Peran Besar Ali Sadikin dalam Revitalisasi Kota Tua sebagai Wisata Sejarah

Peran Besar Ali Sadikin dalam Revitalisasi Kota Tua sebagai Wisata Sejarah
info gambar utama

Kota Tua, Jakarta Barat menjadi tempat favorit masyarakat Jakarta untuk mengakhiri akhir pekan. Tempat yang cukup strategis dan beragam bangunan bersejarah sangat cocok untuk mengabadikannya dalam foto.

Ternyata pada sejarahnya kawasan Kota Tua sebagai tempat wisata ini digagas oleh Gubernur Jakarta Ali Sadikin (1966-1977). Dirinya terinspirasi ketika berkunjung ke Kota Warsawa Polandia saat menjabat sebagai Menteri Perhubungan Laut (1963-1966).

Memori Masjid Islamic Center Jakarta dari Puing Lokalisasi Terbesar di Asia Tenggara

Disebutkan oleh Arrohman Prayitno, Trubus Rahardiansah, dan Chris Siner Key Timu dalam All Sadikin: Visi dan Perjuangan sebagai Guru Bangsa yang dimuat Alinea menyebut Ali Sadikin sangat penasaran dengan gedung-gedung bersejarah di Warsawa.

“Kunjungan saya ke luar negeri, terus terang berpengaruh pada saya setelah melihat gedung-gedung bersejarah dan merenovasinya,” ujar Ali dalam buku Bang Ali: Demi Jakarta (1966-1977).

Merevitalisasi Kota Tua

Pengalaman berkunjung ke beberapa negara lain lantas menginspirasi Ali memberikan perhatian kepada gedung lama. Dirinya kemudian membentuk Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta lewat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor lb.10/1/37/68/

Ali memberikan tugas pokok kepada dinas itu untuk mengadakan penggalian, pemugaran, merawat, dan melindungi benda-benda bersejarah, baik berupa gedung, benda purbakala, naskah, serta membina dan mengembangkan museum-museum.

“Supaya kita sadar, penjajah itu tidak boleh terulang lagi,” ujar Ali.

Ali Sadikin dan Gagasan Lawas untuk Gabungkan Depok ke Jakarta

Fokus utama pembenahan kawasan Kota Tua dilakukan di sekitar Taman Fatahillah. Di dalam denah resmi restorasi tahun 1971 tergambar, lokasi bangunan-bangunan tua yang bakal dipugar ada di sekitar Jalan Kali Besar Timur hingga Jalan Lada.

Kepala Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta pada tahun 1971, Warmansjah menyebut visi proyek restorasi tersebut adalah mengembalikan kawasan itu kepada wajah bangunannya pada abad 18.

“Karena abad 18 ini bahannya paling lengkap,” ucapnya.

Ditetapkan jadi cagar budaya

Ali membutuhkan cukup banyak biaya untuk membangun kembali kawasan Kota Tua. Pada catatan Kompas, sebanyak 900.000-150.000 dollar AS habis digunakan. Biaya sebesar itu diperoleh dari Yayasan Mitra Budaya Indonesia dan lembaga luar negeri.

Dirinya tidak hanya memikirkan kawasan ini sebagai tempat wisata, tetapi juga ladang mendulang cuan dari turis. Maka dibangun pula restoran, kedai kopi, toko buku, toko cinderamata, butik batik, dan toko buku memanfaatkan gedung lama.

Hal yang menarik dari proyek restorasi zaman Ali Sadikin ini adalah pembangunan taman di depan Stasiun Jakarta Kota. Taman yang digarap PT Pembangunan Jaya ini berbentuk elips dengan panjang 17 meter dan lebar 34 meter.

GOR Bulungan: Cara Menghilangkan Tawuran dengan Memunculkan Tongkrongan

Ada beberapa air mancur berwarna, berbentuk buah-buahan. Sebuah kolam ada di tengah taman, dilengkapi 20 tempat duduk dan 24 lampu taman. Sebuah jam umum yang sudah ada sejak zaman kolonial dipertahankan.

Ali Sadikin kemudian mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor 11 tahun 1972 jadi bukti keseriusannya. Bang Ali menetapkan kawasan Kota Tua Jakarta sebagai cagar budaya, seperti Taman Fatahillah, Pasar Ikan, dan Glodok.

“Semua itu dalam bahasa Ali Sadikin, demi lestarinya peradaban bangsa,” pungkasnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini