Chonaikai Jepang, Spirit Kesadaran Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan

Chonaikai Jepang, Spirit Kesadaran Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan
info gambar utama

Jepang merupakan negara yang kaya dengan spirit atau filosofi dalam beraktivita, misalnya: ikigai, soshin, kaizen, wabi sabi, kintsugi, oubaitori, origami, konmari, dan spirit lainnya. Spirit beraktivitas juga ditegahkkan untuk menjaga kelestarian dan keasrian lingkungan yang dikenal dengan namai chonaikai.

Chonaikai merupakan spirit Jepang yang difungsikan dalam hal menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan di Jepang. Proyek dari chonaikaiini beragam mengikuti masalah dan kebutuhan setiap daerahnya, misalnya, ada yang menekankan pada acara sosial, ada pula yang menekankan pada kegiatan rekreasi lingkungan. Orientasi utama spirit chonaikai adalah lingkungan yang aman, nyaman, asri, dan sejahtera melalui kerja sama yang solid antara pemerintah dan masyarakat.

Spirit conaikai ini juga mendasari sistem pengelolaan sampah di Jepang. Sebagai informasi, Jepang memiliki regulasi pengelolaan sampah yang ramah lingkungan dan berkelanjutan lho, Kawan. Seperti apa sepak terjang dan sistemnya? Mari kita simak bersama.

Baca juga: Adiwiyata, Peran Sektor Pendidikan dalam Membangun Kesadaran Pelestarian Lingkungan

Sejarah Masalah dan Pengelolaan Sampah di Jepang

Berdasarkan informasi yang bersumber dari laporan berjudul "Pengelolaan Sampah di Jepang" KBRI Tokyo , Jepang memiliki sejarah masalah, persiapan, serta trial dan error dalam membangun pondasi kuat pengelolaan sampah yang ramah lingkungan dan berkelanjutan sekitar 40 dekade lamanya. Berikut sepak terjangnya:


a. 1960-1970: pada masa ini terdapat permasalahan Minamata Disease (MethylMercury), Itai-Itai Disease (Cadmium) dan yokkaichi asthma (air pollution), adanya problematikan ini memicu Jepang untuk mengembangkan gerakan penanganan limbah.


b. 1970-1980: “Kampanye Melawan Sampah” dan Pengembangan Sistem Mendasar untuk Pengelolaan Limbah di Jepang dengan cara Public Cleansing Act, Waste management Act, dan Air Pollution Control Act.


c. 1980-1990: Peristiwa Bubble Economy Jepang yang meningkatkan volume limbah, polusi lingkungan tanah dan air, dampak pembakaran insinerator yang mengakibatkan polusi dioxins.


d. 1990-2000: Basic Environment Act tahun 1993 menjadi ketentuan dasar untuk kebijakan lingkungan di Jepang, dan juga sistem legal untuk menciptakan masyarakat daur ulang.

Dasar Hukum

Salah satu penguat dari sebuah aktivitas adalah adanya hukum yang melindungi dan mengatur. Dalam pengelolaan sampah, Jepang memiliki keseriusan dalam menyelesaikannya dengan membuat peraturan yang detail dan mengikat. Berikut penjelasannya.

Menetapkan UU Dasar Lingkungan yang berkaitan dengan UU Dasar untuk Promosi/Pembangunan Masyarakat Daur Ulang yang terbagi menjadi dua fokus yaitu: Undang-Undang Pengelolaan Sampah dan Pembersihan Publik dan Undang-Undang Promosi Penggunaan Sumber Daya yang Efektif.

Di dalam Undang-Undang Pengelolaan Sampah dan Pembersihan Publik terdapat regulasi yang mengatur Pengurangan timbunan sampah; Pengolahan limbah yang tepat (termasuk daur ulang); Peraturan untuk pendirian fasilitas pengolahan limbah; Peraturan untuk operator pengolahan limbah; Penetapan standar pengolahan limbah, dan lain-lain.

Lebih detail, setiap limbah diatur penanganannya dalam sebuah undang-undang tersendiri antara lain: UU Daur Ulang Kontainer dan Kemasan, UU Daur Ulang Peralatan Listrik Rumah Tangga, UU Daur Ulang Limbah Makanan, UU Daur Ulang Material Konstruksi, UU Daur Ulang Kendaraan di Akhir Masa Pakai, UU Daur Ulang Peralatan Listrik Rumah Tangga.

Baca juga: Fenomena Langka Penampakan Hiu Paus Jadi Bukti Laut Jakarta Baik?

Sistem Pengelolaan Sampah di Jepang

Klasifikasi Sampah Urban atau Kota

Pengelolaan Sampah Foto: KBRI Tokyo
info gambar

1. Combustible/sampah yang dapat dibakar antara lain: sampah kertas (tisu toilet, popok), kantong plastik dan bungkus, karet dan kulit, pipa dan wadah plastik.
2. Incombustible/sampah yang tidak dapat dibakar yaitu meliputi plastik panjang, plastik lain (kaset, rekaman video dan disket), barang keramik (cangkir, piring, pot bunga dan lain-lain) besi, kaca dan alat-alat elektronik berukuran kecil (seterika, kaset radio, penanak nasi dan lain-lain).
3. Bottles and Cans/Botol dan Kaleng meliputi wadah kaca kosong, kaleng timah, kaleng aluminium (kaleng jus dan bir); Botol air minum (dengan angka 1 di dalam simbol segitiga).
4. Oversized Garbage/Sampah Berukuran Besar; meliputi perabot rumah seperti lemari, rak buku, sofa, kasur, meja dan sampah lain seperti tas golf, mainan di atas 50 cm, sepeda, sepeda motor di bawah 60cc, kipas angin, penyedot debu karpet dan selimut.

Baca juga: Embung Gumeleng di Magelang Dibangun, Akan Jadi Tempat Konservasi Air dan Wisata

Waktu Pembuangan Sampah

Berikut tertera pada gambar mengenai waktu pembuangan sampah yang ditetapkan.

Pengelolaan Sampah Foto: KBRI Tokyo
info gambar

Konsep Pengelolaan Sampah di Jepang

a. Reduce, mengurangi penggunaan barang yang potensial menghadirkan sampah, menghindari produksi sampah, menghindari konsumsi plastik terus menerus.
b. Reuse, yaitu memanfaatkan barang sebelum dibuang, menggunakan barang dengan bahan baik dan seusai untuk digunakan berulang kali, terus dimanfaatkan sebelum dibuang.
c. Recycle yaitu daur ulang barang-barang yang dibuang sebagai sumberdaya, menghindari membuang barang sebagai sampah.
d. Heat Recovery, yaitu dalam kasus limbah yang tidak dapat didaur ulang, dimana tidak ada cara pengolahan lain selain pembakaran/insinerasi, panas yang dihasilkan oleh insinerasi dimanfaatkan untuk pembangkit listrik dan digunakan untuk tujuan lain.
e. Proper Disposal, yaitu buanglah dengan cara yang benar.

4. Teknologi Pengelolaan Sampah di Jepang

a. Pada umumnya teknologi thermal seperti incenerator dianggap aman dan tidak mencemari lingkungan hidup.
b. Limbah dibakar pada suhu yang sangat tinggi, lebih dari 800 °C .
c. Volume sampah menjadi 1/20 termasuk juga jumlah gas dioksin yang dihasilkan oleh pembakaran.
d. Pencegahan gas dan zat berbahaya keluar selama pembakaran, seperti sulfur oksida dan partikel, dari emisi di luar fasilitas.
e. Energi panas yang dihasilkan oleh insinerator digunakan untuk memasok kebutuhan listrik seluruh fasilitas, dengan sisanya dijual ke rumah tangga.
f. Air bersuhu tinggi juga dapat disuplai ke kolam renang dan rumah kaca untuk tanaman tropis.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini