Kebangkitan Industri Keramik Kasongan hingga Menembus Pasar Mancanegara

Kebangkitan Industri Keramik Kasongan hingga Menembus Pasar Mancanegara
info gambar utama

Kasongan, wilayah Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta menjadi sentra keramik yang mendunia. Hal ini memang tidak lepas dari lingkungannya yang dikelilingi oleh seniman-seniman Yogyakarta.

Saat datang ke Kasongan akan ditemukan pemandangan variasi berbagai bentuk keramik, mulai dari guci dengan ornamen berbagai corak, patung loro blonyo (pasangan pengantin Jawa) dengan berbagai bentuk, mulai dari realis sampai karikatural.

Museum Seni Rupa dan Keramik dengan Wajah Barunya

Kasongan setelah bangkit kembali sejak tahun 1970, tempat ini mengalami metamorfosa luar biasa. Kasongan yang dahulunya hanya membuat gerabah untuk kebutuhan rumah tangga, kini menjadi sentra gerabah dan keramik yang mendunia.

“Rata-rata warga di kawasan itu tak memiliki lahan pertanian sehingga gerabah menjadi satu-satunya mata pencarian mereka,” tulis A Budi Kurniawan dan Thomas Pudjo Widiyanto dalam Tanah Air: Sebuah Pamor dari Kasongan yang dimuat Kompas.

Bermula dari Ki Jembuk

Semangat Kasongan agar maju telah dirintis sejak tahun 1930 dengan munculnya tokoh perajin bernama Soikromo atau lebih dikenal dengan nama Ki Jembuk. Sosok ini merupakan leluhur masyarakat Kasongan yang menginspirasi perubahan seni kerajinan keramik.

“Kreasi baru yang muncul saat itu antara lain patung malaikat, macan, loro blonyo, hingga pot waruan,” tulisnya.

Loncatan kelas sosial masyarakat Kasongan sangat terasa setelah beberapa seniman seperti almarhum Saptohedoyo dan Larasati Soeliantoro Soelaiman mengarahkan perajin agar lebih adaptif dan inovatif sesuai kemajuan zaman.

“Nuansa Estetika” Menandai 10 Tahun Edu Art Forum

Ketua Koperasi Setya Bawana Kasongan Timbul Raharjo mengungkapkan saat tahun 1970, Saptohoedoyo datang ke Kasongan. Dirinya saat itu bertanya mengapa semua bentuk keramik polos tanpa ornamen.

Dirinya kemudian membuat desain ornamen dan ukir-ukiran di berbagai gerabah, seperti patung celengan kuda, loro blonyo dan ayam. Mulai saat itulah muncul aneka kreasi keramik Kasongan saat itu.

Sementara itu Larasati Soeliantoro membawanya ke berbagai kota di Indonesia. Belakangan mulai banyak seniman, khususnya dari Institut Seni Indonesia. Usaha seniman ini berhasil dan gerabah kasongan mulai diserbu konsumen.

“Orang tua yang dulu melarang anak-anak lelaki mereka meminang gadis Kasongan akhirnya berebutan ingin mendapatkan menantu orang Kasongan. Sebab Kasongan akhirnya berkembang,” ujar seniman Bondan Nusantara.

Mulai ekspor

Sejak tahun 1986, gerabah Kasongan mulai menembus pasar ekspor. Negara Australia merupakan pengimpor perdana, diikuti negara lain, seperti Jepang dan Kanada, serta negara-negara di Eropa.

Mereka tidak hanya menyukai produk khas Kasongan, tetapi juga memesan produk sesuai keinginan. Misalnya patung Buddha, patung tentara China, dan pot dengan berbagai motif khusus yang mengukuhkan Kasongan sebagai sentra keramik dunia.

Belajar Bersama Maestro di Studiohanafi

Memasuk tahun 1990, pasar ekspor gerabah Kasongan semakin cemerlang. Krisis ekonomi 1998, tak membuat usaha ini terpuruk. Eksportir justru berlomba-lomba membeli gerabah. Pasalnya eksportir bisa membeli gerabah enam kali.

“Saat krisis moneter, eksportir bisa membeli gerabah enam kali lipat lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Mereka meraup keuntungan luar biasa. Perajin pun senang karena penjualan lancar meski nilai mata uang rupiah melemah,” kata Timbul.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini