergerak ke arah pengaturan mandiri.

Bagaimana Partisipasi Perempuan di Parlemen Asia Tenggara?

Organisasi-organisasi untuk membela kebebasan pers pun telah berkembang di tingkat lokal, nasional dan global, dan bekerja secara menyeluruh — untuk meningkatkan perlindungan keselamatan jurnalis dan mengakhiri impunitas, untuk mempromosikan mekanisme pengaturan mandiri media dan memberikan nasihat tentang undang-undang dan kebijakan media.

Sejak Deklarasi Windhoek, pemangku kepentingan telah mengembangkan lebih banyak kejelasan tentang kompleksitas seputar pengaturan mandiri sebagai standar utama untuk lingkungan jurnalisme yang optimal. Selain itu, beberapa deklarasi regional di negara-negara lain juga terinspirasi dari Deklarasi Windhoek, seperti Alma-Ata, Santiago, Sana'a dan Sofia.

Sampai saat ini pun, Deklarasi Windhoek masih menjadi acuan untuk melihat kebebasan berekspresi, terutama di negara berkembang. Harapannya adalah, bahwa kebebasan pers masih tetap sangat relevan untuk semua negara di seluruh dunia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SC
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini